23. Sebuah Tahap

595 64 15
                                    

Jika sudah dikecewakan, sudahlah
Saatnya memulai tahap baru.
Terbiasa, melupakan dan hilang.

~

23. Sebuah Tahap

Anggia berlari keluar dari kelas Reynaldi. Hanya ada hentakan kaki dan rintikan air hujan membasahi halaman sekolah itu, nampaknya semesta menyetujui akan yang terjadi.

Anggia berlari dilapangan, lalu terduduk lemas saat itu juga, dia benar-benar tidak mempunyai tenaga lagi. Kenapa dia seperti ini? Kemana dirinya yang kuat dan tidak cenggeng?

"Kak Rey jahat," lirihnya. "Kak Rey jahat ... jahat ...."

Tangannya memukul-mukuli semen batu di depannya. Tangisnya semakin menjadi-jadi ketika mengingat kejadian beberapa menit yang lalu, hal itu benar-benar diluar dugaan, dan terbukti jika perasannya mengecewakannya. Sudahlah, ia akan sesegera mungkin menghilangkan perasaan ini.

"Gue bodoh banget, bisa percaya sama dia, gue bodoh! Lo bodoh Gia, lo bodoh!"

Sebuah tangan terukur di depannya, Anggia langsung menatap sang pelaku dengan sedu, matanya yang memerah dan air mata yang terus mengalir seperti air hujan yang mengalir deras.

Dia menggeleng. "Jangan tanya aku kenapa ... Aku lagi nggak baik-baik aja," lirihnya serak disertai isakan.

"Aku nggak akan nanya kamu kenapa, aku cuman pengen bawa kamu pergi," ucapnya.

Anggia membalas uluran tersebut, dia langsung memeluk cowok di depannya ini. Tangisnya bertambah pecah saat itu juga, dia benar-benar tidak bisa menahan tangisnya.

"Kak Dev, dia jahat," lirihnya disertai isakan.

Ya, dia adalah Devan, dia sangat khawatir saat gadis ini tidak pulang-pulang, hingga akhirnya dia memilih menjemput.

Devan membelai rambut gadis itu dengan lembut. Tangannya yang kiri masih setiap memegang payung yang ia bawa tadi.

"Kita pulang," bisiknya.

Devan membawa Anggia pergi dari sana dengan tangan yang memeluk pinggang gadis itu, nampaknya, Anggia kedinginan.

Devan segera mungkin menyalakan mobilnya, sedangkan Anggia hanya diam, pikirannya dengan sekejap memikirkan hal yang tidak pernah dia inginkan. Benar-benar menyakitkan bagi siapa saja yang merasakan. Kehilangan seseorang yang dicintai dan bahkan harus melupakan orang itu.

Love is gone. Menghilangkan rasa yang berhasil membuatnya seperti orang bodoh! Hingga, saat ini yang dia capai adalah tahap. Terbiasa, melupakan dan hilang.

***

Mata Reynaldi tak lepas dari Anggia, gadis itu tengah berpelukan dengan seorang cowok yang baru saja datang lalu mengajaknya pergi. Matanya memanas, bisa-bisanya dia pernah dekat dengan gadis seperti itu!

Dia berbalik, kakinya perlahan demi perlahan melangkah pergi.

"Cowok kayak Kakak, nggak pantes buat dicintai!"

"Dan ternyata keputusan aku buat nggak menyukai Kakak lagi itu adalah keputusan yang terbaik."

"My love will disappear."

Perkataan Anggia terus saja terngiang-ngiang di kepala Reynaldi, suara itu seakan-akan muncul begitu saja, dan hal itu benar-benar menganggu pikirannya.

Reynaldi berdecak pelan. "Don't tell me that your love is gone."

"Bahkan gue nggak pernah berharap buat lo berhenti suka sama gue, tapi sepertinya sudah terlambat, perasaan lo perlahan demi perlahan mungkin akan menghilang," lirihnya.

Truth Or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang