Ketika terbangun dari pingsannya, Ramli sudah berada di sofa di ruang kantornya, dengan Danita berlutut di samping sofa tempat ia berbaring.
"Kamu nggak pa-pa?" tanya Danita cemas.
Ramli mengerjap. "Aku tadi nggak pingsan. Aku tadi ngantuk," ia memberikan pembelaan.
Danita melongo. "Ha?"
"Ini, tadi aku ketiduran. Bukan pingsan. Jangan salah paham."
Danita mengatupkan bibir, tampak menahan senyum, tapi wanita itu mengangguk. "Syukur deh, kalau kamu cuma ketiduran."
Ramli berdehem dan beranjak duduk. Ia menatap ke jendela kaca dan terkejut melihat langit yang sudah gelap.
"Ini ... udah malam?" tanya Ramli.
Danita mengangguk. "Hampir aja aku bawa kamu ke rumah sakit kalau kamu belum bangun satu jam lagi."
Ramli tertawa kering. "Orang aku cuma ketiduran ..." ucapnya canggung. "Tapi, ini udah jam makan malam?"
Danita mengangguk.
"Bagus, deh. Pas banget, aku bangun waktunya makan malam. Emang sengaja aku tuh, bangun jam segini biar langsung makan. Cerdas, kan?" pamer Ramli dengan bangga.
Danita mendengus geli, lalu berdiri. "Ya udah, ayo makan. Kamu pasti capek tidur sesorean."
Ramli berdehem. "Iya, capek banget. Pegal-pegal badanku." Dahlah, tebelin muka aja meski malunya gila-gilaan.
Kata teman-teman Ramli, Ramli tak punya urat malu. Namun, mereka salah. Entah kenapa, di depan Danita, Ramli jadi suka malu-malu meong begini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me If You Dare (End)
HumorRamli adalah anak yang dikorbankan orang tuanya untuk bakti mereka pada sang Kakek. Sebagai anak yang berbakti, Ramli harus menuruti orang tuanya dan pasrah saja ketika dijodohkan. Niat hati ingin kabur, tapi nanti Ramli tak punya uang. Sudah bodoh...