SETENGAH jam kemudian mereka berangkat, naik truk. Mr. Claudius yang mengemudikannya. Semua berperasaan riang. Pete dan Bob duduk di jok depan di samping laki-laki gendut itu. Kelima burung nuri juga dibawa. Sangkar-sangkar mereka disangkutkan pada batang yang melintang dalam bak belakang yang tertutup. Mrs. Claudius berada di situ, mengawasi burung-burung.
Agak jauh juga perjalanan yang harus ditempuh dari tempat persembunyian suami-isteri Claudius di daerah perbukitan di belakang Hollywood, menuju tempat tinggal Carlos serta pamannya di dataran
rendah dekat pantai. Tapi menurut taksiran, paling lambat menjelang sore mereka akan sudah sampai di sana.
Truk sudah beberapa menit menyusur jalan berkelok-kelok dan sunyi menuruni bukit, ketika tiba-tiba terdengar Mrs. Claudius berseru dengan nada cemas dari bak belakang.
"Claude! Baru saja aku memandang ke belakang lewat jendela - ada mobil mengikuti kita!"
"Mengikuti kita?" Laki-laki gendut itu melirik kaca spion. "Aku tidak melihatnya."
"Masih di balik tikungan. Nah - itu dia sekitar seperempat mil di belakang kita."
"Ya!" seru Mr. Claudius. "Sekarang aku melihatnya. Sedan besar berwarna kelabu. Kau yakin mobil itu mengikuti kita?"
"Yakin benar sih tidak," jawab isterinya. "Tapi kelihatannya begitu." "Sedan kelabu?" tanya Pete gelisah. "Coba saya lihat!"
Tapi ia tidak bisa melihat lewat kaca spion yang terpasang. Akhirnya ia membuka pintu kabin yang ada di sisinya. Ia menjulurkan tubuh sambil menoleh ke belakang, sementara pinggangnya dipeluk erat-erat oleh Bob.
"Saya tidak melihat -" katanya, tapi buru-buru disambung dengan seruan. "Dia semakin dekat! Dan kelihatannya kayak mobil yang nyaris menubruk kita dijalan pekarangan rumah Mr. Fentriss!"
"Huganay!" seru Mr. Claudius dengan kaget. "Dia membuntuti kita. Apa yang kita lakukan sekarang?"
"Jangan sampai tersusul, sampai kita masuk ke sebuah kota!" kata isterinya dengan tegas.
"Tapi yang ada di sini cuma bukit-bukit lengang," kata Mr. Claudius. "Kota terdekat lima mil dan sini. Tapi aku akan berusaha sebisa-bisaku." Pedal gas dipijak lebih dalam. Truk tua itu semakin laju meluncur menuruni jalan berkelok-kelok di sela bukit.
Ketika melewati suatu tikungan, di sisi jalan menganga jurang yang dalamnya sekitar lima puluh sampai seratus meter, dibatasi oleh pagar pengaman yang kelihatannya tidak kokoh. Truk menyerempet pagar itu
lalu terdorong lagi ke tengah jalan. Bob dan Pete meneguk ludah berkali- kali. Jantung mereka berdebar keras.
"Huganay sudah dekat sekali di belakang kita!" teriak Mrs. Claudius. "Dia berusaha menyusul sekarang."
"Aku melihatnya di kaca spion," gumam suaminya. "Aku akan berusaha mencegahnya."
Truk dikemudikannya ke tengah. Di belakang terdengar bunyi tuter disertai suara rem mendecit-decit. Sedan kelabu yang nyaris berhasil menyusul, terpaksa mengalah. Truk terombang-ambing sambil terus meluncur menuruni bukit. Jalannya di tengah terus, sehingga sedan yang di belakang tidak bisa menyusul.
Tapi di lereng berikut, tiba-tiba muncul sebuah truk diesel yang besar. Dan mereka langsung mengarah ke kendaraan itu.
"Awas!" seru Bob. Mr. Claudius membanting setir. Truk mereka minggir ke sisi yang benar, dan truk diesel meluncur dekat sekali di sebelah mereka. Masih sempat nampak pengemudinya yang melongo.
Sedan kelabu juga dibanting ke kiri, untuk mengelakkan tubrukan dengan truk diesel itu. Tapi kemudian dengan tiba-tiba sedan melesat maju. Kini truk dan sedan berjejeran. Bob dan Pete yang berpegangan kuat-kuat di samping Mr. Claudius, melihat ada tiga orang dalam sedan itu. Kecuali itu nampak pula seorang remaja. Pete mengenali tampang orang yang duduknya di sisi yang paling dekat dengan truk. Orang itu melambaikan tangan, menyuruh Mr. Claudius berhenti. Dia itulah Huganay!
KAMU SEDANG MEMBACA
(02) TRIO DETEKTIF : MISTERI NURI GAGAP
Ciencia FicciónBob mengalihkan perhatian mempelajari catatan-catatan yang dibuatnya tentang urusan yang sedang diselidiki saat itu. Bob memberinya judul "Misteri Nuri Gagap". Ada sesuatu yang agak terasa mengganjal perasaannya. Bukan, bukan itu! Tapi masih ada lag...