- 04 ; next -

746 137 13
                                    

"Kim kelinci sialan. Awas kalo ketemu. Ku sembelih, bakar, jadi sate kelinci,"

Sepanjang jalan ke perpustakaan, Yedam terus saja menggerutu. Mengata-ngatai sahabatnya, Doyoung yang pergi meninggalkannya dan membiarkannya membawa modul-modul sastra ke perpus sendirian.

Doyoung bilang, dia harus bertemu guru kesiswaan. Tapi memang dasarnya Yedam sedang emosian, ia tak percaya dan menganggap sahabatnya itu berbohong.

Tapi, pada akhirnya ia benar-benar mengembalikan modul-modul tadi sendirian ke perpustakaan.

Koridor menuju perpustakaan masih sepi. Secara, ini masih jam pelajaran. Kelas Yedam juga sudah ganti guru. Tapi Yedam diperintahkan untuk mengembalikan modul lebih dulu ke perpustakaan.

Yah, mau tidak mau kan.

Saking fokusnya menggerutu tanpa melihat jalan, Yedam tak sadar jika ada seseorang di depannya yang tengah berjalan menunduk ke arah Yedam. Dan-

Bruk

"Aduh-"

"Eh, maaf!"

Yedam mengaduh kesakitan dan mengelus sikunya yang membentur lantai dengan tidak elite nya.

Sedangkan si pelaku membungkuk minta maaf dan kemudian mengulurkan tangan, hendak membantu Yedam berdiri.

Yedam menoleh sebelum meraih uluran tangan itu. Wajah kesalnya kini berubah jadi wajah terkejut.

"Haruto?"

Tak jauh beda dengan Yedam, Haruto juga memasang wajah terkejutnya.

"E-eh, sunbaenim. Ah, saya minta maaf!" serunya kembali dan segera membantu Yedam berdiri kala kakak kelasnya menerima uluran tangannya.

"Maaf, tadi saya tidak memperhatikan jalan," ujar Haruto penuh rasa bersalah. "Sunbae gapapa?" tanyanya khawatir.

Jelas lah bro. Haruto itu tau jika Yedam cucu pemilik sekolah tempatnya menimba ilmu ini. Ia pernah mendengarnya dari desas-desus di kelasnya. Makanya ia merasa tidak asing saat beberapa hari lalu Yedam memperkenalkan diri.

Terlebih, Haruto hanya anak biasa yang bisa saja dikeluarkan atau dihukum dengan tidak adil karena melukai cucu pemilik sekolah yang sangat populer.

"Ah, gapapa kok. Aku juga tadi gak merhatiin jalan," ujar Yedam agak gugup.

Haruto mengangguk bersyukur. Ia lalu melihat modul yang Yedam bawa berserakan dilantai. Dengan segera, Haruto mengambilnya sebelum Yedam yang melakukannya.

"Sunbae mau bawa ini ke mana?"

"Eh, ke perpustakaan. Aku aja,"

Yedam pun dengan segera menggerakkan tangannya untuk mengambil kembali tumpukan modul yang Haruto pegang. Tapi, Haruto lebih dulu menghindar.

"Saya yang bawakan. Anggap saja tanggung jawab," kêkêh Haruto.

"Tapi ini jam pelajaran. Kamu gak ada kelas?" tanya Yedam.

Haruto mengedip beberapa kali. Iya ya. Dia ada pelajaran sosial. Dan- ada ulangan. Dia sekarang di luar karena tadi saat sedang jam pergantian pelajaran, Haruto harus ke toilet.

"Eum- ada lah. Tapi gapapa kok,"

Yedam memandang Haruto penuh selidik.

"Kelas adik kelas di gedung baru kan? Perpustakaan ada di utara. Kamu jadi muter nanti jalannya. Kalau telat masuk gimana?"

Tak menggubris, Haruto sudah lebih memilih untuk jalan lebih dulu menuju perpustakaan.

"Eh, Haruto!" seru Yedam yang kemudian berlari menyusul Haruto.

•Different•  [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang