TPS 9
❤️❤️❤️“Allahummaghfir lahaa warhamhaa wa 'asfihaa wa fu'anhaa wakrim nudzulahaa wawasi' mudholahaa wagsilhaa bilmaai watsalji wal barodi wanaqqohaa min khotooyaa kamaa naqoitats tsaubal abyado minad danasi wabdilhaa daarol khoiron min daarihaa eaahlan khoiron min ahlihaa wajaudzan khoiron nin jaudzihaa waadhilnaj jannata wa a'idzahaa min adzaabil qobrii au min adzabin naar. Al-fatihah,”
Ayudia menengadahkan tangannya, melantunkan doa untuk orang terkasih, di depan sebuah pusara kayu yang agak lapuk. Teman perjuangan dalam menjalaninya hidup, kini telah meninggalkannya sendirian. Batas waktunya telah usai, meski menyisakan sebuah penyesalan bagi Ayudia.
Selama hidupnya, wanita ayu nan lemah lembut itu, tak pernah sekalipun berkeluh kesah atas hidupnya. Meski dulu, Ayudia menganggap Tuhan tak pernah adil padanya. Wanita yang terlihat lemah itu, selalu menampilkan senyum optimis, dengan binar penuh harapan padanya.
Bahkan, saat tubuhnya penuh lebam, ia hanya tersenyum hangat, tanpa keluhan. Ia hanya akan berkata sembari tersenyum, “Mama, ikhlas. Karena ini adalah pilihan Mama untuk mencintainya.” Berkat kalimat itu, membuat Ayudia semakin muak dan membenci kelemahan sang Mama yang tak berdaya hanya atas nama cinta.
Ia tak percaya cinta, sekuat mungkin membentengi hatinya yang rapuh dengan kata penuh omong kosong yang bernama Cinta. Cinta itu tai kucing! Begitulah prinsipnya. Sebelum bertemu sosok Mahesa yang menghancurkan benteng pertahanannya.
Semua bermula dari suami sang Mama yang berusaha menjualnya ke mucikari ketika Ayudia menginjak kelas 2 SMA. Suami Mama yang pemabuk, hobby berjudi, dan suka sekali menyiksa sang Mama itu sudah kehabisan akal. Bahkan ia seringkali berusaha untuk menodai Ayudia.
Ayudia yang memilih untuk mencari uang sendiri dengan bekerja paruh waktu menjadi pramuniaga di sebuah mall. Tak hanya itu saja, di usianya yang masih 16 tahun itu, Ayudia sudah mengikuti beberapa ajang foto model dan fashion show hanya untuk mengejar hadiah jutaan rupiah, dan akhirnya mengantarkannya sebagai gadis yang dinobatkan sebagai Raki Malang, atau duta wisata. Menjadi MC di tempat wisata, sudah biasa dilakoninya. Dari studia satu ke studia lainnya, dari tempat satu ke tempat lainnya, Ayudia datangi, hanya untuk mengumpulkan banyak uang untuk sang Mama. Agar ia dan Mama, bisa lepas dari suami Mamanya.
Entah, malam itu takdir membawanya ke dalam skenario yang menakutkan. Ia ditipu suami sang Mama, dengan menggunakan alasan Mama menunggunya. Dan begitu bodohnya, Ayudia percaya begitu saja. Saat lelaki itu menyebutkan nama sebuah hotel di tengah kota Malang.
Tanpa ada pikiran apapun, Ayudia mendatangi hotel tersebut, ternyata Ayudia dijebak. Dua orang lelaki seperti tukang pukul dan satu wanita seksi dengan dandanan menor itu telah menunggu Ayudia. Pandangan menelisik, seolah menelanjangi yang dilakukan oleh wanita itu membuat Ayudia benar-benar jijik.
“Laku mahal, ini!” ucapan pertama kali yang keluar dari mulutnya.
“Mak-mak-sudnya?”
“Apalagi perawan,” tambahnya tanpa memedulikan pertanyaan Ayudia.
“Tunggu, Mamaku, mana?” tanya Ayudia dengan tubuh bergetar, pandangannya meneliti setiap sudut kamar. Namun, nihil. Tak ada sosok Amira Rasyid di sana. Hanya kepulan asap rokok yang sengaja diembuskan ke wajahnya oleh wanita di depannya, ini.