Tak terhapus kan

398 18 2
                                    


"Siang semua.." sapa Bima saat menghampiri Keluarga beserta istrinya di meja makan.

"Kamu kemana aja nak, kami menunggumu untuk makan siang. Lara sempatkan masak dalam keada'an begini" ujar ibuk, "Tak apa buk, cuman masakan biasa aja" tukasnya, Bima melirik Lara dengan senyum hangat.

"Aku habis keluar mencari tabib untuk penyembuhan Lara buk. Abis dari kebun juga" jelasnya.
"Sudah.. Kita makan dulu ya? Habis itu terserah kamu mau balij kerja atau gimana" tutur ibuk.Ecca tampak sibuk menuangkan nasi kepiring mereka.
"Mas, apa mas Bayu dan mba Ella gak di kabari akan pernikahan ini?" tanya Ecca. Semua terlihat membisu hingga Bima menggetarkan bibirnya untuk berucap.
"Kurasa tidak perlu, dan mas mohon sama kamu Ca. Jangan kasih tau Bayu!" titahnya, Cukup lama Ecca terdiam hingga melirik Ecca. Lara juga ikut bicara dengan tenang.
"Iya Ecca, mba mohon sama kamu jangan kabari Atau kasih tau Ella ataupun siapapun" desisnya, Ecca dan ibuk menghela nafas berat serentak.
"Lantas bagaimana dengan resepsinya. Ibuk sangat ingin menyelenggarakan resepsi disini nak" ucapnya. Bima mengelus bahu ibuknya lembut.
"Tak usah buk, biarkan ini akan tetap jadi rahasia. Jadi Bima gak mau di ketahui banyak orang, ibuk sama Ecca pasti paham peras'an saya" jelasnya, Kembali Ecca dan ibuk gundah namun mereka coba tak peduli dan meneruskan makan siang mereka.

                                             ***
Mobil pribadi Bima mellesat pelan memasuki gerbang rumah baru, setelah beberapa hari tinggal di rumah ibuk, Bima membawa istrinya untuk tinggal berdua di rumah baru mereka. Rumah mewah khusus dibeli Bima untuk Lara.
Trakt
Bunyi pintu mobil terbuka Lara terdiam mematung melihat rumah bak gedung kini berdiri kokoh di hadapannya entah kenapa matanya berkaca-kaca.
"Mas.. " desisnya menoleh pada Bima, pria itu mendekat sembari merangkul tubuh Lara.
"Rumah masa depan kita.. Kamu akan melahirkan anak kita disini dan membesarkannya di rumah ini selamanya! Gimana kamu suka?" tanya Bima, Lara merintikkan air mata dan reflek menghapusnya.
"Mas, Kamu terlalu berusha menghiburku. Ini semua tidak perlu mas. Kita bisa tinggal bareng ibuk dan satu lagi anak ini-" ucapan Lara terhenti disanggah oleh Bima yang sontak meremas bahunya.

"Berapa kali aku bilang. Jangan berdebat lagi pasal janinmu ini anak siapa! Aku sudah disini sekarang, suamimu! Aku akan jadi ayahnya" ujarnya sedikit geram, Lara tertunduk dengan rintik air mata.
"Kita tidak bisa lama-lama tinggal di rumah ibuk, karna aku gak mau Bayu mengetahui keberada'an kita" ujarnya lagi. Lara hanya bisa tertunduk sembari mengangguk. Reflek Bima menuntun Lara kerumah.

"Kamu istirahat lah, Aku sudah sewa pembantu untuk mengurusmu, aku harus kembali ke kebun" ujarnya, Lara menoleh dengan raut wajah yang penuh tanda tanya.

"Kebun?"
"Ya, kebun karet!, Almarhum kakek mewarisi pada kedua putrinya waktu itu. Hingga sampai di kelola oleh Bayu karna baik aku ataupun ibuk tidak bisa mengelolanya, walau ibukku yang tertua dia hanya lulusan SMP, Buk inem ibuknya Bayu yang bisa di harapkan untuk mengelola kebun itu hingga kami berdua besarpun Bayu tetap lebih unggul dariku" jelasnya, Lara mendegup entah kenapa setiap mendegar cerita tentang bayu hatinya teriiris.
"Jadi sekarang, mas Bayu tidak mengelola kebun lagi" tanyanya
"Ya seperti itulah" singkat Bima, Lara mendegup. Entah kenapa ada sedikit sedih bahwa tak ada lagi kesempatan untuk bisa bertemu Bayu. Mas Bayunya tlah alihkan semua tanggung jawab pada Bima, mata Lara berkaca-kaca.
"Ini memang bagus untukmu Lara. Aku tau kamu belum bisa melupakan Bayu. Mau gak mau! Dan itu harus kamu harus lupakannya. Aku bicara begini karna aku sayang padamu" jelas Bima, Mengelus bahu istrinya sedikit dan beranjak pergi. Lara tertinggal dengan rasa sesak didadanya entah kenapa air matanya mengalir perlahan.
Serasa dia dan Bayu tengah ada di dua dunia yang berbeda tak bisa ia sentuh bahkan haram untuknya dirindui.

Drrrt drrrrt
Bunyi ponsel Luna berdering, dengan secepat kilat gadis remaja itu berlari ke gubuk di tengah sawah itu mengambil ponselnya, nafasnya terengah setelah berlari sepanjang pematang di tengah panas.
"Halo?" ujarnya,
"Halo saya Bayu, saya masih bisa bicara dengan Lara?" ucapnya, Gadis itu terperanjak dan secepat kilat menjauh dari mak bapak dan kakaknya.
"Mas Bayu? Ada apa mas?"
"Dek, mas Mohon tolong berikan ponsel ini pada Lara"
"Tapi mas, Kak Lara udah ikut suaminya" ucapnya, Bayu terdengar berdecih.
"Dia tinggal di mana?"
"Jauh mas, maaf Luna gak bisa kasih tau" ungkapnya.
"Luna, apa semua baik-baik saja? Suaminya bisa menerima kandungan dalam rahimnya? Janin it-"
"Bisa mas, dia pria yang baik. Dia bersedia menutupi kekurangan kami dan bertanggung jawab atas itu. Mas tenang saja kak lara sudah bahagia" jelasnya, Bayu berdecih terdengar sesegukan menangis.
"Luna izin tutup telponnya mas" pintanya.
"Tt-unggu Na, apa kamu punya nomor ponsel kakakmu?"
"Maaf mas, aku gak bisa kasih"
Tut....
                                     ***
Malam yang dingin, Lara masih saja berjibaku dengan sakitnya rasa gigil yang seakan meretakkan seluruh tulangnya itu, Ia coba melingkar bungkuk diatas tempat tidur membalut selimut tebal. Gertakan giginya terdengar pelan karna gigil akan kedinginan badannya memanas air matanya terus saja mengucur mengelus perutnya, rasa khawatir akan janin yang kandung membuat dia sedih takut-takut kalo penyakit ini membahayakan buah cintanya bersama Bayu.
"Mas... Aku harus bagaimana" rengeknya gemetar. Bunyi mobil terdengar memasuk Garasi. Dengan langkah tergesa dan cemas Bima memasuki Rumah, perjanjianya dengan pembantu yang akan masuk kerja hari ini ternyata gak bisa masuk hari itu dikarnakan ada insiden di perjalanan. Nafas Bima tak beraturan mendatangi istrinya kekamar.
Trakt..
Bunyi pintu terbuka, melihat Lara melingkar berbalut selimut diatas kasur sembari gemetar membuat Bima khawatir parah.
"Sayang.. Kamu tak apa kan?" ucapnya langsung merangkul dan memeluk lara, wajah pucat pasi dan badan memanas membuat Bima terkejut hebat. Kembali ia menoleh pada bantal yang tlah bersimbah darah, yang dari tadi mengalir dari hidungnya.
"Bertahanlah sayang, kamu pasti sembuh" lirih Bima menggendong istrinya keluar. Sayup-sayup Lara membuka mata melihat wajah Bima, matanya merintikkan air mata. Hati Lara teranyuh saat bisa merasakan ketulusan dan perubahan sikap Bima yang belum juga ia bisa terima sepenuhnya. Setelah menyenderkan Lara di kursi mobil hingga menyelimutiny, Bima bergegas ke bangku supir. Cengkraman lembut tangan Lara menghentikan geraknya.
"Kamu gak usah terlalu cemas begitu .. Aku tidak apa-apa kok" lirihnya, Bima menarik ujung bibirnya terkekeh sedih. Sontak saja ia mengkecup kening wanita itu dan bergegas menyalakan mesin modari

Lara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang