❤️❤️❤️Ayu menghempaskan tubuhnya sejenak di atas ranjang hotel. Melepaskan penatnya yang mendera, jemarinya sesekali memijit pelipisnya, desisan halus tak urung keluar dari bibir nya. Namun memejamkan mata dalam kondisi kamar terang benderang sungguh membuatnya tidak nyaman.
“Lan, aku pingin istirahat bentar, aja. Bisa keluar dulu? Kamu di ruangan lain aja prepare-nya.” Ayu mengubah posisinya menjadi meringkuk seperti janin. Kepalanya benar-benar sakit, entah hanya karena jetlag atau yang lainnya.
“Okey, Mbak. Kalau butuh apa-apa, panggil, aja!”
Ayu tak bersuara, hanya menggerakkan kepalanya dengan anggukan.
Samar-samar, kesadarannya mulai menghilang. Napasnya mulai teratur, kemudian memulai petualangannya di dunia mimpi.
❤️❤️❤️
Mahesa mengecheck jadwalnya dalam tab-nya. Masih satu jam lagi, artinya ia bisa bersantai dan menikmati sarapannya terlebih dahulu. Undangan dari KBRI Rusia dalam moment Festival Indonesia Moscow (FIM) bagi Mahesa adalah suatu kesempatan besar untuk lebih mengenalkan eksistensi dalam karier politiknya. Sekaligus menunjukkan bahwa ia, sosok independen yang akan mampu mengalahkan pesaingnya, meski bukan lahir dari rahim partai politik mana pun. Bahkan ia yakin bisa mengalahkan kompetitor nya yang merupakan kader sebuah parpol pengusung nya.
Kini, Mahesa tinggal menunggu pinangan dari parpol yang belum menentukan posisi. Koalisi akan dilakukan dengan beberapa parpol yang akan mendukungnya. Baru dua parpol besar yang sudah mendeklarasikan dan siap berdiri di sisinya. Tentu saja, Mahesa tak mau gegabah, ia harus benar-benar selektif dalam memuluskan strategi dan langkahnya untuk pemenangan kali ini. Ini bukan main-main, bagi Mahesa, sekali ia terjun dalam hal apa pun, maka totalitas diri yang akan ia kerahkan. Tak peduli hasilnya akan seperti apa, karena selama ia menyakini bahwa totalitasnya tak akan mengkhianatinya, maka ia akan terus maju tanpa takut rintangan apa pun.
Bahkan di dunia yang orang bilang kotor sekalipun, penuh intrik, keji, dan manipulasi, seperti dunia politik, Mahesa akan berlaku sama. Dunia yang sama, yang pernah benar-benar menghancurkan keluarganya, nama baik, dan harga dirinya di masa silam.
[Mas, jangan telat! Performa kamu dipertaruhkan!]
Mahesa mengerling, ketika membaca pesan dari asistennya, sekaligus orang terdekatnya saat ini.
[Sarapan apa, Pak Wali kota?]
Mahesa sent picture.
Sepiring omelet, dan dua buah sosis, serta secangkir kopi.[Belum jadi wali kota]
[Ucapan adalah doa, Mas!]
[Aamiin]
[☺️☺️Enjoy your breakfast, Mas. I love you!😘]
[Eh, jangan lirik-lirik cewek bule, ya! Awas aja!][Ikut makanya, biar ada satpam nya.]
[Ih, Mas! Enak aja aku di bilang satpam! Mana ada satpam cantik gini!]
[Gimana dong?]
[Auh, ah. See ya! Udah ah, aku mau meet up sama petinggi Partai Selalu Indah yang single itu lho, mayan daripada galau.]
[I watch u]
[Hahaha,,,laffyuu, Mas!]
Mahesa tersenyum, mematikan layar gawainya. Meyesap kopinya hingga tandas, sebelum beranjak kembali ke dalam kamar hotelnya.
❤️❤️❤️
“Mbak Ayu, senyumnya agak lebar dong. Pelit banget! Ini kan temanya ceria!” teriak Wulan, membuat Ayudia mendelik. Yang lebih tahu tema baju keluaran butiknya siapa? Yang punya ide rancangan juga siapa? Dasar asisten sok tau. Minta ditimpuk Jimmy Choo nya kali.