Bab 3 - Pendatang

13 4 0
                                    

"Kami kembali." Ellan muncul dari pintu, bersama dua orang di belakangnya.

Jun bersorak girang, "Wah! Dapat apa nih?"

"Rusa tiga ekor, nih." Pria yang bernama Paul melemparkan karung yang ia pikul ke tanah, "Duh, lelah sekali..." Ia menghela napas.

Allen terperangah, "Rusa tiga ekor dimasukkan ke dalam karung...?!"

"Iya." Angguk Paul, "Tunggu dulu, kau siapa?" Tunjuknya pada Allen, sembari menatap ke yang lain. "Ada pendatang baru?"

Ellan menjelaskan, "Dia orang yang kutemukan di perbatasan, dan nyaris masuk ke daerah seberangnya."

"Oooh. Nyaris 'ya?" Paul mengangguk-angguk, "Nyaris dong!?" Tanyanya lagi dengan wajah terkejut.

"Ya memang." Jawab Ellan lagi, "Kau ini selalu saja begitu, hih."

"Ngomong-ngomong, namamu siapa?" Tanya Paul pada Allen. "Kan kita sekarang satu tim, jadi harus kenalan dong?"

Allen tersenyum sumringah, "Ah... namaku Allen, salam kenal!" Ia mengulurkan jabat tangan.

"Aku Paul, salam kenal." Paul langsung merangkul Allen erat-erat. "Karena kau baru di sini, akan kuajari kau semua tentang dunia ini!" Serunya bersemangat, "Pertama-tama, kita mulai dari-"

"Hentikanlah." Potong Ellan, "Aku sudah memberitahunya tentang tempat ini, dan kenapa dia bisa ada di sini. Seharusnya itu sudah cukup."

Allen menggeleng, "Belum." Ujarnya, " Aku masih belum paham apa yang terjadi di dunia ini, dan kenapa kita berada di ruangan bawah tanah ini." Sorot matanya menelisiki sekitar.

"Dan juga..." Ia teringat akan kejadian sebelumnya, "Dua sisi yang berbeda tadi... apa yang sebenarnya terjadi?"

"Beban." Yang bernama Leslie tiba-tiba buka suara, "Tidak tahu diuntung ya, sudah dibawa ke sini padahal." Leslie mendengus, "Kalau saja kau melewati sisi yang berwarna-warni tadi, kau akan menyadari kalau tidak semua sesuai dengan yang terlihat di mata, tahu." Ia mendorong Allen.

Jun memegangi Leslie, "Hentikan, jangan kasar begitu."

Leslie pun refleks mendorong Jun juga, "Jangan sentuh aku!" Bentaknya pada Jun, "Karena itu, lebih baik kau tidak usah tahu." Ia menatap tajam Allen.

"Nanti akan kuceritakan." Ellan membuka mulut, "Sekarang sudah mau malam, lebih baik kita bersiap-siap menyiapkan makanan dulu." Ia merangkul Allen, "Percayalah, aku tidak ada niat buruk denganmu, sama sekali tidak ada."

Paul langsung menjauhkan Allen dari Leslie, "Sudahlah, sekarang ayo bantu aku membakar daging rusa ini." Ia menarik lengan Allen dan menuju ruangan lain, "Jun, bawa karung daging rusanya, jangan lupa."

"Baiklah..." Angguk Jun pelan. Ia pun segera mengangkat karung yang beiris daging rusa yang dilempar oleh Paul tadi, "Aduh... beratnya.."

"Ini dia, ruangan untuk membakar dagingnya." Paul membuka pintu di ujung ruangan.

"Jadi seperti yang kau lihat, semua ruangan ini saling berhubungan, dan di dalam sini juga ada pintu darurat. Yaa, seringkali kita memang lewat sini daripada lewat sumur tadi sih." Ia menjelaskan,

"Kamu mungkin akan bertanya, kenapa atap di ruangan yang ini menjulang ke atas, jadi biar kujelaskan." Tunjuknya ke atap ruang pembakaran daging.

"Kok tahu..." Allen hanya mengangguk-angguk.

"Baiklah. Jadi karena di sini kita akan menggunakan kayu bakar, tentu saja akan menghasilkan asap yang jika dihirup akan sangat tidak mengenakkan, bukan? Karena itu, atap yang menjulang ini adalah untuk mengalirkan asap-asap ini ke atas sana." Jelas Paul.

"Nah, setelah asapnya terkumpul di sana, besok paginya baru kita buka tutup bagian atasnya supaya asapnya keluar."

Allen mengerutkan dahinya, "Kenapa tidak sekarang saja?"

"Itu dia." Paul menjentikkan jarinya, "Nanti akan kujelaskan." Ujarnya. "Sekarang, ayo bantu aku membakar daging-daging ini."

Sementara itu, Ellan mengajak Leslie untuk berbicara empat mata, "Kau tahu, tadi itu terlalu kasar, lho." Ujarnya. "Tidak seharusnya kau bersikap begitu padanya."

"Memangnya kenapa?' Bantah Leslie, "Aku hanya menyadarkannya, tidak semua hal harus dia ketahui." Balasnya.

"Karena kadang, kebenaran itu menyakitkan." Pikirannya kembali memutar rekaman memori pada masa-masa silam.

Ellan menepuk jidatnya, "Kau masih saja berpikir seperti itu?" Ia tak habis pikir, "Padahal di awal pun kau juga sama saja."

"Apa?" Balas Lesie sinis, "Mau mengungkit-ungkit tentang aku yang dulu? Yang terlalu bodoh ingin mencari tahu kebenarannya?"

"Tapi nyatanya kau begitu 'kan?" Tegas Ellan, "Itu manusiawi. Entah kau, aku, Jun, Paul, dan juga dia...!"

Leslie menghela napasnya, "Sisi manusiawi itulah yang menghambat."

"Aku tidak mau berdebat lagi." Ellan mengakhiri pembicaraan, "Untuk sekarang, aku minta kau jangan terlalu frontal." Ia langsung meninggalkan Leslie.

Leslie tidak bergeming dari posisinya, "Ya... kalau itu maumu..." Ia memandangi Ellan yang kian jauh melangkah, "Berarti, aku tidak punya pilihan lain."

Bersambung...

Journey On Dieverthe (Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang