Sejam kemudian ketiga remaja itu tiba di kaki bukit kecil. di atas mana terletak Museum Peterson. Bukit itu berseberangan jalan dengan Griffith Park, sebuah tempat rekreasi yang sering didatangi Jupiter serta kedua kawannya untuk berpiknik di situ. Bukit kecil itu ditumbuhi rumput hijau. Di atasnya terdapat sebuah bangunan yang besar sekali dengan dinding berlapis plesteran. DI kiri kanannya ada bangunan tambahan. Masing-masing dengan atap berbentuk kubah. Sebuah jalan selebar dua jalur berkelok-kelok menuju ke sisi belakang gedung itu. sementara satu jalan lain menurun dan merupakan jalan ke luar.
Mobil-mobil besar dan kecil bergerak dengan lambat menyusur jalan masuk. Jupiter, Bob dan Pete berjalan kaki ke atas. Mereka berjalan di tepi sekali, supaya tidak mengganggu kelancaran laju lintas. Tempat parkir nampak sudah terisi mobil yang lumayan banyaknya. Sementara itu masih banyak lagi yang mengalir terus ke dalam. Tidak henti- hentinya nampak penumpang turun.
Umumnya mereka itu anak-anak. Banyak di antaranya yang memakai seragam pramuka. Puluhan pramuka cilik berpakaian seragam biru dengan Ikat leher keemasan berlari kian kemari dengan berisik. sementara para pimpinan mereka berusaha menenangkan suasana.
Rombongan pramuka putri yang berpenampilan anggun memperhatikan anak-anak itu dengan perasaan sebal. Beberapa pramuka remaja bertubuh jangkung nampak pula di situ. Mereka menyandang ransel, dengan kapak terselip di pinggang.
"Aku ingin mempelajari denah tempat ini," kata Jupiter pada kedua temannya. "Kita periksa dulu bagian luar museum."
Mereka berjalan lambat-lambat lewat bagian belakang gedung besar itu. Bob melihat bahwa keterangan Jupe mengenai jendela museum ternyata benar. Dulu di situ ada jendela, tetapi yang terdapat di tingkat dasar dan di kedua bangunan tambahan kini sudah ditutup dengan tembok. Ia begitu sibuk memperhatikan gedung itu, sehingga tidak melihat serombongan pramuka cilik beserta pimpinan mereka yang berjalan ke arahnya.
"Uhh! Maaf," kata Bob. Ia menubruk seorang pramuka cilik. sehingga anak itu terpelanting ke rumput Pramuka itu bergegas bangun kembali sambil tersenyum, menampakkan satu gigi emas yang berkilauan. Anak itu lari bergegas menyusul rombongannya.
"Wah, wah!" kata Jupiter. "Coba lihat itu!"
"Apa yang harus dilihat?" tanya Pete. "Aku tidak melihat apa-apa, kecuali tembok belakang gedung."
"itu - kawat itu!" kata Jupiter. "Kaulihat tidak? itu - kawat listrik itu. yang terbentang dari tiang ke sudut itu lalu masuk ke rumah. Kawat itu bisa diputuskan dengan gampang."
"Siapalah yang merasa perlu memutuskannya," kata Bob.
"Pencuri," jawab Jupiter. "Tentu saja itu sama sekali takkan mempengaruhi sistem pengaman di sini, yang kita ketahui bekerja dengan aliran listrik tersendiri. Tapi walau begitu. kemungkinan terputusnya aliran listrik ini saja sudah merupakan satu titik lemah."
Sementara itu mereka sudah selesai mengelilingi gedung, dan "ini menuju ke pintu masuk yang terdapat di depan. Mereka tidak memakai seragam pramuka. Karena itu mereka ditarik uang masuk masing-masing dua puluh lima sen.
Sesampai di dalam, seorang penjaga menyuruh mereka menuju ke kanan. "Ikuti terus tanda panah," kala penjaga itu.
Ketiga remaja itu berjalan lewat sebuah serambi dalam dan sampai di bangunan sayap kanan Mereka memasuki sebuah ruangan besar dengan langit-langit berbentuk kubah. Tinggi puncaknya paling sedikit sama dengan bangunan bertingkat tiga. Semacam balkon terdapat pada setengah bagian ruangan itu. Di situ terpasang tulisan,
"Tutup".
Di dinding tergantung lukisan yang besar-besar, berbingkai pigura berukir-ukir. Lukisan-lukisan itu merupakan bagian dari pameran tetap di museum itu. Tapi saat itu Trio Detektif tidak tertarik untuk melihat lukisan. Mereka datang untuk menonton pameran permata.
KAMU SEDANG MEMBACA
(06) TRIO DETEKTIF : MISTERI KURCACI GAIB
Science Fictionterdengar seseorang berseru dengan lantang. Suaranya bahkan mengalahkan kebisingan dering alarm. Kemudian alarm dengan tiba-tiba berhenti berbunyi, seakan-akan ada yang memutar tombol darurat yang mengatur arus listriknya yang khusus. "Anda saya ta...