Chapter 4 : Bekasnya membasahkan, suaranya menenangkan

3 0 0
                                    

"Senja itu indah, enak buat di nikmatin. Tapi lo harus ingat, kalau dia engga selamanya ada, dia cepet berlalu, makanya lo harus hargain tiap detik bersamanya", benak Sabrina yang duduk di rooftop rumahnya.

Tiba-tiba kedua tangan melingkar di bahunya, Sabrina hafal betul dengan pelukan itu, dia menyandarkan kepalanya di tangan kanan itu, tangan kanan itu mulai basah air mata, Sabrina masih belum bisa menerima keputusan pacarnya kemarin.

"Dugg", kardus besar itu menghantam meja makan, keringat di kepalanya masih terus bercucuran karena mi setan level pocong tadi. Suara berisik di dapur membuat bundanya datang dan memberikan siraman rohani, tapi di dalam rumah Rino bagaikan Rocky Gerung yang takkan pernah kekalahan argumen.

"Anjing gak keliatan tadi goblok...", teriakan Rino bermain game di ruang tamu

"Eh mulut kamu ini udah nakal yah", seorang lelaki terdengar menegur Rino

"PAPAH...", teriak Rino melempar HPnya dan loncat memeluk papahnya yang baru pulang dari luar kota setelah 3 bulan lamanya bekerja mengurus pilpres.

Mereka makan malam di bersama, tapi bundanya hanya meminum susu diet nya, karena waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Eh gimana pendaftaran Stan? Kamu daftar kan?", tanya papahnya

"Daftar Stan yah paah, nanti Rino daftar deh yaah", jawab Rino terbata-bata

"Kamu itu kalau masuk Stan wah..", terlihat harapan besar tersirat dimata sang ayah menginginkan anaknya masuk sekolah milik negara itu, tapi ayahnya mampu menahan diri untuk tidak memaksanya tapi Rino cukup mengerti ayahnya.

Tombol simpan permanen itu sudah dipencet, Rino resmi mendaftar kuliah lagi di Stan untuk kedua kalinya tapi dengan niat yang sama, yaitu hanya untuk membanggakan papahnya. Tapi mimpi terbesarnya masih tetap sama.

"Gw ga tau gimana lagi, bokap semakin tua, ga lama lagi pensiun, gw anak pertama, gw yang akan kasi makan nasi buat semua kesayangan nanti", fikirnya

Waktu menunjukkan pukul 2 malam, dia masih memikirkan masalah baru tadi, lebih tepatnya masalah yang datang dari tahun lalu. Sebagai manusia, Rino hanya bisa melakukan yang terbaik di esok hari.

Tahun lalu Rino lebih memilih kuliah di kampus swasta daripada kuliah di kampus dinas itu, prinsipnya tidak mau bekerja untuk pemerintah tapi ingin menghebatkan negaranya.

Suara keyboard diketik sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu, mereka adalah pelanggan pertama di café pagi itu. Dafa dan Aryo yang sibuk bermain game, Adel yang sedari tadi sibuk mengupload snapgram, dan Rino yang masih mengerjakan program komputer buatannya.

Sejenak Rino berhenti untuk menikmati Taro cheesenya, tiba-tiba dia melihat Sabrina berlalu membuang pandangannya, sepertinya dia menyadari kalau Rino melihatnya. Lelaki 20 tahun itu mengejar Sabrina hingga ke bagian outdoor mall itu. Tangan bekas jahitan itu pun di genggamnya menahan Sabrina, langkahnya terhenti berbarengan dengan suara Rino. "Sabrina kita harus bicara".

"Lo kenapa? Ngejauhin gw, di grup cuma just read", tanya Rino sambil menatap mata bulat yang sedikit lagi menangis

"Gapapa, kepo banget lo", Sabrina memalingkan wajahnya

"Kalo gapapa gak mungkin lo berubah drastis kek gini, you are totally changed", bentak Rino

"KARNA GW PUTUS... PUAS LO TAU? PUTUS GARA-GARA GUA JALAN SAMA LO, GARA-GARA KITA PEGANGAN TANGAN DI THEATRE WAKTU ITU", tangis Sabrina

Gadis itu menangis sejadi-jadinya, air matanya memaksa untuk dikeluarkan, terlalu sakit untuknya, 'Guaa minta maaf", tiga kata terakhir dari mulut Rino sambil memeluk Sabrina.

Rain SaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang