BAB 4 KELANA GERBANG MERAH

222 37 0
                                    

Bob Andrews sedang makan malam. Sekali-sekali matanya bergerak memandang ke arah pesawat telepon. Sejak kembali dari perpustakaan, ia sudah terus menunggu-nunggu bunyi deringnya. Pada waktu luangnya, Bob bekerja di situ, membantu-bantu membereskan buku-buku yang dipulangkan dan menaruhnya ke rak yang semestinya. Serta berbagai tugas bantu lainnya.

Kini ia sudah hampir selesai makan. Tapi telepon masih juga belum berdering.

Ketika sekali lagi ia melirik ke arah itu, ibunya sempat melihatnya. Ibunya nampak kaget, rupanya teringat lagi pada sesuatu hal. "Astaga, ternyata aku kelupaan," kata Mrs. Andrews. "Tadi ada pesan untukmu. Dari kawanmu, Jupiter Jones. Dia menelpon tadi."

"Lalu, apa katanya?" kata Bob dengan segera.

Sehari sebelumnya, Bob sudah mengetahui garis-garis besar perkara penyelidikan mereka kali ini dari Jupiter. Juga sudah disepakatkan, Trio Detektif akan mengadakan rapat malam itu di Markas Besar. Itu juga apabila Jupiter tidak sedang sibuk. Soalnya, kadang-kadang ia harus membantu paman dan bibinya di tempat jual-beli barang bekas, dan karenanya tidak sempat mengadakan penyelidikan.

"Aku mencatatnya," kata ibunya, lalu merogoh-rogoh kantong, mencari- cari di antara sekian banyak kertas. "Soalnya, aku takkan sanggup mengingatnya. Jupiter kadang-kadang suka memakai bahasa yang aneh." "Memang kebiasaannya, kalau bicara suka panjang kalimatnya," kata Bob menjelaskan. "Habis, dia kan kutu buku! Jadi secara otomatis kalau

bicara pun kayak kalimat dalam buku, serba panjang! Pamannya, Paman Titus, juga sama saja kayak dia. Lama-lama bisa terbiasa juga."

"Yah - pokoknya inilah pesannya." Mrs. Andrews berhasil menemukan carik kertas yang dicari, lalu membaca tulisan yang tertera di situ. "Kelana Gerbang Merah, sekarang datanglah! Burung sudah terbang dan urusan sudah terbayang. Jalan tidak mudah, jadi ikuti anak panah. Pesan Jupiter selesai. Nah, coba - apa maksudnya dengan kalimat yang begitu?!" Ditatapnya Bob dengan pandangan menyelidik. "Pesan apa itu, kayak begitu? Atau kalian memakai bahasa sandi ya?"

Saat itu Bob sudah bergerak menuju ke pintu. Tapi ia berhenti melangkah ketika ibunya bertanya. Dan kalau Mrs. Andrews mengajukan pertanyaan, dia juga mengharapkan jawaban. "Itu kan bahasa Inggris biasa, Bu," katanya.

"Ah - apanya yang bahasa Inggris biasa!" tukas ibunya. "Kedengarannya tidak biasa!"

"Itu bahasa Inggris biasa, cuma kedengarannya saja seperti bahasa sandi," ujar Bob menjelaskan. "Soalnya apabila ada orang lain kebetulan menangkap salah satu pesan kami, ia takkan bisa mengerti apa-apa." "Lalu aku ini orang lain, ya! Ibumu sendiri?"

"Wah - bukan begitu, Bu," kata Bob buru-buru. "Kalau Ibu memang berminat, akan kujelaskan. Begini, Bu. Kami kan membentuk sebuah perusahaan detektif. Nah, saat ini kami mendapat tugas penyelidikan. Kami berusaha mencari seekor burung nuri yang lenyap."

"O, kalau begitu baiklah. Kedengarannya tak berbahaya." Wajah Mrs. Andrews yang semula mendung kini nampak cerah kembali. "Dan kurasa itulah yang dimaksudkan dengan kalimat 'Burung sudah terbang dan urusan sudah terbayang', ya?"

"Betul, Bu. Lalu Kelana Gerbang Merah artinya -"

"Sudahlah. Kau boleh pergi sekarang! Tapi ingat, jangan sampai terlalu lambat pulang. Kau masih harus melakukan sesuatu untukku."

Bob bergegas keluar, mengambil sepedanya. Walau hari sudah malam, namun di luar masih terang. Saat itu sedang musim panas. Rocky Beach, kota kecil tempat ketiga remaja itu tinggal, letaknya di pesisir

Samudera Pasifik, beberapa mil dari kota perfilman Hollywood. Di belakang kota terdapat perbukitan yang cukup tinggi. Bob pernah jatuh dari salah satu bukit itu. Tungkainya cedera, sehingga kini ia harus memakai alat penyangga. Kapan-kapan penyangga itu takkan diperlukannya lagi. Tapi sekarang pun ia bisa bergerak dengan cepat, apabila naik sepeda. Namun kalau jalan kaki. masih agak sulit.

(02) TRIO DETEKTIF : MISTERI NURI GAGAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang