Bab 2:

69.8K 4.8K 53
                                    

☘️☘️☘️   
 
Aisha disalahkan atas apa yang terjadi pada keluarganya. Dia merasa bersalah pada kedua orang tuanya. Gadis itu tidak memiliki pilihan lain selain menemui juragan Muhidin, berharap pria itu mau memberikan kelonggaran kepada keluarganya.

Kasihan ayah dan ibunya. 

"Maaf, Sha. Om tidak bisa bantu kamu. Uang 20 juta itu terlalu banyak. Om harus perbaiki angkot yang rusak. Rumah reot kalian itu pun tak seharga dengan uangku. Jadi, lebih baik kau pulang sekarang."

Benar. Rumah tempat tinggal Aisha memang kecil. Mungkin hanya seharga 20 juta atau bisa jadi lebih kecil dari itu. Rumah yang kumuh, terbuat dari kayu. Tidak ada yang menarik dengan rumah itu.

"Tolonglah, Om. Bantu, Aisha. Jangan ambil rumah kami!"

Aisha berlutut pada pria itu, menampakkan wajah memelas. kan tetapi, keputusan Pak Muhidin sepertinya sudah bulat. Lelaki itu mendorong Aisha keluar dari rumahnya kemudian membanting pintu tersebut.

Aisha beristigfar berkali-kali. Ya Allah, tunjukkanlah jalanMu, batin Aisha.

Apa yang akan dikatakan Rasyidah kalau Aisha pulang dengan tangan kosong, tanpa kabar baik? Pasti ibunya akan menghujaninya dengan kata-kata kasar lagi. Aisha tidak kuat menghadapi tekanan yang ada. Dia menyabak sambil berjalan kaki pulang ke rumahnya.

Meskipun nasib mereka sudah di ujung tanduk, gadis itu tetap percaya bahwa Allah selalu ada di sisinya. DIA akan menjaga Aisha, dan menolongnya.

Berjalan lemah tanpa melihat ke depan, Aisha menubruk seorang pria yang tengah sibuk menunggu martabak pesanan di depan penjual gorengan jalanan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula! Aisha mendongak sampai matanya bertaut dengan mata coklat lelaki itu.

Oh, tampannya.... Muka tampan wajah masam.

Tidak! Aisha bertemu orang yang salah! Pria itu menampakkan tatapan garang.

"Taro mata di mana? Di dengkul kah? Pake mata yang ben..."

Lelaki itu membentak. Namun, mendadak memotong kata-katanya. Wajah Aisha sangat familiar.

Aisha mengelap air matanya yang tadi sempat berderai. Kesedihannya bertambah. Apakah malam ini memang hari paling sial untuk Aisha? Dimarahi ibunya, diusir Pak Muhidin, lalu ada cowok tampan yang membentaknya, hanya karena tidak sengaja menabrak pria itu.

"Maaf! Saya tidak lihat."

Pria itu masih tertegun. Wajah yang ada di depannya mengingatkan dirinya terhadap masa lalu.

"Kau seperti...," decit pria itu.

"Kau adalah... "

Ucapan pria itu terpotong karena ponselnya berdering. Lelaki itu mengusap tombol hijau di layar ponsel miliknya. Tatapan matanya tidak berhenti memandangi Aisha walaupun ia tengah berbicara lewat telepon.

"Wa alaikum salam, Umi. Martabaknya sudah ada. Aku akan segera pulang."

"--"

"Oke."

"--"

"Wa'alaikumussalam."

Aisha menunduk. Dia tidak tahu apakah ia harus pergi sekarang atau menunggu pria ini selesai bicara di telepon. Gadis itu sadar diri bahwa ia telah melakukan kesalahan. Sudah sepatutnya ia minta maaf sampai pria di hadapannya mau memaafkan.

Gadis itu masih diam ketika tiba-tiba pria itu mencengkram tangannya kuat-kuat. Seolah melarang Aisha pergi. Aisha panik, apalagi pria itu mulai menatapnya dengan tatapan bulat. Aisha ketakutan. Jadi, ia menggigit tangan lelaki itu kemudian kabur.

Cinta untuk AishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang