19 Juli

3 2 0
                                    

So I met someone.

'Cause you drove me away.

(VHS Collection – So I Met Someone).


Atas nama persahabatan, aku menyingkir karena tidak betah duduk-duduk di antara Axel dan Akila. Tapi itu tempo hari. Sekarang atas nama persahabatan juga, Axel berjanji akan menungguku sampai selesai rapat. Baguslah, ia mengerti.

Sebenarnya aku bukan rapat. Padahal sudah seratus kali aku berkata pada Axel. Hanya pertemuan terakhir dengan ketua lawas sekaligus salam perpisahan darinya—Kak Sarah—karena ia sudah kelas 12 dan ingin fokus ujian. Walau aku yakin ia tidak betah hanya duduk dan membicarakan buku-buku. Program tahun kemarin agak membosankan. Kami hanya sekadar membaca bersama.

Aku mengusulkan untuk membaca minimal satu buku dalam satu minggu. Lalu, saling meminjamkan buku yang telah dibaca. Tujuannya agar tidak perlu membeli buku yang sama dengan anggota lainnya. Sharing tentang isi buku ke teman-teman seklub. Ternyata ide segar tersebut disambut baik oleh yang lainnya.

Ironinya, ide itu mengantarkanku menuju kursi panas. Calon Ketua Klub Buku. Awalnya aku tidak suka gagasan tersebut. Tapi semuanya setuju. Dengan cara tidak khidmat, mereka hanya bertepuk tangan untuk merayakan. Mengucapkan selamat. Hanya Vadinda dan Savannah yang menepuk pundaku bangga.

Sekarang, aku mendengarkan Kak Sarah berpidato. Di sebelah kursinya, Bu Ulfa sebagai pembimbing klub ikut hadir. Sementara, kami para anggota duduk melingkari meja.

"Terima kasih atas kesempatannya sehingga saya bisa menjadi ketua di Klub Buku. Terima kasih juga karena Bu Ulfa sudah membimbing saya dan teman-teman di sini. Semoga ketua selanjutnya, Pevita, bisa semakin menggembangkan Klub Buku hingga terkenal," ujar Kak Sarah panjang lebar.

Huh. Basa-basi. Bahkan ketika MPLS berlangsung, tidak ada demo eskul dari Klub Buku. Kak Sarah menolak mengadakan demo eskul karena tak ada yang bisa disajikan. Parahnya, Bu Ulfa termakan hasutan cewek itu. Padahal kalau sekadar mempraktikkan kegiatan Klub Buku secara pantomim sudah cukup. Minimal, anak baru itu tahu keberadaan eskul ini.

Namun, Kak Sarah tak mendengarkanku. Ia malah bilang ide pantomim itu menggelikan. Lebih baik memalukan daripada tidak ada usaha sama sekali.

Ucapan Kak Sarah mulai sayup-sayup tak terdengar. Iya, aku mengabaikannya. Malas juga mendengarkan omong kosong. Aku jadi sibuk memikirkan Axel. Cowok itu menunggu di mana, ya? Ketika asyik menerka, seorang cowok membuka pintu ruangan klub dan berhambur masuk.

"Sorry, telat. Apa yang saya lewatkan?" tanya ia di tengah napas tersengalnya.

Mataku langsung memindai cowok itu. Rambutnya yang rada kecokelatan acak-acakan. Kancing-kancing seragamnya terbuka, memperlihatkan kaus putih yang melekat di tubuh. Bibir cowok itu mencetak senyum saat sadar ada Bu Ulfa di sini. Aku terpana. Ia memiliki satu lesung pipit di pipi kanan. Bisakah lesung pipit hanya di sebelah begitu?

Kak Sarah yang biasanya tidak mentoleransi keterlambatan malah tersenyum. Aneh. Mereka mungkin saling mengenal.

"Kai, Ibu bilang setelah kelas bubar langsung ke sini. Dari mana aja kamu? Main futsal lagi?" tanya Bu Ulfa.

"Iya. Maaf, Bu. Kelupaan," sahut cowok itu sambil cengegesan.

Aku mengernyitkan kening. Cowok tersebut tampaknya tidak serius datang. Ia bahkan baru selesai bermain futsal. Lalu, ia ingat kalau disuruh Bu Ulfa ke sini.

Karena tidak ada respons dari Bu Ulfa, Kak Sarah mengambil alih percakapan.

"Teman-teman, perkenalkan ini Kaivan. Ia dari kelas XI IIS 2. Untuk dua minggu kedepan Kai akan di sini bersama kalian," ujar Kak Sarah ramah. Kelewat ramah malah.

Clouds Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang