20 September

4 2 0
                                    

What is this feeling?

So sudden and new?

I felt the moment.

I laid eyes on you.

(Idina Menzel and Kristin Chenoweth - What Is This Feeling?).


Aku tidak yakin bisa memulainya sekarang. Tapi kata Savannah, sekarang atau tidak selamanya. Sudah lewat beberapa hari sejak aku membaca kode morse dari Kaivan. Kami tetap pulang dan pergi ke sekolah bersama tanpa membahasnya. Lucu sekali.

Oh, ya, aku belum menuliskan ini di halaman sebelumnya. Masa detensi Kaivan di Klub Buku sudah berakhir. Bu Ulfa mempersilakannya jika ingin tetap bertahan di eskul tersebut. Sayangnya, Kaivan menolak karena ingin fokus di futsal saja. Tapi, ia tetap menungguku sampai eskul berakhir. Seperti hari ini.

"Harusnya kamu pulang aja duluan," kataku saat kami berjalan ke parkiran.

"Kamu sudah mengatakan itu empat belas kali," katanya.

"Serius? Kamu hitung, ya?"

Kaivan tergelak. "Enggak. Aku bercanda."

Aku mengerucutkan bibir dengan sebal. Sampai parkiran, tidak banyak motor yang terparkir. Tentu saja, hari telah sore dan anak-anak sudah pulang sejak tadi.

"Aku mau lihat buku catatan ekonomimu," kataku sambil mengadahkan tangan ke Kaivan.

"Buat apa?"

"Memastikan catatanmu lengkap dan kamu bisa belajar tanpa kekurangan bahan," sahutku.

Kaivan memutar kedua bola mata. Tapi, ia tetap mengacak-acak isi tasnya dan memberikan buku catatan ekonominya padaku. Ketika membuka lembar pertama, aku sudah tahu akan melihat apa. Nyaris kosong di awal halaman. Di halaman selanjutnya malah ada fotocopy tulisanku tentang pendapatan nasional yang disteples. Ternyata, ia serius dengan omongannya tempo hari.

Aku membalik halaman selanjutnya dan menemukan catatannya yang lain. Kuteliti setiap tulisannya. Minimal ada perubahan. Kaivan sudah mencatat beberapa penjelasan guru walau tulisannya kecil-kecil dan berjarak. Agak boros sebenarnya. Lalu, aku membuka lembar-lembar selanjutnya. Hingga berakhir di halaman ini.

Secara umum, APBN dan APBD memilik fungsi sebagai berikut:

Fungsi Alokasi. Fungsi ini dipakai secara bersama karenanya disebut fasilitas umum. Hal ini disediakan pemerintah dari hasil pendapatan negara untuk dipakai bersama dan... Aku melihat Pevita menangis dan tidak tahu penyebabnya. Mau bertanya takut mengusik ranah pribadinya. Sampai ia bilang karena Axel. Rupanya cowok rese itu lagi yang menyakiti Pevita. Padahal cewek tersebut lebih manis kalau tertawa.

Aku hanya membaca sejenak ketika Kaivan mengajakku bergegas. Segera saja kunaik motornya. Sebelum motor mulai melaju, aku menyimpan buku Kaivan ke dalam tasku.

"Aku bawa pulang buku kamu, ya?" tanyaku tenang.

Kaivan mengangguk. Tanpa bantahan. Mungkin ia lupa tulisannya sendiri. Tapi, aku tidak bisa mengabaikan tulisannya begitu saja. Walau dicoret, tapi tidak terlalu tebal dan hanya garis vertikal di antara huruf-huruf kecil Kaivan. Aku bisa membacanya jelas dan itu membuat wajahku panas seperti berada di dekat kompor menyala.

"Kenapa senyum-senyum begitu?" tanya Kaivan curiga. "Aku bisa lihat ekspresimu dari spion."

"Ah, aku enggak senyum."

Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam diriku. Seakan sesuatu menggelitik di perut sekaligus meremasnya. Seolah ada rasa bangga di dada bersama kecemasan. Di perjalanan pulang yang jaraknya tak seberapa, aku berusaha menekan rasa penasaranku hingga titik nol.

Sayangnya, betapa keras aku mencoba, aku tersenyum lagi mengingatnya. Padahal cuma satu potong paragraf yang kubaca. Aneh banget, sih.

"Pev, kamu enggak kerasukan hantu parkiran, kan?" tanya Kaivan lagi sambil tertawa renyah.

Mukaku rasanya makin bahang. Karena Kaivan menoleh ke spion, aku pun hanya menggeleng dan ia sudah lihat. Di belakang tubuhnya, aku tak sabar untuk membuka lagi buku Kaivan. Aku ingin menyalin kalimat-kalimatnya ke jurnalku.


Clouds Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang