25.

688 114 53
                                    

TPS 25
❤️❤️❤️

Sebelumnya, semua tampak baik-baik saja. Bahkan Mahesa beberapa waktu yang lalu, memperlakukannya dengan cara baik,  saat mereka sama-sama memulai mencecap kepemilikannya. Ayu kira semua rasa sudah melebur menjadi sebuah ikatan yang kokoh semenjak tadi. Namun, membiarkan dirinya sendiri dalam kamar hotel yang super luas sampai tengah malam seperti ini, membuat Ayu kembali memupuskan asanya.

Semenjak di resepsi tadi, Mahesa kembali acuh dan dingin. Tembok pembatas yang selama ini ada kembali berdiri kokoh di antara keduanya. Mahesa hanya akan bersikap manis ketika para kolega dan teman-temannya, memberi ucapan selamat. Setelah itu, kembali mengacuhkannya, menganggapnya tak ada. Membuat Ayu kembali menerka-nerka, apa yang telah dilakukannya sehingga membuat Mahesa berubah begitu cepat.

Rasa pusing yang mendera, dengan tubuh yang semakin terasa meriang. Membuat Ayudia memutuskan untuk tak memikirkan kembali sikap Mahesa. Ia butuh istirahat, menenangkan otaknya yang terlalu sering diajak berkerja keras.

Alarm pada ponselnya berbunyi, menunjukkan pukul tiga pagi. Netranya mengedar, di dalam ruang tidur tak tampak keberadaan Mahesa. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang lainnya yang berisi sofa dan televisi. Kosong, dini hari di malam pernikahannya bahkan Mahesa tak menemaninya. Kemana, dia? Apa terjadi sesuatu? Ayudia mulai ketakutan. Secepat kilat ia menggeleng, mengusir pikirannya yang negatif. Kalaupun ada sesuatu, pasti salah satu dari keluarga atau Nana sang asisten akan mengabarinya.

Ayudia memilih membasuh wajahnya dengan air wudhu, menunaikan salat malamnya. Ada rasa cemas berlebih dalam hatinya, yang membuatnya sesak tiba-tiba. Ia pasrahkan dalam sujud-sujud panjangnya, tentang hati, tentang rasa, dan tentang asa yang mulai meluruh. Ia titipkan ikatan ini kepada Pemilik cinta, agar tumbuh kuat dan mengakar sampai jannahnya. Sebagai ibadah sepanjang masa, saling belajar dan saling menyempurnakan.

Ayu bertekad, bahwa tak akan ada air mata lagi di masa datang. Ia yang memutuskan menyerahkan dirinya kepada Mahesa. Tidak ada yang perlu di sesali, mungkin dengan ini, bisa menghapus segala perih dosa yang telah ia lakukan. Serta memberi sedikit ruang maaf di hati Mahesa untuk sang papa, surau saat nanti. Ketika Mahesa mengetahui segalanya. Semoga.

Ayu terbangun, ia kembali tertidur di atas sajadahnya setelah menunaikan salat subuh. Terdengar bunyi smart lock kamarnya, Ayu segera bangkit dan menyambut, berharap Mahesa yang datang. Benar saja, wajah segar dengan bagian rambut basah itu terlihat semakin mempesona di matanya.

Mahesa masuk, tanpa memedulikan Ayu yang menyapanya dengan senyuman. Ayu menelan kembali seyumnya, ia menambah stock kesabarannya berkali lipat.

“Tidur di mana?”

“Rumah.”

“Lho, kok nggak ngajakin saya?”

“Kemasi barang kamu. Setelah Ibuk bapak pulang, kita check out.”

“Pagi ini? Mahira dan Malika juga?” Ayudia menyebut nama kedua adik Mahesa.

Tanpa menjawab pertanyaan Ayu, Mahesa membereskan koper miliknya. Ayudia mengekor, mengambil alih milik Mahesa.

“Biar saya, Mas”

“Saya bisa sendiri, punya kamu, aja!” tolaknya, membuat Ayu tersenyum getir.

“Ya udah, kalau gitu. Jadi bersyukur punya suami yang mandiri, nggak apa-apa nunggu istri,” kata-katanya dibuat seceria mungkin.

Cup

“Ay!”

Ayudia meringis, setelah mencuri kecupan di pipi Mahesa.

“Tanda terima kasih,” ucapnya sembari mengerling ke arah Mahesa yang masih menatapnya sinis. Ayudia menghela napas panjang, kemudian tersenyum. Ia berlari kecil menuju kamar mandi, membereskan semua peralatannya yang masih ada di sana.

I Hate (Love) U  (sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang