Bab 3:

62.9K 4.1K 111
                                    

☘️☘️☘️

"Kenapa hidup aku kayak gini, Nis? Kenapa aku tidak berguna seperti ini? Aku juga pengen bahagiakan orang tuaku."

Setetes air mata Aisha mengalir. Dia menumpahkan kesedihannya di rumah sahabatnya, Nisa. Selama perjalanan pulang ia menahan diri untuk tidak menangis. Ini sudah lebih dari sekali ia ditolak beberapa perusahaan.

"Tenang ya. Pasti ada kok jalannya. Ingatlah, Allah tidak pernah tidur," kata Nisa.

Beruntungnya Nisa karena ia baru selesai magang di salah satu Bank Syariah Indonesia. Lalu, pimpinan cabang perbankan menawarkan kontrak kerja baru. Seandainya saja nasib Aisha sebaik gadis itu.

"Kamu enggak usah nangis. Aku bantu carikan loker yang lain ya. Mungkin Allah ingin kamu dapatkan pekerjaan yang lebih baik."

"Makasih ya, Nis. Kamu satu-satunya orang yang mau hibur aku."

Beruntungnya ada Nisa yang selalu hibur gadis itu. Kalau tidak ada Nisa. Mungkin Aisha sudah tertekan gara-gara tuntutan ibunya. Aisha mencoba ikhlas. Setelah menumpahkan air matanya, ia merasa lebih baik.

Aisha kembali ke rumahnya. Dia mendapati ayahnya sedang demam. Gadis itu panik. Dia mulai mengompres ujung kepala ayahnya. Kasihan sekali ayahnya. Sudah banting tulang cari nafkah, namun malah tertimpa masalah besar. Aisha ingin membantu, dan lagi-lagi ia tidak punya kemampuan. Dia belum memiliki pekerjaan. Seandainya saja mendapatkan pekerjaan semudah cerita yang ada dalam novel.

Aisha menekankan pada dirinya sendiri untuk mendapatkan uang. Dia masuk ke dalam dapur. Hanya ada beberapa pisang masak di sana. Aisha mengolah pisang itu menjadi pisang goreng. Dia mengusir perasaan gengsinya. 'Jangan malu, Aisha! Kamu miskin! Kamu tidak boleh merasa malu berjualan keliling. Ini lebih mulia dari mencuri'

Meskipun sudah menanamkan satu pemikiran dalam hatinya, Aisha masih saja ragu. Apakah ada yang mau beli pisang goreng buatannya? Makanan itu bahkan bisa dibuat oleh siapa saja. Apakah ada orang di luar sana yang mau beli pisang gorengnya. Setetes cairan bening kembali membasahi pipinya.

Usaha, Aisha! Jangan menyerah. Allah pasti tunjukkan jalan yang benar.

Aisha sudah menata pisang goreng dalam sebuah wadah. Dia menaburi meses di atas pisang itu. Semoga saja ada yang mau beli. Sebelum berangkat, Aisha melaksanakan sholat ashar.

☘️☘️☘️

Berbekal senyum yang menawan, serta sikap ramahnya, pisang goreng buatan Aisha ternyata laku. Ada pasutri yang sedang merayakan ulang tahun pernikahan mereka di taman. Aisha merasa iri menyaksikan dua insan yang sudah berumur itu masih punya kesempatan bermesraan. Ya Allah, pertemukanlah Aisha dengan lelaki yang siap menjaganya sampai tua, batin Aisha.

"Kamu masih muda enggak malu jualan begini? Mana cantik lagi," ujar seorang wanita sambil mengusap pipi mulus Aisha.

"Buat apa malu? Ini 'kan jual makanan halal, Bu. Bukan jual kehormatan.... Hehehe."

Habis. Dagangan Aisha habis karena pasangan ini. Dari pisang yang seharga sepuluh ribu kini bernilai seratus lima puluh ribu. Lumayan. Tapi, itu tidak cukup bayar hutang ayahnya. Membayangkan itu semua, membuat Aisha lesu.

"Benar. Aisha mau enggak dijodohin sama anak, Om. Dia ganteng loh. Matanya coklat kayak bapaknya." Suami dari wanita tadi berujar sambil menyeringai membanggakan dirinya. Mata pria itu memang coklat.

