DLM || 03. Kembaran kuntilanak

22 9 0
                                    

HAPPY READING!!!
TINGGALKAN JEJAK BERUPA VOTE DAN KOMEN🐳

___

"Menghindar lebih baik, dari pada memperparah keadaan dan permasalahan. Menghindar bukan untuk lari dari masalah, melainkan mendinginkan suasana yang ada."
___

Suara ketawa mirip kuntilanak menggelegar disebuah kamar indekos. Ini memang sudah biasa bagi orang yang mendengarnya, berbeda lagi dengan yang pertama kali mendengarnya.

Entah apa yang emak Fauz idamkan ketika mengandung hingga melahirkan seorang anak memiliki suara ketawa mirip dengan salah satu makhluk tak kasat mata. Apa jangan-jangan ... mengidam dengar suara tawa kuntilanak?

Saat ini, Fandi tengah menatap kesal temannya yang menertawai nasibnya. Tidak adil baginya mendapat tiga kesialan hari ini. Pertama, tidak berhasil memiliki pacar baru. Kedua, dikejar orang gila. Dan yang terakhir, tidak jadi dinner bersama pacar ke-20nya lantaran hujan lebat. Sepertinya, doa para jomlo terkabul juga.

"Udah, Uz. Nggak kasihan liat wajah kesalnya Fandi? Lagian bahaya kalau ada penghuni baru itu denger, bisa-bisa dia ketakutan," pinta Fahri.

Sadar, suara ketawanya berbeda dari yang lain, Fauz langsung menghentikan tawanya yang cukup membuat bulu kuduk merinding. Kasihan sekali penghuni baru waria yang tinggal di kamar sebelah, pasti ia tengah memeluk guling lantaran ketakutan.

"Tadi sore saja dia ketawain gue, apa salah gue ngetawain nasibnya?"

"Ya, jelas salah. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan! Bayangkan saja, lo merebut pacar Fandi, lalu beberapa tahun kemudian, Fandi malah merebut istri lo. Sakit kan?"

Fauz hanya diam saja. Menurutnya, perkataan Fahri terlalu susah untuk dimengerti olehnya, ia sama sekali tidak mengerti. Andai saja lelaki yang kini bersandar ditembok itu tidak mengumpamakan hal seperti itu, pasti Fauz mengerti. Anggap saja dia payah!

"Bagaimana cara gue bisa rebut pacar Fandi? Bagaimana cara gue punya istri? Argh! Gue kagak tahu!" batin Fauz. Ada yang mau menjawab?

"Em, Fah? Apa gue bakal punya istri, ya? Gue saja nggak tahu cara mendapatkannya," ujar Fauz secara tiba-tiba.

"Cara dapat cewek? Bisa belajar sama gue. Gue mah paling ahli dalam mendapat dan mematahkan hati cewek," timpal Fandi. Fauz belajar kepada buaya darat? Bisa-bisa ia menjadi bagian dari spesies hewan itu.

"Belajar sama dia, sama saja belajar jadi buaya darat! Udah ah, mending lo nggak usah mikirin itu dulu, ntar jodohnya bakal dateng sendiri.

"Cewek itu dikejar bukan mengejar, cewek itu menunggu bukan ditunggu!" Yang dikatakan Fandi ada benarnya. Oke, yang nulis langsung sadar, terima kasih buaya darat.

"Yang nggak ahli dalam hal begituan mah hanya bisa diam. Udah ah, gue mau rebus mi dulu, hujan-hujan gini enaknya makan yang hangat-hangat." Fauz beranjak menuju lemari penyimpanan makanan.

Mengetahui temannya hendak masak untuk diri sendiri, membuat Fandi tak tinggal diam. "Sekalian punya kita juga. Lo kan ganteng, masa jahat biarin temennya liat lo makan sendirian."

"Iya-iya, kalau ada maunya doang bilang gue ganteng," gerutu Fauz.

"Kan biar nurut."

Fauz mengabaikan ujaran temannya, lagian tidak penting pula. Tangannya membuka lemari yang di dalamnya ada sesuatu yang bisa membuatnya menjerit memanggil emaknya.

"Emaaaak!!! Ada tikuuuus." Fauz langsung berlari ke arah temannya, meninggalkan seekor tikus yang menampakkan wajah tidak bersalah.

" Fauz langsung berlari ke arah temannya, meninggalkan seekor tikus yang menampakkan wajah tidak bersalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cuma tikus, nggak usah heboh gitu," kata Fahri tenang. Ya maklum, ia kan nggak takut tikus.

"Lagian tikusnya liatin gue, kalau dia jatuh cinta kan bahaya," ujar Fauz yang tak masuk akal.

"Tikus jatuh cinta bakal milih juga, nggak bakal sama modelan kembaran kuntilanak kayak lo."

"Nusuk amat, Fan," timpal Fahri.

Untuk seorang Fauz yang memiliki kemampuan mengabaikan hal seperti itu, membuatnya biasa saja. Ia tahu, temannya hanya bercanda. Selagi tidak mengenai agama, orang tua, fisik, keluarga, pendidikan, Fauz hanya menganggap angin lalu saja.

Melihat Fauz seperti orang yang tidak mau ke tempat itu lagi, membuat Fahri turun tangan. "Yaudah, gue saja yang masak."

"Eh, jangan! Ntar yang ada kayak waktu itu, bukannya direbus malah digoreng," larang Fandi, ia tidak ingin kejadian beberapa bulan lalu kembali terjadi.

"Kan mi goreng, yaudah gue goreng. Terus, letak kesalahan gue apa?" Fahri membela diri.

Fauz juga mengingat itu, ia tidak habis pikir dengan Fahri, bagaimana bisa memasak makanan instan yang tidak pernah dilakukannya tanpa melihat cara mengolahnya? Maklum, cowok manja yang selalu menjadi benalu. Untungnya, temannya itu sudah berubah.

"Makanya baca dulu cara masaknya," timpal Fauz yang selalu menjadi koki.

"Ya maap, lupa."

"Yaudah, gue saja yang masak, tapi temenin, ya! Jangan sampai tikus itu nyamperin gue."

"Lo minta temenin ke siapa? Gue?" tanya Fandi.

"Kalau bukan kalian siapa lagi? Kuntilanak?"

Akibat trio Moygans, nama Mbak Kunti semakin terkenal. Sepertinya, tiada hari tanpa menyebut nama makhluk astral itu. Ais, seharusnya spesies kuntilanak berterima kasih kepada tiga orang yang kadang tidak punya malu.

Mbak Kunti be like: "Seharusnya kamu yang berterima kasih. Tanpa Kehadiranku, kamu tidak akan memiliki kembaran secantik diriku, Paus ... hihihi."

Dengan sangat terpaksa, Fandi dan Fahri menuruti permintaan koki-nya, jika tidak, bisa-bisa mereka kelaparan. Di antara mereka bertiga, hanya Fauz lah yang sangat lihai dalam memasak. Sementara Fandi, ia tidak ada waktu untuk melakukan itu semua lantaran sibuk membalas chat dari pacar-pacarnya, dasar buaya darat.

"Mi instannya cuma tinggal satu," ujar Fandi yang telah membuka lemari yang tadi di dalamnya ada seekor tikus.

"Satu bertiga."

"Satu mi instan bertiga? Mana bisa kenyang, euy!" Fauz menanggapi ujaran Fandi.

"Bisa, asal kita pakai nasi," kata Fandi lagi.

Astagfirullah, jika saja yang nulis berada di sana, sudah dipastikan sebuah tabokan mendarat cantik di wajah Fandi. Kalau pakai nasi, ya tentu bisa kenyang.

Fahri menatap Fandi dengan kesal. "Fan? Lo minta tabok?!"

"Tabok, yok! Biar tahu rasa itu anak!" timpal Fauz yang juga merasa kesal.

"Anak? Gila, gue udah gede gini dibilang anak. Lo tuh yang pantas dibilang anak, umur tua, tapi jiwanya masih kanak-kanak. Emaaaak!" Di akhir kalimat, Fandi menirukan suara Fauz yang tengah memanggil emaknya.

"Oh, yaudah." Fauz lantas melangkah menuju kasurnya.

"Lo mau ke mana?" Pertanyaan itu keluar dari lisan Fandi.

"Tidur. Kalian rebus sendiri saja mi-nya, gue udah ngantuk."

Inilah Fauz ketika kesal terhadap seseorang, sebisa mungkin ia menjauh dari orang tersebut. Jika tetap berasa di sana, rasa kesalnya akan semakin menjadi. Ada yang sama?

Lagi-lagi Fahri dibuat kesal oleh spesial buaya darat. "Lo sih! Berhubung lo yang buat Fauz nggak jadi masak untuk kita, lo yang lakuin itu semua!"

"Kenapa harus gue? Gue nggak ada waktu, ya! Gue sibuk balas chat pacar-pacar gue," balas Fandi.

"Wah, lebih mendingin pacar dari pada teman, nih?! Yaudah, mulai besok gue bakal mentingin buku dari pada bersihin kamar."

Dari awal, memang ada perjanjian tugas. Fauz sebagai juru masak, Fahri dan Fandi beres-beres.

"Enak saja, gue nggak mau beres-beres sendiri."

"Kalian jadi masak mi, nggak?" tanya Fauz, ia belum terlelap lantaran keributan yang disebabkan oleh kedua temannya.

"Nggak jadi, udah kenyang," sahut Fandi dan Fahri hampir bersamaan.

"Kenyang beradu mulut?"

#To be continued

Ditikung Lagi, Mak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang