Bab 1 - Dua Sisi

48 7 1
                                    

Allen perlahan membuka matanya, kesadarannya kembali sedikit demi sedikit seperti kabut yang terangkat. Dia meringis saat merasakan tanah kasar di bawahnya, seperti kerikil yang bergesekan dengan kulitnya. . "Hah...?" Ia menggosok-gosok kedua matanya, lalu memandangi area sekitarnya.

Berkedip berat, dia mengamati sekelilingnya dengan kebingungan. Hamparan tanah luas terbentang di hadapannya, sebuah ladang tandus tanpa kehidupan. Langit di atas merupakan perpaduan warna-warna yang membingungkan, berputar-putar dengan warna-warna yang tampaknya bertentangan dengan tatanan alam. "Ini di mana?" Ia bergumam pada dirinya sendiri, suaranya hampir tidak terdengar di kehampaan yang luas.

Ia terduduk di lapangan tanah yang luas. "Ekh..." Ia perlahan bangun.

"Ini di mana..." Tanya Allen, menelisik sekitarnya. Yang mana di sekitarnya tampak begitu gersang.

Di balik masing-masing sisi tadi, terlihat dua pemandangan yang saling bertolak belakang, yang mana sisi berwarna-warni menunjukkan pemandangan yang tampak indah, banyak pepohonan hijau.

Sementara di sisi hitam, terdapat pemandangan yang sangat bertolak belakang, yaitu suasana yang tampak buruk, banyak pohon-pohon yang kering, awannya berwarna gelap.

Saat dia berusaha untuk bangkit, helaan napas tiba-tiba keluar darinya. Di sebelah kirinya, aurora cemerlang berbentuk persegi besar berwarna-warni berkilauan dengan cahaya dunia lain. "Hah?!"

Keindahannya sangat mencolok, sangat kontras dengan kegelapan mengerikan yang muncul di sebelah kanannya. "Apa-apaan ini?!

Di sana, langit berwarna hitam pekat, menindas dan memberikan firasat buruk. Udara terasa berat dengan rasa ancaman yang nyata. Kenangan melintas di benak Allen—bayangan perang, tank yang menyerangnya, dan kemudian kehampaan. Apakah dia sudah meninggal? Apakah ini kehidupan setelah kematian yang aneh?

"Ini bukan alam baka." Dari belakang Allen terdengar suara.

Allen menoleh kaget, "Kau...?" Di hadapannya, terdapat seorang laki-laki berdiri menatapnya datar. "Siapa?" Tanyanya segan.

"Ternyata memang ada orang baru lagi." Laki-laki itu menggaruk-garuk kepalanya, "Kemarilah." Pintanya.

Allen tersadar bahwa laki-laki itu berada di sisi hitam, "Kau...?"

"Cepat."

Allen perlahan menggeleng, "Tidak!" Tolaknya, "Aku tidak mau ke situ."

Laki-laki itu menghela napas, "Haduh..." Ia menggaruk-garuk kepalanya, "Keras kepala sekali." Keluhnya, "Jika kau melangkah ke seberang sana, kau akan menyesal." Ujarnya lagi, "Karena sekali kau melintasi sisi berwarna-warni itu, hampir tidak ada jalan kembali lagi."

"Maksudnya apa?" Tanya Allen lagi.

"Saya cuma bisa bantu dari sini." Tegas laki-laki itu lagi, "Sisanya sekarang terserah kamu."

Rasa ragu kian menggerogoti Allen. Dia telah melewati kejamnya peperangan, dan kemudian mendapati dirinya berada dalam keanehan yang nyata ini. "Ampun..." Akhirnya, setelah ragu-ragu sejenak, dia membuat keputusan dan dengan ragu-ragu melangkah menuju sisi hitam.

"Syukurlah." Laki-laki itu tersenyum lega, "Ellan." Ia memperkenalkan diri, sembari mengulurkan tangannya.

Allen tampak asing dan merasa aneh, apalagi karena mereka berjarak agak jauh dan laki-laki yang bernama Ellan itu sudah mengulurkan tangan, "A-Aku..." Ia berjalan mendekat Ellan, "Allen." Jabat tangannya pada Ellan.

Ellan terperangah, "Nama kita agak mirip 'ya?" Gelengnya, "Ya sudah, ayo ikuti aku."

"Ikut?!" Allen tampak bingung, "Ikut ke mana?" Tanyanya tampak panik.

Ellan menghela napasnya, "Tenang, aku bukan orang jahat." Tarik tangannya pada Allen, "Ayo."

Sambil menarik napas dalam-dalam, Allen melangkah ke samping Ellan, pikirannya berputar-putar dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Pemandangan di sekitar mereka tetap suram dan terpencil, sungguh berbeda jauh dengan tempat ia hidup sebelumnya, "Tadi..." Panggil Allen, "Tadi kau bilang ini bukan alam baka 'kan?"

"Iya." Angguk Ellan. "Aku ingin menanyakan sesuatu sebelum kau bertanya lagi."

Dahi Allen mengerut, "Boleh." Angguknya, "Mau tanya apa?"

"Punya pengalaman tempur?" Tanya Ellan langsung.

Allen lagi-lagi kebingungan, dan hanya mengangguk, "...Iya."

Ellan bertanya lagi, "Pekerjaanmu?"

"Tentara..." Jawab Allen.

Ellan berhenti tiba-tiba, berbalik menghadap Allen dengan tatapan tajam. "Pakaianmu tidak terlihat seperti tentara." Sorot matanya berlalu dari bawah hingga atas, dia mengamati, mengamati seragam Allen yang tidak biasa—perpaduan antara warna coklat dan hijau, dihiasi dengan pola yang rumit.

Allen tertawa dongkol, "Ah, masa?"

Ellan tidak menjawab lagi dan kembali melangkah, "Sebentar lagi kita sampai."

Saat mereka melintasi medan yang suram, Allen tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa setiap langkah membawanya semakin dalam ke dalam misteri yang tidak siap dia ungkapkan. Allen hanya mengangguk tanpa jawaban, ia rasa ia takkan mendapat jawaban jika bertanya sekarang. "Ya udahlah." Gumamnya pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Udara berderak dengan keheningan yang mencekam.

Bersambung...

Journey On Dieverthe (Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang