☘️☘️☘️
Aisha membeli satu kilo daging sapi, beras dua kilo, sayur-mayur, keju, dan beberapa perlengkapan rumah tangga. Pipinya sempat memerah saat pramuniaga memuji dirinya dan Ashraf sebagai pasangan serasi. Pasangan apanya? Mereka bahkan bukan suami istri.
"Apa kau sangat senang saat pramuniaga itu menyebut kau sebagai istriku?"
Kenapa juga Ashraf menanyakan hal itu? Apakah Aisha tak sadar menampakkan raut senang di depan pria itu? Jangan, Aisha! Hapus rasa itu sebelum kau tidak bisa mengendalikannya. "Tidak. Aku hanya senang berbelanja."
Mimik wajah Ashraf berubah menjadi masam. Aisha tidak mau pria itu marah, sehingga dia berujar, "Maksudku, apa kau bersedia menikahi wanita sepertiku? Tentu kau tidak mau."
"Aku memang tidak mau!"
Sakitnya hati. Ah sudahlah. Jangan bikin drama lagi, Aisha. Syukur-syukur Ashraf sudah mau membiayai makanan sehari-hari serta pakaianmu. Jangan terlalu banyak meminta. Jalani saja apa yang sudah ada di depan mata.
Aisha menghentikan dorongan pada keranjang di bagian skincare wanita. Dia melihat-lihat produk yang ada di barisan itu. Seandainya saja, ia punya pekerjaan. Dia mungkin beli semua produk perawatan diri yang ada di sana. "Mau beli skincare itu?"
Ashraf bertanya seperti pria yang tengah mengaungkan amarah. Aisha kaget sampai memegangi jantungnya yang terasa seperti akan copot saat itu juga. Aisha menggeleng atas pertanyaan Ashraf. "Tidak."
"Yakin? Aku hanya berikan penawaran menit ini saja. Ini tidak akan masuk ke dalam daftar hutangmu. Kalau tidak mau, ya sudah."
Jarang sekali ada promo dari Ashraf. Aisha memandang serius ke arah pria itu. "Apa aku boleh ambil banyak produk?" Aisha ingin membeli semuanya. Sepertinya produk yang ada di sana sangat memikat. Tatjana Shapira dan Laudya Chintya Bella menggunakan produk itu.
Ashraf memutar bola matanya. Apa perempuan seperti ini? Pura-pura tidak mau lalu beberapa menit berikutnya meminta banyak? Pria itu menghela napas kemudian menyahut, "Apa kau pikir aku miskin? Sekali pun kau beli semua produk itu. Aku tidak akan bangkrut."
Sombong sekali pria itu. Aisha tak mau ambil pusing. Dia mengambil beberapa produk yang agak mahal. Hitung-hitung sebagai amal buat Ashraf. Tampaknya pria itu banyak dosa. Setidaknya sedikit kesalahannya bisa termaafkan dengan sedekah ini.
Setelah berhasil meraih barang yang diinginkan, Aisha mendorong keranjang menuju kasir. Total belanjaan pagi ini berkisar 2 juta rupiah. Uang Ashraf mulai tersedot. Apakah menikah seperti ini? Lelaki itu tak pernah menduga kalau membiayai wanita semahal ini. Banyak pengeluaran.
"Sayang istri ya, Mas. Semoga langgeng."
Kini kasir wanita menggoda dengan nada ramah. Aisha hanya tersengih mendengarnya. Mengapa ketika perempuan dan lelaki jalan bersama selalu diidentikkan sebagai pasangan suami-istri? Tadi pramuniaga yang menggoda mereka, sekarang kasir. Apakah mereka memang terlihat begitu serasi.
"Dia bukan istriku."
Ashraf menjawab datar. Memang benar kalau Aisha bukan istrinya, bukan? Buat apa berbohong di depan publik. Lagipula Ashraf belum punya niat menikah. Masih ingin bersenang-senang. Dia perlu mencicipi banyak wanita sebelum memutuskan menikah. Bajingan, memang. Pria ini bukan pria baik-baik setelah dicampakkan oleh Razifa.
"Pacar ya, Mas? Halalkan dong, Mas. Nanti diambil orang loh. Apalagi pacarnya cantik."
Ashraf menoleh memperhatikan muka Aisha. Kasir itu memang benar. Aisha sangatlah cantik. Tak hanya fisik, hatinya pun secantik wajahnya. Apa dia harus menikahi Aisha? Jangan melamun kamu, Ashraf. Pernikahan hanyalah omong kosong.
"Masih mau fokus bekerja, Mbak. Dia pun belum mau menikah."
Aisha mengangkat wajahnya yang tadi menunduk. Apa dia pernah bilang kalau tidak mau menikah? Seingat Aisha, ia bahkan meminta pertanggung jawaban Ashraf ketika pria tersebut menodainya.
"Kalau pihak pria sudah mau menikah. Jangan ditolak lagi, Mbak. Lelaki itu paling susah diajak nikah loh," nasihat Kasir Wanita.
Mbak kalau tidak tahu permasalahannya, jangan berkomentar. Kasihan Aisha. Dia hanya diberi harapan. Kenapa semua orang hari ini bahas pernikahan. Aisha mengeluh dalam hati. Dia jadi kepikiran hidup seperti keluarga bersama Ashraf.
"Iya, Mbak. Terima kasih nasihatnya."
Selesai membayar, Ashraf dan Aisha mendorong keranjang menuju parkiran. Semua barang belanjaan itu Aisha yang mengurusnya. Bahkan, saat sudah sampai di apartemen, Aisha juga yang harus mengangkat barang-barang itu dari lantai bawah menuju apartemen.
Ashraf benar-benar tidak berguna. Bagaimana bisa ia biarkan seorang wanita mengangkat barang sementara dia hanya melipat tangan. Pria itu memastikan Aisha masuk apartemen lalu berangkat bekerja.
☘️☘️☘️
Aisha sempat bertanya makanan apa yang disukai Ashraf lewat pesan. Jawabannya adalah rendang. Alhasil, Aisha mengolah daging sapi menjadi rendang. Dia juga membuat sop. Dua jenis makanan enak Indonesia. Siap-siap tekanan darah-mu naik, Ashraf.
Hidangan sudah jadi ketika Ashraf tiba di apartemen. Pria itu langsung ke kantor sehabis belanja tadi. Kini, ia terlihat begitu lelah. Tidak biasanya ia pulang cepat ke apartemen. Kehadiran Aisha merubah kebiasaannya. Ada dorongan dalam hatinya untuk tidak membuat Aisha sendirian.
"Kau masak rendang?"
Wajah Ashraf berseri menyaksikan makanan buatan Aisha di meja makan. Aisha mengangguk. Dia hanya berdiri mana kala Ashraf mengambil duduk. "Ayo duduk. Kita makan sama-sama."
Ashraf menjadi lembut. Oh, akhirnya pria itu tak membentak lagi. Aisha mengambil duduk. "Tuangkan nasi ke piringku!" perintah Ashraf santai. Sang wanita hanya menuruti kemauan lelaki itu. Apa daya, dia bukan orang kaya raya. Dia tidak punya tempat untuk bersandar selain Ashraf. Hanya pria itu yang mau menerima dirinya, memberinya tempat tinggal.
Suasana di ruang makan terlalu hening. Ashraf berdeham. Dia yang sempat makan lahap, menaruh sendok di atas piringnya. Lelaki itu meneguk air sebelum akhirnya memberitahu Aisha mengenai keputusannya.
"Kau akan berkerja di apartemen ini. Tugasmu adalah membereskan rumah ini. Tenang saja, aku akan menggaji dirimu sebesar lima juta per bulan."
Aisha tampak gembira. "Kau serius?"
"Aku bercanda."
Aisha bergeming, lalu Ashraf melanjutkan, "Aku serius 'lah. Aku tidak mau memanfaatkanmu. Jadi, aku berikan kau kesempatan bekerja. Bukankah itu yang kau mau?" Aisha mengangguk polos.
"Terima kasih. Kau sangat baik. Aku akan bekerja sebaik mungkin. Aku tak akan mengecewakan dirimu." Paling tidak, dia bisa memperkirakan berapa lama ia bisa bergantung pada Ashraf. Membereskan rumah dengan gaji lima juta per bulan sangatlah luar biasa. Di luar sana, banyak perusahaan perkantoran menggaji karyawan 2-3 juta rupiah per bulan.
"Jangan senang dulu. Aku bukan pria baik-baik. Kau akan melayani aku kalau aku sedang butuh pelampiasan. Aku seorang lelaki. Ketika hasratku berkobar maka aku akan pergi ke kamarmu."
Aisha sulit menelan liurnya. Kenapa bagian kotor itu harus masuk dalam kesepakatan. "Bagaimana menurutmu? Apa kau setuju?" Ashraf meneguk air mineral sambil menunggu jawaban Aisha.
"Apa aku bisa menolak?"
Ashraf tertawa getir. "Kau tidak boleh menolak." Lihatlah, pria ini memutuskan apapun yang dia mau. Lalu, untuk apa bertanya pada Aisha mengenai kesepakatan mereka? Toh, Aisha tidak punya pilihan selain menerima tawaran dari Ashraf.
Usai makan, Ashraf menunjukkan surat kontrak kerja sama. Aisha tidak membaca poin-poinnya. Dia langsung tanda tangan saja. Dibaca pun, hasilnya tetap sama. Apa yang bisa dilakukan Aisha? Pria ini telah menguasai dirinya.
Instagram: Sastrabisu
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta untuk Aisha
General FictionAshraf pernah ditinggalkan oleh tunangannya bernama Razifa. Pengalaman pahit itu membuat Ashraf dendam. Bukan kepada Razifa melainkan gadis muslimah lain di luar sana. Aisha merupakan gadis muslimah yang baik. Ibunya selalu menyepelekan keberadaan...