Part 19
Beberapa sosok, menampakkan tubuh mereka, tubuh dengan tinggi separuh manusia dewasa normal. Mereka menunduk penuh hormat, terhadap gadis berambut pink.
"Maaf atas kelancangan kami, tuan putri negri timur." Ucap sosok yang terlihat paling tua, di kelompok itu "kami pikir, anda adalah perusak makam, yang mulia ratu."
"Para kurcaci rupanya" sapa gadis itu hangat, tersenyum ramah "lama tidak jumpa, terimakasih selama ini sudah menjaga makamnya baik-baik."
Para kurcaci itu, terlihat salah tingkah menerima pujian seperti itu.
"Maaf, kami tidak berdaya melawan ratu yang sekarang. Namun kami pastikan, keselamatan anda terjamin di istana ini."
"Maaf, kalau merepotkan kalian" kata gadis itu tersenyum manis "terima kasih, banyak atas semuanya."
Di negri selatan, seorang berambut kuning mendapatkan sebuah kabar, kalau putri terbuang negri timur, telah kembali. Dia diminta, untuk mempertimbangkan pernikahan, untuk menyatukan kedua negri.
Dia terlihat bingung, dan bimbang, hendak menolak, yang mengajukan sang raja sendiri. Tidak ditolak, berarti ia harus menikahi, seorang gadis yang tidak dikenal! Ia terjebak politik rumit, membuat kepalanya, pusing tujuh keliling.
Kembali ke ruang tamu negri barat, gadis berambut pink bangun, mendapati seorang pria tua berambut merah, terduduk di kursi sebelah kasurnya. Pria tua itu tertidur lelap, dalam posisi duduk, menghadap gadis berambut pink.
Gadis berambut pink terlihat prihatin, dengan cara pria tua ini tidur, namun tangannya menggepal kencang.
"Jangan panggil aku ayahanda!"
Ucapan kasar itu, terngiang ditelinga gadis itu, membuatnya marah memandang orang tua ini. Gadis itu memilih pergi ke sebuah tempat, dalam ingatannya.
Di sebuah gazebo bercat putih, berada ditengah taman bunga, terlihat dalam mata gadis itu, seorang ibu dan anak perempuan, terlihat bercengrama akrab.
"Jangan membenci ayahmu, ibu sudah membuat kesalahan besar pada ayahmu, nak" bujuk si ibu menatap mata kuning anaknya "seharusnya, ayahmu menikahi seseorang, dan bukan ibu. Ibumu yang egois ini, merubah masa depan ayahmu, juga dirimu."
"Kenapa ibu berkata seperti itu?" Tanya si anak bingung "ayah kawin lagi dengan wanita lain, bahkan membawa anak-anaknya kemari. Ibu bahkan disingkirkan ke istana musim dingin bukan? Kenapa malah ibu yang merasa bersalah?"