Mata itu.... Aisha mengingat pria kasar bermata coklat yang sempat ia temui. Apakah dia adalah anak dari pasangan ini? Oh, tidak mungkin! Perangai pasutri ini jauh berbeda dari sifat pria dingin bernama Ashraf itu. Ya, namanya Ashraf Muhammad. Aisha sudah lihat papan nama di meja pria yang sudah menolaknya bekerja di perusahaan pria itu.

"Ah, Om bisa saja. Mana ada orang yang mau sama Aisha."

Faktanya, banyak yang tidak menyukai Aisha. Dia tidak berguna. Kalau memikirkan nasibnya, rasanya selalu ingin menangis. Berhenti, Aisha! Jangan cengeng! Hidup itu keras, menangis tidak ada artinya.

"Jangan bicara begitu, Nak. Kamu itu cantik loh. Lelaki mana pun pasti akan terpesona dengan kamu. Kamu pandai berjuang, buktinya kamu mengusir perasaan malu yang ada dalam hatimu. Kamu jual gorengan sambil berjalan kaki. Di dunia moderen ini jarang sekali ada perempuan seperti dirimu."

Aisha tidak mau berlama-lama. Kalau dia terus berdiri di sana, ia akan terpukau oleh pujian pasutri itu. Aisha pamit pulang dengan berjalan kaki. Langkah gadis itu terlalu cepat sampai tak mendengar wanita tadi memanggilnya.

☘️☘️☘️

"Pisang di dapur mana, Aisha?"

Aisha baru selesai sholat Maghrib di rumah ketika ibunya berteriak-teriak dari luar. Aisha menghela napas. Dia berharap ibunya bisa senang dapatkan uang belanja 150 ribu. Lumayan.

"Maaf, Bu. Tadi aku jual pisangnya. Hasilnya lumayan, Bu. Bisa dapat 150 ribu."

Aisha tersenyum. Namun, sepertinya niat baik gadis itu tidak dipahami ibunya. "Sebenarnya kamu tuh pakai otak buat apa?" Rasyidah mengambil uang dari tangan putrinya.

"Uang ini memang lebih banyak dari harga pisang itu. Tapi, apakah kamu berpikir besok kita sarapan apa? Ya, ampun. Kamu itu selalu bikin susah, Aisha."

Aisha tidak bisa menahan sesak di dalam dada. Jadi, dia membalas perkataan ibunya, "Aku sudah berusaha bahagiakan ibu. Tapi, kenapa ibu selalu mencari-cari kesalahanku? Apa aku anak angkat, Ibu? Aku menahan malu demi jual pisang itu, Bu. Apa ibu tidak bisa memahami perasaanku?"

Plakk...

Aisha memegang pipinya yang terasa berdenyut-denyut. Sakitnya tamparan yang diberikan ibunya ini. "Sekarang kamu melawan ya sama Ibu!"

"Apa kamu tidak bisa berkaca, Aisha? Ibu sudah besarkan kamu sudah payah. Tapi, apa balasanmu? Lihat, Andry. Mengetahui ibu susah. Dia mengirimkan uang 10 juta. Bagaimana denganmu. Kamu bahkan hanya mampu berikan 150 ribu dengan begitu sombongnya!"

"Ingat, Aisha. Jangan pernah lawan perkataan ibu kalau kau tidak mau berakhir dengan tamparan!"

Mata gadis itu basah lagi. Dia keluar dari rumah. Di pinggir jalan yang sepi, Aisha tersedu-sedu. Ah, kenapa dia harus terlahir sebagai perempuan? Dia ingin merantau seperti kakaknya. Namun, dihalangi oleh pihak ibunya. Giliran tidak punya pekerjaan, ia dicerca habis-habisan.

Aisha masih terisak ketika sebuah mobil mendekat ke arahnya, menyorot mata Aisha sampai gadis itu berusaha menutup matanya yang silau. Seorang wanita berambut pirang aneh keluar dari dalam mobil. Pirang wanita itu perpaduan antara hitam dan coklat keemasan. Aneh sekali melihat wanita berumur memakai pirang.

Wanita itu tersenyum. Dia mendekati Aisha dengan tatapan simpati. "Apa yang membuatmu menangis, Nak? Kenapa kau menangis di pinggir jalan?"

Aisha belum menjawab pertanyaan wanita ini. Dia terpukau oleh tutur kata yang didengarkan olehnya. Tuhan, apakah ini malaikat penolong yang engkau kirimkan untuk Aisha? Orang ini datang saat Aisha butuh tempat bersandar.

Updated, 18 Februari 2022

Instagram: Sastrabisu

Tiktok: Sastra_bisu

Cinta untuk AishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang