Bab 2. Transaksi

52.9K 1.5K 131
                                    

Masih tersisa lima hari sebelum aku bertemu Tony.

Kugunakan kesempatan itu untuk berlari pagi setiap hari, olahraga angkat beban untuk membentuk tubuh, makan banyak sayuran dan minum air putih teratur. Aku rajin luluran memakai susu sapi yang kubeli dari rumah tetangga. Aku juga rajin ratus kewanitaanku agar wangi. Kubuat sendiri ramuan ratus dari tanaman rempah yang dikeringkan. Aku bahkan rajin senam kegel, biar otot kewanitaanku bisa menjepit senpurna. Semua ritual itu aku peroleh dari kebiasaan Ibu untuk menyenangkan Bapak.

Aku juga meminjam uang Ajeng untuk membeli sejumlah skin care dan alat make-up agar wajahku tidak kusam dan terlihat glowing.

Tiba harinya aku bertemu Tony. Dan aku baru saja mengirim pesan untuk mengingatkannya soal pertemuan kami hari ini.

Aku tahu nomor Tony dari bartender di Coyote Club. Saking senangnya transaksi kami hampir berhasil, aku sampai lupa menanyakan nomor Hp pada Tony. Tapi tak kurang akal, aku meminta nomor Hpnya pada seorang bartender. Untung aku berhasil meyakinkannya bahwa aku bukan orang jahat yang akan berbuat macam-macam pada Tony. Bartender itu mau membagi nomor Tony padaku.

Tapi sejak saat itu, bartender itu sering mengirimiku pesan untuk mengajakku mengobrol dan melancarkan modus-modus agar kami bisa bertemu lagi. Aku tidak sudi. Kublokir nomornya tanpa banyak pertimbangan.

Hpku berbunyi. Tony membalas pesanku.

Oke. Aku jalan ke Selopanggung sekarang.

Aku tersenyum membaca pesan itu. Lalu kubalas ...

Mas Tony sendirian atau ngajak temen?

Lima detik kemudian Tony membalas ...

Sama Salma, calon isteriku. Kamu jangan lupa pakai jilbab.

Sial!

Aku ingin berkata kasar setelah membaca pesan balasan itu.

"Kenapa harus ngajak Salma, sih?" Aku mengambil batu untuk kulempar pada rumput-rumput ilalang di depanku.

Sudah sejak sepuluh menit yang lalu aku datang dan duduk di bawah pohon jati ini untuk menunggu Tony. Aku sudah berdandan cantik --dan berjilbab sesuai permintaannya. Tapi dia malah datang sama calon isterinya. Huh, menyebalkan!

Sialnya lagi, hujan turun tiba-tiba. Sebenarnya sudah sejak tadi mendung, tapi matahari muncul lagi waktu aku mau berangkat ke sini. Ternyata tidak bertahan lama, mendung tebal menutupi matahari lagi, dan sekarang malah hujan semakin deras begini.

Aku segera berlari menuju tembok peternakan kuda untuk berteduh. Ada sedikit barisan sisa genting yang bisa kupakai untuk berteduh, tapi tidak seberapa membantu. Rok jeans dan kaus putih panjangku tetap basah terciprat air hujan.

Lima menit kemudian, sebuah mobil sedan merah marun mengkilap berhenti di depan tanah kosong milikku. Kaca jendela hitamnya perlahan turun menampakkan wajah rupawan yang kukenal, "Masuk!" Tony berseru sambil mengayunkan satu tangannya.

Aku segera berlari menuju mobil itu dan membuka pintu belakang. Tapi sebelum aku sempat masuk Tony sudah memerintahku lagi, "Duduk depan saja biar kita bisa ngobrol."

Aku mengangguk. Basah kuyup kututup lagi pintu belakang. "Ya ampun, hujannya deres banget." Aku mengeluh setelah duduk di sebelah Tony.

"Sori, aku sudah membuatmu kehujanan." Tony berkata sambil memasang wajah bersalah.

Aku mengibaskan satu tangan, lalu mencabut tisu di dashboard untuk mengelap bajuku dari air hujan. Walaupun sebenarnya percuma, bajuku tetap saja basah. "Nggak apa-apa, Mas. Hujannya emang dadakan. Tadi masih terang, tau-tau hujan deres gini." Aku baru ingat sesuatu. "Oya, katanya sama Mbak Salma, kenapa Mas Tony sendirian?"

Ningsih, Wanita SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang