①⓪ ≫ Contract

297 22 0
                                    

"Kenapa aku berakhir di sini? Ugh, menyebalkan. " mencebikkan bibirnya kesal.

Gerutuan senantiasa keluar dari belah bibir tebal yang menggoda, menurut Yoongi.

Jimin kesal, teramat sangat kesal akan pemuda Min yang lagi-lagi dengan seenak jidatnya menculiknya ke sebuah gedung besar yang lama-kelamaan membosankan bagi Jimin. Tiga jam ia duduk di sofa tanpa melakukan apapun.

Yoongi memberinya beberapa tumpukan buku di atas meja, katanya biar Jimin tidak dilanda kebosanan. Namun bagaimana Jimin bisa mengerti jika tumpukan buku yang hampir membuatnya tak terlihat di depan meja itu berisi tentang bisnis?!

Oh permisi, di sini Jimin hanyalah seorang siswa sekolah menengah atas yang sayangnya menikah sebelum lulus! Huft.

Ingin sekali Jimin melempari si pucat itu dengan buku-buku dihadapannya. Sungguh, dengan melihat tumpukan buku yang menjulang di depannya saja sudah membuat kepalanya pusing, apalagi membacanya. Huh, Jimin tidak bisa membayangkannya.

"Berhentilah menggerutu, Jimin. " ucapnya tanpa mengalihkan tatapannya pada layar di hadapannya.

"Hyung, kenapa kau membawaku ke sini! Seharusnya aku sekolah, bukan menemanimu dengan tumpukan kertas membosankan itu, huh. " Jimin melipat kedua tangannya di depan dada dengan kepala yang menoleh ke samping.

"Tidak berangkat sehari tidak akan membuatmu bodoh. " balasnya santai.

"Yak! Hyung, aku kelas tiga dan sebentar lagi lulus! Apa kau tega membiarkanku tinggal di kelas. " memelankan kalimat terakhirnya dengan mata yang berkaca-kaca menatap Yoongi.

Yoongi menoleh ke arah Jimin. Damn it! Jimin menangis. Ia bangkit dari kursi kebesarannya dan melangkah mendekati Jimin, ia mengangkat Jimin dan kemudian mendudukkannya di pangkuannya. Menatap Jimin yang masih saja menangis dengan mata tertutup rapat.

"Sudahlah, jangan menangis." Jimin tetap menangis.

Yoongi berdecak, "Iya, besok kau sekolah lagi. " dan seketika tangis Jimin mereda.

'Ck, anak ini.'

"Hyung, kau tidak bercanda kan? " tanyanya dengan mata yang berbinar.

"Hm"

"Kau benar mengizinkanku sekolah lagi besok? "

"Hm"

"Ish, jangan hanya hm, hm, hm, hm saja. Jawab yang benar, Min Yoongi! " Jimin memalingkan wajahnya kesal, dan saat hendak turun dari pangkuan Yoongi, sebuah tangan kekar menahan pergerakannya.

/Cup/

Jimin membeku, dan keterdiamannya Jimin seolah menjadi lampu hijau bagi Yoongi. Ia melumat pelan bibir tebal menggoda Jimin, tangannya menuju leher belakang Jimin dan menekan tengkuknya untuk memperdalam ciuman keduanya.

Jimin terbuai akan ciuman Yoongi yang memabukkan, lantas ia membalas ciuman Yoongi dengan tangannya yang sudah mengalung indah di leher sang dominan. Ia meremas pelan rambut Yoongi, menyalurkan kenikmatan yang ia dapat dari ciuman mereka.

Yoongi mengakhiri ciuman keduanya, ia menatap mata Jimin yang masih tertutup dengan bibir yang terbuka serta bahu yang naik turun mengais oksigen. Dan saat mata itu terbuka, ia berucap.

"Iya, aku mengizinkanmu, Min Jimin. "

Nada suaranya memberat di akhir, menimbulkan rona merah di pipi sang submisif yang langsung menubrukkan wajahnya pada dada bidang sang dominan, Jimin malu.

◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇

Sekarang Jimin bosan, lagi. Yoongi meninggalkannya untuk rapat yang entah akan berlangsung berapa lama. Bungkus snack makanan ringan terkumpul di meja yang semulanya berisi tumpukan buku itu. Yoongi memberikan banyak snack padanya sebelum keluar untuk rapat tadi, dan karena sudah habis semua sekarang Jimin bosan lagi.

Ah, ia merindukan kelinci manisnya dan kemarin di sekolah pun Jungkook tak ada. Huft, sebenarnya Jungkook ke mana? Kenapa menghilang tanpa kabar? Kan Jimin jadi khawatir.

Jimin beranjak dari duduknya, ia mengelilingi ruangan Yoongi yang terkesan berantakan. Mendesah pelan, Jimin mulai memungut kertas-kertas yang bercecer dilantai. Menjadi satukan kertas-kertas yang ia kumpulkan dan kemudian di letakkan di laci meja kerja Yoongi.

Sejenak Jimin tertegun, di dalam laci itu terdapat satu map yang bertuliskan 'kontrak' pada sampul depannya. Ada rasa keingintahuan yang tiba-tiba menyelip dalam benaknya. Lantas ia meletakkan tumpukan kertas yang dipegangnya di atas meja kemudian mengambil map itu dan membukanya.

Jantung Jimin berdetak kencang, sudut matanya terdapat genangan air yang siap tumpah kapanpun ia inginkan, lalu satu tangannya ia gunakan untuk menutup mulutnya. Terlampau terkejut dengan apa yang dilihat dan dibacanya, lidahnya kelu untuk mengatakan barang sepatah kata pun.

/Brak/

Map itu terjatuh dari tangannya, menyebabkan isinya berhamburan di lantai.

'Ini tidak mungkin! ' batinnya berteriak nyaring, hatinya berdenyut sakit, sakit sekali sampai-sampai Jimin meremas kaus yang dipakainya kuat.

Matanya menangkap cutter di pojok laci dan langsung diambilnya. Tanpa pikir panjang, Jimin menggores pergelangan tangannya hingga darah mengucur deras membasahi lantai. Goresan yang ia buat terlalu dalam rupanya, tapi ia tak peduli. Bahkan tak ada ringisan yang keluar dari belah bibirnya kala besi tajam itu mengenai kulit putihnya yang kini sobek serta berwarna merah.

Jimin terdiam ditempatnya, membiarkan darahnya mengotori lantai putih ruangan suaminya, atau tuannya?

Ia tak peduli apapun lagi. Pikirannya kacau dan hatinya sakit, dan sakit di pergelangan tangannya bahkan bukan apa-apa dibanding sakit di hatinya. Pandangan matanya memburam, kepalanya terasa berat. Matanya terpejam bersamaan dengan tubuhnya yang limbung, kepalanya membentur ujung laci sebelum akhirnya jatuh ke lantai yang dingin.












"JIMIN! "

























































Dengan ini, Park Crop akan mendapat 5% saham dari Min Crop dan Jimin resmi menjadi milik (budak) Min Yoongi.

Tbc

αм ι ωяοиg ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang