;empat

85 11 4
                                    

   "Lo deket sama jeno la??"

Sisca yang berjalan disamping Viola bertanya pada cewek itu, melihat tadi mereka didepan bertemu sahabatnya ini bersama Jeno, sebelum berpisah.

"Eh, cuma temen yah?" ujar Sisca, ketika menyadari sahabatnya ini kalau dengan kaum lelaki seperti, bro.

Bukannya menjawab, Viola malah melamun. Menyadari itu Sisca langsung menyenggol cewek itu sampai bergeser dari langkahnya.

"Eh--"

"Lo kenapa sih? Tumben amat." ujar Sisca sifat tidak semangat begini bukan Viola sekali, kalau disekolah.

"Ihh, caaa."

"Lo dorong gue sama letta sekaligus juga bisa ya, masa gue senggol gituh aja mau ambruk. Kenapa sih??"

Viola menghela napasnya. "Jeno pagi ini dateng kerumah buat jemput gue, terus ketemu hyunjin yang juga dateng buat jemput gue."

"Serius lo? Terus??" balas Sisca penasaran,

"Ya.... gue berangkat bareng jeno seperti yang lo liat. Karna gue nggak enaklah, dia udah rela dateng pagi-pagi ke rumah gue dulu." jelas Viola, sebelum menghembuskan napasnya kesal.

"Lo beneran naksir hyunjin, la?"

"Hah?!"

Pertanyaan Sisca sukses membuat Viola terkejut bukan main. Apa hubungannya naksir Hyunjin?

"Itu lo, kayak peduli banget sama perasaannya hyunjin. Kalo ngga suka mah, ngga bakal peduli, la." ujar Sisca.

Apa iya? Ya, kali Viola naksir Hyunjin.

Mereka sudah berteman lama, tidak ada tuh, perasaan aneh - aneh Viola terhadap Hyunjin. Contoh saja seperti cemburu dengan salah satu ceweknya tidak pernah.

"Lo serius sama jeno cuma kasian, karna dia udah jauh-jauh plus pagi-pagi dateng kerumah lo doang?" lanjut Sisca,

"Ah, lo kenapa jadi introgasi gue ginih sih?!" balas Viola merasa dirinya mendadak diintrogasi terkait perasaannya. Bukannya itu rahasia?

"Ihh, lo naksir hyunjin ya??"

"Kalo gue naksir mah udah nangis mulu liat dia sama cewek-ceweknya."

Sisca mengerutkan keningnya, berpikir. "enggak harus sih, bisa aja lo nyantai begini karna tau dia cuma main - main sama mereka."

"Sama siapapun jalannya kan, hyunjin baliknya ke lo." lanjut Sisca lagi - lagi dengan menyenggol Viola yang kali ini tidak oleng.

Langkahnya berhenti membuat Sisca mau tidak mau ikut terhenti satu langkah didepannya.

"Kenapa?" tanya Sisca,

"Gara-gara lo gue jadi mikir nih, masa iya, sih?" jawab Viola memikirkan ucapan Sisca yang bisa jadi benar. Tapi kalau dipikir - pikir seharusnya Viola lebih paham akan perasaannya sendiri.

Sisca mengerjap kedua matanya beberapa kali. "gue pikir lo lebih pinter dari gue suka nasehatin soal percintaan gue."

Viola tertawa. "itu gue cuma sok tau aja, padahal mah gatau apa - apa" ujarnya yang mana membuat Sisca ikut tertawa.

"Lah? Gue juga."

Saat itu juga kedua cewek itu serempak tertawa bersama. Memang untuk menjadi psikolog sahabat tidak perlu sarjana.

"Ngeliatin siapa lo?"

Soobin menatap keluar jendela kelas mencari arah tatapan Jeno sejak tadi.

Terlihat disana ada Viola dikoridor bersama Sisca tengah tertawa bersama entah apa yang mereka tertawakan sampai terbahak - bahak begitu.

"....lo nggak naksir sisca kan?"

"Ya, ngga mungkin lah ya."

"Tapi lebih ngga mungkin viola, sih." ucap Soobin berkali - kali menerka.

Jeno tersenyum.

Melihat itu Soobin sontak melotot. "Hah?! Serius?? Lo naksir viola jen? Bukannya dia bukan tipe lo banget??"

Bukannya menjawab Jeno ini malah senyam - senyum saja membuat Soobin kebingungan, tapi semakin penasaran.

"Kalo dipikir-pikir viola kurang kalem sama kebanyakan temen cowoknya aja sih,"

"Nih, no." ucap Felix yang tiba - tida datang mengembalikan kunci gudang penyimpanan kemarin.

"Btw, gue liat-liat makin sering aja lo bareng viola. Tiati, cuma dimanfaatin buat tebengan pulang pergi." lanjutnya dengan tertawa, sebelum berbalik pergi.

"Yah, lo kayak ngga tau viola aja berangkat sama siapa pulang sama siapa." ujar Soobin memaklumi ucapan Felix.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[2] Pacar (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang