26 Juli

11 2 0
                                    

I see two silhouettes in the back of your window shade.

Are you there with another girl when I am gone.

I can't believe you'd break the promises that you made.

If you're there with another girl, I can't go on

(Dionne Warwick – Are You There)


Keberadaan Kaivan di Klub Buku jelas memberi dampak positif. Ada lima orang yang hari ini bergabung. Dua cowok yang kupikir pasti teman Kaivan. Karena terlihat mereka tampak akrab. Sisanya cewek-cewek, yang lagi-lagi melihat cowok itu seolah ia aktor keren.

Kegiatan belum dimulai karena menunggu anggota lainnya. Aku pun sibuk memerhatikan Savannah dan Alfin yang sedang ribut. Walau sesekali bola mataku entah kenapa bergerak ke arah Kaivan. Syukurlah cowok itu tidak menoleh karena ia asyik cekikikan dengan dua temannya.

"Shalat asar dulu baru ke sini lagi," tegur Savannah ke Alfin.

Aku hanya terkikik geli melihatnya. Cewek itu memang tak luput mengingatkan shalat pada orang terdekat. Beberapa hari ini, aku memang sering melihat Alfin dan Savannah mengobrol di koridor sekolah. Kadang shalat berjamaah bersama. Mungkin maksudnya baik, tapi kadang ada orang yang malah makin enggan jika disuruh.

"Lima menit lagi," tawar Alfin

"Keburu azan magrib," kata Savannah datar.

"Kalau begitu tiga menit."

Savannah menghela napas. "Aku pikir Malaikat Izrail tidak akan mau menunggu tiga menit pada setiap orang yang ingin dicabut nyawannya."

"Astaganaga," pekik Alfin panik. Kepalanya berpaling padaku, "Pev, aku izin shalat benar. Lumayan, ada yang ngingetin. Coba diingetin setiap hari."

Aku tergelak. Sedangkan Savannah nyaris menimpuk cowok itu dengan buku di tangannya. Vadinda yang di sampingnya tersenyum.

"Kamu suka enggak sih sama Alfin?" tanya Vadinda.

Savannah menarik gemas bando kucing Vadinda. "Enggak mungkin lah. Males shalat gitu."

"Benci bisa jadi cinta, loh," kataku mengompori.

"Amit-amit," sahut Savannah sambil mengetuk meja tiga kali dan mengusap perut. Nggak jelas juga tujuannya begitu.

Aku hanya menjawil pipi Savannah sebagai jawaban. Cewek itu meringis dan kuberi senyum manis. Sekadar iseng. Jenuh juga menunggu anak-anak yang lain datang. Lebih baik menjaili cewek di sebelahku ini. Tapi aku menyadari kalau Keivan menoleh ke arahku. Matanya tak bisa berbohong. Ia seolah terpana. Lalu, di detik berikutnya sadar untuk memalingkan muka.

"Ayo mulai saja kegiatannya. Nanti bisa pulang kesorean," cetus Arif.

Aku langsung tersentak dan segera membuka kegiatan. Alfin kembali sepuluh menit kemudian. Tak disangka, semua anggota begitu bergairah. Mereka semangat menceritakan buku yang di baca. Dari karya Enid Blyton, Marah Roesli, Mira W sampai Paulo Coelho. Ada juga yang membahas buku Dale Carnegie dan Muhammad 'Mice' Misrad.

Kami semua mendengarkan antusias dan sesekali mengajukan pertanyaan. Tentang rating buku, harganya, quote favorit sampai minta spoiler. Semua mendapat giliran. Buku yang paling kuingat tentang cinta tak sampai dan berakhir dengan perempuan yang dipaksa menikah. Ah, ya, Siti Nurbaya. Ternyata masih saja bisa dinikmati walau dengan cara penulisan zaman dulu. Hebat.

Lima orang yang baru bergabung hanya diminta menceritakan pengalaman membaca. Tiga cewek bisa menceritakan tentang majalah, film dari buku dan komik. Tapi dua cowok itu sama sekali tidak ingat buku yang dibacanya. Gimana bisa ingat kalau hanya membaca update status di feed? Karena itu, langsung berakhir di Kaivan. Aku tidak berharap banyak padanya. Walau ia terlihat optimis.

Clouds Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang