14.

275 47 33
                                    

❤️❤️❤️

“Kamu, bilang apa sama papa?” kalimat lelaki di depannya ini setengah menghardik.

“C'mon. Papamu pasti tahu, kebutuhan lelaki seperti apa?” tambahnya, tak ada rasa bersalah sedikit pun. “Tak usah seserius ini, bersenang-senang sedikit, bolehlah!” Senyumnya terkembang, memandang dengan satu alis terangkat ke arah Ayudia.

“Kalau Lo keberatan, Lo aja yang gantiin mereka, toh kita bakal nikah!”

Byurrr ...

“Bang**t, Lo, ya!”

Ayudia tersenyum, meletakkan gelasnya yang telah kosong kembali ke atas meja. Ia hanya berusaha mengusir tipu daya jin, yang ada di kepala Doni dengan segelas air. Tidak salahkan?

“Muna, Lo! Sok suci!” ia mengibaskan krah bajunya setelah mengelap wajahnya dengan tisu. Ia tampak berang, wajahnya memerah dengan mata melotot.

“Kamu batalin rencana kita ke papa, atau aku sebarin video, kamu.”

Doni tergelak. “Ck, Lo kira gue yang bakal malu? Inget, siapa papamu, Ayudia!”

Ayudia masih bersikap tenang, ia melipat kedua tangannya di depan dada. Tubuhnya bersandar pada sofa yang menjadi tempat duduknya. Netranya memandang pada sekulen lucu yang ada di atas meja.

“Oke, kalau itu mau kamu! Kita lihat saja setelah video itu tersebar. Nggak hanya satu, aku punya beberapa.”

Ayudia dengan tenang mengambil tas nya, meski mendengar umpatan Doni yang entah tertuju pada siapa. Ia akan beranjak sebelum Doni memintanya untuk tinggal.

“Tu-tunggu, Yu!”

Ayudia menyembunyikan senyumnya, ia kemudian kembali duduk dengan elegan.

Tarikan napas keras itu sampai ke rungu Ayudia. Membuat Ayudia berdecak dalam hati. Kalau udah gini, akting susah. Kayak aku nggak tahu aja tipe bajingan kayak kamu.

“Gue nggak bisa batalin, Yu. Cuma bokap, Lo, yang punya kekuasaan itu. Gue sama Lo, sama. Posisi kita berdua seperti biduk catur.”

Kini Ayudia yang menarik napas berat. Papanya adalah sosok yang mengerikan, tak ada yang tak tunduk kepadanya.

“Pasti bisa. Hanya saja kita belum tahu jalannya.”

“Gue ngikut, Lo. Kalau, Lo, nemuin cara buat kita bubar, gue nggak akan berulah.”

Ayudia mengangkat kedua alisnya, “Are you sure?” Rasanya tak percaya, Doni semudah ini bekerja sama.

Doni mengangguk, kemudian mengusap wajahnya yang terlihat mencemaskan sesuatu.

“Jangan sampai gue yang batalin. Dia bakal hancurin posisi bokap gue. Kartu As bokap ada di tangan bokap, Lo.”

Ayudia semakin mengerutkan kening. Banyak rahasia yang tak diketahuinya.

“Ya udah, kita sekarang ngadep, Papa. Berdua!”

“Ta-ta-tapi, Yu?”

“Sekarang, atau sebarin video?” tekannya.

Doni mengacak rambutnya, kemudian mendengus kesal. Bapak dan anak sama saja, sama-sama ahli dalam memberi tekanan kepada orang lain. “Okey, fine! Se-ka-rang!” ucapnya kemudian berdiri dan berjalan mendahului, Ayudia.

“Eh, eh, Mas! Mas Doni! Bayar dulu pesenan kamu! Aku nggak bawa uang cash!” ia melenggang meninggalkan Doni yang mengumpat kesal. Emang nggak ada uang cash, nggak bisa gesek? Males aja sih ngeluarin uang buat lelaki kayak dia, mending sumbangin ke lembaga zakat, ye kan.

I Hate (Love) U  (sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang