Ungkapan Hati
Tak seperti pesta semalam, acara pembukaan Be Wonderland hari itu berjalan lancar. Setelah acara pembukaan dengan pengguntingan pita, pidato, dan lain-lain, mereka melanjutkan dengan sesi berkelliling Be Wonderland sambil berfoto-foto dan diliput reporter.
Khusus untuk hari pembukaan, hari itu ada diskon lima puluh persen di Be Wonderland, jadi ada banyak pengunjung yang memenuhi Be Wonderland. Rombongan Ramli sampai dikawal belasan pengawal dan security agar tidak terganggu dengan ramainya pengunjung sepanjang acara berkeliling mereka.
Namun, Ramli mulai terganggu ketika para pengawal dan security dengan agak kasar mendorong orang-orang agar menyingkir dari jalan yang akan dilewati Ramli dan rombongannya.
"Kamu!" panggil Ramli pada salah satu pengawal.
Semua orang menatapnya, termasuk pengawal itu.
"Jangan kasar dorong-dorong pengunjung lain. Mereka ke sini bayar, lho! Harusnya kamu kasih jalan buat mereka," omel Ramli.
"Pak," panggil Danita sembari menyentuh ringan lengan Ramli.
Ramli menoleh pada Danita yang menggeleng kecil, nyaris tak kentara. Ramli mendecak kesal dan akhirnya menutup mulutnya, sementara pengawal yang ditegurnya tadi meminta maaf.
Danita meminta mereka melanjutkan langkah. Namun, kali ini seorang reporter yang mengambil foto sambil berjalan mundur menabrak seorang anak kecil hingga anak itu jatuh dan es krim yang dibawanya tumpah mengenai baju si reporter. Seketika, reporter itu membentak kesal,
"Hati-hati kalau jalan! Emangnya ini jalan punyamu?!"
Mendengar itu, Ramli langsung emosi. "Kamu yang hati-hati kalau jalan!" Ramli menuding reporter itu. "Emangnya ini jalan punyamu?!"
Kali ini, Danita kembali menyentuh lengannya dengan sedikit penekanan, lebih seperti peringatan. Namun, Ramli tak bisa tinggal diam. Dia menepis tangan Danita dan mendekat ke arah reporter itu. Ramli kemudian sengaja menabrak bahu reporter itu sampai dia terdorong mundur.
"Kenapa? Mau marah? Terserah aku mau jalan kayak gimana, ini jalan punyaku!" sembur Ramli.
"Pak Ramli!" Teguran keras itu datang dari Danita yang sudah menghampiri Ramli. Wanita itu bahkan kemudian meminta maaf pada reporter itu.
"Yang harusnya minta maaf itu dia," ketus Ramli.
Danita menatap Ramli tajam, tapi Ramli mengabaikan tatapan wanita itu dan berlutut untuk membantu anak kecil yang jatuh tadi.
"Kamu nggak pa-pa?" tanya Ramli sembari menepuk-nepuk pelan celana anak itu.
Anak itu tak menjawab dan malah menangis sambil menunjuk es krimnya yang sudah jatuh.
"Cup cup, jangan nangis," Ramli menenangkan anak itu. "Nanti Om beliin es krim lagi. Sepuluh!"
Anak itu seketika berhenti menangis. "Sepuluh?" tanyanya.
Ramli mengangguk. "Ayo, kita beli es krim," ajak Ramli.
"Pak, kita sedang diliput," ucap Danita yang menahan tangan Ramli ketika Ramli akan pergi sambil menggandeng anak itu.
Ramli menatap rombongannya, lalu para reporter. "Semuanya ikut aja beli es krim. Saya yang traktir." Ramli tersenyum lebar.
Lalu, Ramli menggandeng anak kecil tadi dan mereka berjalan beriringan menuju kedai es krim, dengan rombongan Ramli, para pengawal, dan reporter mengikuti mereka.
***
Danita tak bisa berkata-kata melihat bagaimana Ramli membuat eksekutif perusahaan, para reporter, bahkan para pengawal dan security makan es krim bersama. Bahkan, pria itu membuat mereka semua menonton Ramli yang asyik bermain kertas gunting batu dengan anak tadi sambil mengobrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me If You Dare (End)
HumorRamli adalah anak yang dikorbankan orang tuanya untuk bakti mereka pada sang Kakek. Sebagai anak yang berbakti, Ramli harus menuruti orang tuanya dan pasrah saja ketika dijodohkan. Niat hati ingin kabur, tapi nanti Ramli tak punya uang. Sudah bodoh...