Pagi-pagi sekali ia dan Leslie pergi menuju hutan, dengan dalih akan membuka tutup bagian atas untuk mengeluarkan asap semalam.
"Anu..." Allen mencoba bertanya, "Apa kita benar-benar akan ke sana?" Matanya menelisik ke sekitar,
Leslie mengangguk, "Lagi pula kau ingin tahu seperti apa tempatnya, 'kan?" Tanyanya balik, "Aku tidak berniat untuk membohongimu."
"Aku sih percaya kalau kau tidak berbohong, hanya..." Balas Allen gugup. "Kenapa kita harus berbohong pada Ellan dan yang lain?" Tanyanya lagi, "Dan juga, kenapa harus bawa tombak segala?"
"Hmm?" Leslie menoleh, "Kita baru kenal dan kau percaya begitu saja?" Ia tampak tidak percaya, "Orang yang aneh."
Allen tercekat, "H-Habisnya... aku rasa kita di pihak yang sama sekarang..."
Leslie menghela napasnya, "Begitu 'ya..." Angguknya, "Alasan itu sudah cukup bagimu untuk percaya." Ia lalu mengangkat tombaknya, "Kita bisa sekalian berburu dengan ini, makanya aku suruh sekalian bawa tombak tadi."
"Pantas saja..." Allen mulai paham, "Jadi, apa masih jauh?" Tanyanya lagi.
Leslie menjawab, "Sebentar lagi sampai kok."
Kilas balik ke kejadian semalam...
--
"Jadi, apa yang mau diceritakan padaku?" Tanya Allen pada Ellan, mencoba menagih janjinya.
"Ah, iya, iya." Ellan hampir lupa dengan janjinyw sendiri, "Sini biar kuceritakan, bersama yang lain juga." Ellan yang sedang menggigit daging bakarnya, mengumpulkan semuanya di tengah-tengah ruangan.
Mereka semua membentuk lingkaran, lalu di tengah-tengah diletakkan piring berisi daging yang barusan dibakar.
"Sebenarnya, sebelum aku ceritakan..." Ellan memulai pembicaraan.
"Aku, eh bukan, kami semua di sini, ingin mengetahui kenapa kamu bisa di sini."
Allen menatap Ellan dan yang lainnya, "Aku? Kenapa aku di sini?" Tunjuknya pada diri sendiri.
"Aku sendiri bahkan tidak tahu kenapa aku bisa di sini." Sanggahnya.
"Bukan begitu, maksudku..." Timpal Paul, "Kejadian terakhir sebelum kau terbangun di sini, masih ingat tidak?" Tanyanya, langsung ke inti.
Allen tersentak, "Kejadian terakhir...?!" Ia merunduk, "Yah, sebenarnya..." Ia tampak ragu untuk berbicara.
"Bagaimana aku menceritakannya ya..."
"Tidak apa, ceritalah." Bujuk Jun, "Supaya kita semua sama-sama jelas." Ujarnya, "Iya 'kan?" Tanyanya pada yang lain, yang akhirnya dibalas oleh anggukkan masing-masing.
Allen mencoba meyakinkan diri, "Baiklah..." Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya, "Sebenarnya, di tempat asalku sedang terjadi perang."
"Perang...?" Ellan dan yang lainnya saling berpandangan, "Ah iya, kau sendiri pernah bilang denganku kalau seragam yang kau pakai itu milik tentara 'ya."
Allen mengangguk, "Dan juga, perang yang terjadi ini benar-benar dadakkan." Ujarnya, "Pagi itu, saat aku berjaga di pos, rekanku mengabarkanku kalau tentara dari negara seberang datang." Ia mulai bercerita.
Sudut pandang Allen, sebagai pencerita.
"Allen! Allen!" Rekanku Agam berlari tersengal-sengal menghampiri ku, yang mana sontak membuatku kaget.
"Ada apa ini?!" Tanyaku terkejut, "Kenapa kau panik begitu?!"
Agam menjelaskan, "Cepatlah... beritahu yang lain!" Ujarnya masih tersengal-sengal, "Tentara musuh... tentara musuh datang!"
"A-Apa maksudnya...?!" Aku tercengang mendengarnya, "Pagi-pagi ini kau sudah bercanda-"
"Barusan mereka mengumumkan perang!" Potong salah satu rekanku lagi, Andrew, dia datang dari arah yang berbeda, "Aku mendengarnya dari radio." Tukasnya.
Aku masih tidak percaya, "Apa-apaan ini, konyol sekali?!" Bantahku, "Kenapa pula mereka mau perang segala?!"
"Mereka sudah kehilangan akal sehatnya! Karena itu kita juga, ayo!" Andrew memaksaku pergi dengannya.
"Mau kemana?!" Tanyaku memberontak.
"Kita harus buru-buru mengabarkan ini pada militer pusat." Jawab Andrew.
"Aku sudah mencoba mengabari lewat jaringan komunikasi radio, tapi entah kenapa selalu terputus." Jelasnya.
"Sepertinya mereka memang sudah merencanakan ini matang-matang. Bisa jadi, merekalah yang memutus jaringan komunikasi kita."
---Cerita berhenti sejenak, kembali ke sudut pandang ketiga—
"Setelah itu, aku berpisah dengan rekanku yang lain dan langsung menuju kemiliteran pusat." Jelas Allen, "Agak memakan waktu, tapi setidaknya cukup."
Jun mengangguk-angguk, "Lalu, setelah itu?"
"Setelah itu..."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey On Dieverthe (Book 1)
Misterio / Suspenso1st of Dieverthe's Trilogy Project Allen terjebak di sebuah dunia yang asing baginya. Di sana, ia bertemu dengan orang-orang yang bernasib sama, menjalani aktivitas tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka. Ia bersama yang lainnya pun mu...