☘️☘️☘️
"Jangan keluar kamarmu. Umi akan mampir ke apartemen malam ini."
Ashraf memberitahu Aisha yang tengah sibuk membereskan kamar barunya. Mendadak Ashraf menyuruh wanita simpanannya itu berada di kamar berbeda. Apa yang sedang kaurencanakan, Ashraf? Apa kau takut jatuh hati dengan perempuan itu? Kau berusaha menjauhinya.
"Baik, Tuan."
Ashraf menghela napas panjang setelah mendengarkan kalimat dari Aisha. "Tuan... Tuan... Tuan! Selalu itu yang kaukatakan. Berhenti memanggilku tuan. Panggil aku dengan panggilan santai. Apa kau karyawanku? Gunakan kalimat informal. Kau paham?"
Aisha agak terhibur dengan kemarahan Ashraf. Kemarahan yang biasanya membuatnya takut, kini berubah. Rasa takut tersebut berangsur hilang. Hati kecil Aisha mengatakan bahwa tindakan Ashraf yang membebaskan dia dari jeratan Mami Rista merupakan tindakan yang baik.
Sebetulnya Aisha berpikir lelaki itu punya sisi lembut yang tidak mau ia tunjukkan kepada siapapun. Jika suatu hari mereka terpisah, mungkin Aisha akan merindukan kemarahan Ashraf. Jangan jatuh hati sekarang, Aisha! Kisahmu barusaja dimulai.
"Paham, P..a, eh maksudnya, Ashraf?"
Anehnya lidah Aisha mengucapkan nama Ashraf. Sama halnya sedang melantunkan kalimat yang sulit dieja. Mata Aisha beralih ke arah tas belanjaan di tangan Ashraf. Tunggu, apakah pria ini sangat suka belanja? Ada sepuluh tas belanjaan di tangannya. Tas belanjaan itu menjelaskan betapa kaya sosok Ashraf ini.
"Pasti, Tuan... Maksudnya kamu, bukan tuan. Kamu baru saja pulang belanja? Pasti hari ini adalah hari yang istimewa buat dirimu."
Aisha merasa seperti bocah lima tahun yang baru belajar bahasa Indonesia. Apakah kalimat yang diujarkan olehnya sudah tepat penggunaannya atau belum? Dia mesti membiasakan lidahnya agar lancar memanggil nama Ashraf dengan santai.
"Oh ini? Aku belanja buatmu. Aku belikan kau gamis dan kerudung. Kau tidak boleh berpikir untuk lari dariku. Hutangmu bertambah 10 juta. Hari ini aku habiskan banyak uang demi dirimu."
Hanya kurang senyuman. Kalau saja, Ashraf tersenyum, mungkin Aisha akan mempertimbangkan lelaki itu menjadi suaminya suatu hari. Bangun, Aisha! Apa yang kau harapkan? Pria ini lebih suka berbuat dosa dari pada mengumpulkan pahala. Berhenti bermimpi karena kau bukanlah Cinderella.
Wah, baiknya engkau, Ashraf. Kalau kau semakin hari semakin bertingkah lembut, dengan cara yang terkesan sedikit garang. Aisha tak akan bisa pergi dari sisimu. Walaupun hutangnya sudah lunas. Kau adalah pria baik-baik yang salah jalur. Tugas Aisha adalah mengembalikan dirimu ke jalan yang baik.
Aisha mengambil barang belanjaan dari tangan Ashraf. Sudah lama Aisha tidak mencium harumnya baju baru. Biasanya hanya sekali setahun. Giliran belanja, ia dapatkan sepuluh tas belanjaan penuh. "Terima kasih."
Ponsel Ashraf berdering. "Umi sudah menelepon nomorku. Sepertinya sudah ada di parkiran. Jangan turun dari kamarmu! Kau paham?" Berapa kali kamu harus mengatakan itu, Ashraf? Aisha mengangguk sambil mengatakan kalau dirinya sudah paham.
"Baiklah. Aku akan keluar dulu. Aku kunci pintu dari luar. Jadi, pastikan kau tidak melakukan hal aneh-aneh di kamar ini."
"Baik. Akan aku lakukan."
Aisha membuka barang pemberian Ashraf setelah lelaki itu tidak ada. Tas pertama dibuka. Isinya adalah pakaian dalam. Ya ampun, pria ini benar-benar membelikan pakaian komplit untuk Aisha. Tanpa rasa malu, ia belikan Aisha pakaian pribadi, khusus wanita.
Tas kedua berisi lima lembar hijab warna-warni. Baguslah, Aisha tidak akan pakai handuk untuk menutupi kepalanya. Sekarang ada beberapa hijab yang bisa ia ganti setiap hari. Sayang sekali, hijab sebagus itu hanya bisa dipakai di rumah saja.
Ini mungkin awal yang baik dalam hidupnya. Aisha menatap keluar jendela. Bagaimana kabar ibu dan bapaknya? Aisha rindu pada mereka. Tapi, ia takut pulang. Aisha masih mengingat bagaimana mata ibunya yang berapi-api mengusirnya. Kehormatan memang tidak bisa dibeli. Kalau sudah rusak maka kepercayaan orang pun akan rusak terhadap diri pribadi.
Apalagi sekarang, Aisha sudah semakin rusak. Dia tinggal bersama pria yang bukan suaminya.
Semoga saja, Ashraf mau menikahinya suatu hari. Aisha merasa tidak pantas lagi bersama pria lain. Ashraf telah merenggut kehormatannya, dan pria itulah yang harus mengembalikan kehormatan itu.
☘️☘️☘️
Riris membawakan rendang kesukaaan putranya. Dia juga membawakan sate daging sapi, dan sambal andalan Ashraf. Meskipun sudah tidak satu rumah, Riris tetap memperhatikan makanan putranya. Dia tak ingin Ashraf tidak terurus.
"Lupakan Razifa, Ash. Kamu harus menikah agar rumah ini tidak sepi. Supaya ada yang mengurus kamu."
Tiba-tiba Riris memulai obrolan serius. Setiap kali bahas Razifa, Ashraf biasanya naik pitam. Namun, jika ibunya yang membicarakannya, Ashraf hanya diam mendengarkan. Sebenarnya dia malu pada ibunya. Riris menentang hubungannya dengan Razifa.
Lalu, Ashraf bersikukuh menikahi wanita itu? Pada akhirnya mimpi Ashraf mengenai keluarga bahagia hancur. Dia tidak lagi percaya pada hal semacam itu. Pernikahan adalah omong kosong terbesar bagi Ashraf.
"Kamu tidak masalah kalau Umi carikan kamu jodoh, bukan? Umi ingin sekali menikahkan kamu dengan wanita yang kita temui di pasar itu. Namun, sepertinya kalian tak berjodoh."
Entahlah, apakah tidak berjodoh atau belum saatnya mereka menyatu dalam ikatan pernikahan. Sebab Aisha kini tinggal satu atap dengan Ashraf. Mereka selalu bertemu di beberapa tempat. Riris tak tahu kalau orang yang mereka bicarakan sedang bersembunyi di lantai dua.
"Ashraf belum mau menikah. Mungkin dua tahun lagi. Setidaknya sampai luka di hatiku sembuh."
Riris kecewa mendengarkan perkataan putranya. Mau bagimana lagi? Hati tak pernah bisa dipaksakan. Bagaimanapun, Riris pernah disakiti di masa muda. Dia paham betul seperti apa perasaan putranya saat ini.
"Jangan lama-lama, Nak. Jangan biarkan sakit hatimu mengusai segalanya. Jadikan luka itu sebagai motivasi berubah."
Ashraf tidak membalas. Dia bukanlah orang semacam itu. Egonya terlalu besar. Sakit hatinya terhadap Razifa sangat besar. Ingin sekali Ashraf menghancurkan wanita itu. Tapi, tidak bisa. Razifa telah pergi. Entah sampai kapan ia akan kembali ke Indonesia. Wanita itu sudah merencanakan srmuanya. Dia tak akan kembali.
Riris pulang setelah berhasil memberikan nasihat kepada putranya itu. Tampaknya nasihat untuk Ashraf sudah tidak berlaku. Pria itu sudah bebal. Dia tak akan dengarkan nasihat orang-orang, sekali pun itu adalah orang tua kandungnya.
"Aisha!"
Ashraf ingin berbagi makanan kepada Aisha. Hatinya mulai melemah. Dia menaiki tangga, lalu bergegas masuk ke dalam kamar Aisha. Ketika ia berada dalam ruangan itu, Ashraf melihat Aisha tertidur di sofa. Wajah gadis itu benar-benar polos, meneduhkan hati saat melihatnya.
Ashraf tidak jadi membangunkannya. Dia mengangkat tubuh Aisha ke tempat tidur. Tak lupa ia menutupi tubuh Aisha dengan selimut. Jantung Ashraf berdegup hebat. Ada apa ini? Jantung itu tak pernah berdegup setelah kepergian Razifa.
Instagram: Sastrabisu
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Aisha
General FictionAshraf pernah ditinggalkan oleh tunangannya bernama Razifa. Pengalaman pahit itu membuat Ashraf dendam. Bukan kepada Razifa melainkan gadis muslimah lain di luar sana. Aisha merupakan gadis muslimah yang baik. Ibunya selalu menyepelekan keberadaan...