11- not him

563 52 12
                                    

Happy reading~

Sepulang sekolah, Devan mengajakku untuk pulang ke rumahnya. Sebenarnya aku sudah menolak tapi berujung sia-sia. Aku tidak tau apa yang terjadi dengan diriku sekarang, kenapa tiba-tiba aku jadi peduli padanya dan terkadang merasa khawatir. Mungkin karena dia mirip dengan Ethan, walaupun sifat keduanya jelas-jelas berbeda. Ethan memiliki kepribadian yang ceria dan selalu bersemangat, setidaknya itu yang ia tujukan di depanku sebelum aku mengetahui kebenaran yang sebenarnya, sedangkan Devan dia cenderung kaku dan sangat dingin. Aku tidak tau mengapa Devan memilih aku dan bukan orang lain saja. Jujur saja aku tidak tau apa yang kulakukan ini benar atau salah. Aku hanya bingung.

Sepanjang perjalan kami hanya diam tanpa ada satupun pihak yang ingin membuka suara, aku menghabiskan waktu di perjalanan dengan mengamati jalan menuju rumahnya lewat kaca jendela mobil, kulihat di sepanjang jalan hanya ada kumpulan pohon-pohon yang berjajar rapi, tentu saja ini kawasan hutan yang aku tidak tau tempatnya dimana, sejak tadi aku memang memperhatikan jalanan tapi tetap saja terlalu rumit untuk kuingat dikarenakan jalanan yang berbelok-belok dan terjal tanpa ada satupun petunjuk arah atau bangunan yang terlihat. Aku memperhatikan Devan sekilas yang masih fokus menyetir, tapi sepertinya dia menyadari tatapanku barusan.

"Apa?"

"Kenapa aku, Dev?"

Kulihat dia melirikku sekilas dan kembali menatap jalanan di depannya. Aku tau dia mengerti maksud dari pertanyaan ku barusan.

"Karena sejak awal kau milikku."

Dia lalu meraih sebelah tanganku untuk di genggam nya.

"Aku tidak akan melepaskan mu, Angeline."

Sebenarnya bukan jawaban ini yang ingin ku dengar, tapi ya sudahlah.

Setibanya di rumah Devan, dia langsung mengantarkan ku ke kamar tempat pertama kali aku datang kesini dengan cara diculik. Tapi nuansa kali ini sedikit berbeda, dimana kulihat keadaan kamar ini berubah menjadi kamar yang memang ditujukan untuk perempuan ada tambahan meja rias beserta skincare dan kosmetik lainnya, dan juga lemari besar berisi baju-baju perempuan dan sepatu, serta kulihat di meja belajar terdapat beberapa buku, seperti buku pelajaran dan juga novel-novel.

"Bagaimana menurutmu, sayang?"

Aku langsung menoleh ke arah Devan yang ternyata masih bersandar di pintu kamar seperti menunggu reaksiku.

"Apa maksudmu Devan?"

Dia perlahan berjalan mendekat ke arahku dan memegang kedua pundak ku sambil menatap kedua mataku yang saat ini sepertinya hampir berkaca-kaca, bukan karena senang melainkan takut jika yang kupikirkan saat ini menjadi kenyataan.

"Aku mendesign dan membelikan semua ini untukmu. Aku kekasih yang baik kan?"

Aku perlahan berjalan mundur dan ingin melepaskan cengkraman tangannya dari kedua pundak ku, seolah dia sudah bisa membaca pergerakkan ku, dia langsung menarik ku ke pelukannya dan mendekap ku erat. Aku meronta-ronta berusaha untuk melepaskan diri dari pelukannya.

"Devan, lepaskan aku! Biarkan aku pulang!"

Dia malah semakin mendekap ku erat.

"Tidak. Tempatmu sekarang disini bersamaku. Kita akan menghabiskan waktu disini sepanjang hari, bukankah itu menyenangkan?"

Aku menatap Devan dengan tajam.

"Kau tidak berencana mengurungku di rumah ini kan?"

Dia melepas pelukannya dan kembali memegang kedua pundak ku dengan senyum sinis nya.

"Tentu saja itu tujuanku memiliki rumah disini. Bisa kau bayangkan Angeline, kita akan menghabiskan hari-hari kita seperti layaknya pasangan pada umumnya, saling mencintai, dan bebas dari keramaian, tanpa ada seorang pun."

Aku sedikit terkejut dengan kata-katanya barusan. Aku mungkin bisa saja mencoba kabur, tapi itu mustahil. Rumah mewah ini dikelilingi hutan yang lebat dan juga gelap, jika aku kabur dengan menyusuri jalan yang ada aku malah tersesat, kelaparan, dan mati sia-sia. Aku ini bukan tipe orang yang mengambil tindakan dengan terburu-buru, tentu saja aku memikirkan resiko beserta akibatnya, aku ini tipe orang yang realistis.

"Kau gila Devan."

"Tentu saja, aku gila karena mu."








Jam sudah menunjukan pukul 19.30 malam, aku masih berada di kamar sambil sedikit melamun. Selesai mandi tadi, Devan menyiapkan ku satu setel pakaian tidur bewarna navy. Pintu kamar tiba-tiba dibuka oleh seseorang, dan orang itu adalah Devan yang membawa satu buah nampan berisi makanan, buah, dan juga segelas susu. Aku tersenyum miris. Lagi-lagi saat aku melihat Devan selalu saja sosok Ethan yang terbayang. Kenapa?

"Makanlah sayang."

Dulu Ethan juga selalu menyuruhku makan padahal dia sendiri belum makan. Alhasil kita saling menyuapi satu sama lain.

Tidak Angeline! Dia bukan Ethan.

Devan duduk di pinggiran kasur tepat di sebelahku. Dia menyodorkan sendok yang berisi nasi dan lauk itu menuju mulutku, namun aku menolaknya.

"Aku bisa sendiri."

Tapi sepertinya dia tetap bersikukuh untuk menyuapiku.

"Aku memaksa."

Dengan terpaksa aku menerima suap demi suap sampai makanan habis tak tersisa. Aku juga meminum segelas susu yang dibuatkan Devan untukku malam ini. Setidaknya itu bisa membuatku tidur untuk meringankan pikiran hari ini.

Namun tiba-tiba.

"PRANG!"

Piring yang dipegang Devan jatuh berkeping-keping di lantai dan kulihat telapak tangan Devan yang mengeluarkan darah. Aku secara spontan dengan wajah khawatir yang berlebihan segera memegang erat tangan Devan dan kuambil tissue yang ada di samping meja untuk membersihkan darah yang terus mengalir dari tangannya. Tanpa sengaja satu air mata menetes dari mataku, lagi-lagi kejadian seperti ini mengingatkanku padanya. Aku mempunyai rasa trauma tersendiri yang tidak bisa dijelaskan. Aku tidak tau dorongan dari mana aku melakukan ini, namun saat itu juga aku langsung memeluk Devan.

"Kau baik-baik saja kan?"

Dia membalas pelukanku dan berkata lirih.

"Apakah aku harus terus terluka agar mendapatkan perhatianmu?"





Lagi-lagi aku sadar, jika dia bukan Ethan.















Hai readers! Maaf kalau lama update ya, dikarenakan kondisi author yang saat ini lagi dihadepin sama tumpukan buku dan soal-soal yang membuat pusing tujuh kepala, biasalah persiapan mau ujian T_T

Btw, bakal ku usahain untuk lebih sering update. Makanya jangan lupa untuk vote cerita ini, biar author semakin semangat buat nulisnya (・∀・)

YOU ARE MY MEDICINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang