❤️❤️❤️
Mahesa mengamati satu persatu fotonya dengan Ayudia dalam postingan lambe murah. Ada beberapa slide foto di sana.
Slide pertama, fotonya ketika berdiri berhadapan dengan Ayudia di depan coffe shop di Bandara Moscow.
Slide Kedua, foto masing-masing, Ayudia dan Mahesa secara terpisah, namun di tempat yang sama, Red Square, Moscow.
Slide Ketiga, Ayudia dan Mahesa yang berada di Lobby Hotel Four Season Moscow, secara terpisah.
Slide keempat, foto Ayu dan Mahesa yang sedang duduk bersebelahan di acara reuni. Dengan senyum mengembang di bibir keduanya.
Keempat foto tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa Mahesa dan Ayudia memang sengaja melakukan perjalanan berdua. Hotel yang sama, bandara, dan tempat Selfi pun kebetulan sama. Ditambah foto acara reuni yang semakin mengukuhkan keduanya, bahwa ada hubungan special.
“Kamu tega ya, Mas! Udah bohongi aku kayak, gini!” Nana murka, menghempaskan pantatnya pada sofa di ruangan itu.
“Bisa take down secepatnya?” perintah Mahesa kepada Alfian.
“Take down? Traffic akun ini jutaan lho, Mas! Gila aja kalau mau take down. Bunuh diri itu namanya!” protes Nana.
Mahesa menatap Alfian yang mengangguk kecil menyetujui perkataan Nana.
“Kita biarkan kayak gini? Semakin meliar?”
Nana berdiri, kemudian bersedekap ke arah Mahesa. “Meliar? Yang sebenarnya gimana, sih, Mas? Ini tuh, bener atau nggak? Foto-foto nya juga asli.”
Mahesa menghirup udara pelan kemudian menghembuskannya keras. “Kamu kebiasaan main marah aja. Logika kamu kemana?”
Nana mencebik mendengar kata-kata tegas Mahesa.
“Ya-ya, habisnya, siapa yang nggak marah liat berduaan gitu. Pantes aja ke Moscow sama Malang nggak mau ditemenin. Ternyata ada itu!” Nana menunjuk ponselnya dengan dagu.
“Ck! Nggak kayak gitu ceritanya.”
“Al, Lo, tau hubungan mereka berdua?” Alfian menggeleng.
“Setahu gue cuman satu almamater.”
“Jangan-jangan itu mantan kamu ya, Mas?”
Mahesa mendengus lagi, tak mau meladeni kegilaan Nana.
“Kerjaan Rama?” tebak Mahesa
“Bisa jadi. Setelah gagal menyodorkan Cindy, dia bisa saja menyodorkan anaknya yang lain dengan jebakan.”
“Agar bisa ngikat dan ngatur aku? Lewat anaknya?”
“Seperti itu!”
Mahesa menyeringai. “Dia kira dia berhadapan dengan siapa?”
“Apa? Kenapa Rama Pradipta?” sela Nana, yang sedari tadi memperhatikan kedua orang dihadapannya itu berbicara dengan penuh kode.
“Na, bilang sama anak-anak media kita akan meeting sebentar lagi.”
“Bahas ini?”
“Iya, biasanya mereka punya ide yang anti mainstream.”
“Duh, Mas! Gila kamu! Ya jelas mereka bakal ngasih ide kamu buat ngelanjutin Pansos!”
“Nggak usah ngegas! Belum tentu Pak Mahes setuju, juga!” bantah Alfian.
Nana mendengus kesal, bahkan merutuki kedua lelaki didepannya yang hanya menatapnya penuh tanya. Emang salah mempertahankan miliknya. Nana keluar ruangan Mahesa dengan kesal, menuju ke ruangan anak-anak media.