Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. Hari demi hari. Minggu demi minggu. Dan bulan demi bulan.
Semuanya berlalu begitu saja. Rasanya baru kemarin Yedam bernapas lega karena berhasil menyelesaikan ujian kenaikan kelasnya sesuai ekspektasi orang tuanya. Eh, dua bulan lagi sudah mau ujian kelulusan saja.
Sebulan kemarin Yedam sibuk dengan simulasi ujiannya. Ia meninggalkan novel-novelnya demi buku pelajaran. Pun Doyoung yang meninggalkan semua gamenya. Game di ponsel namja Kim itu bahkan dihapus dan akan reinstall setelah ujian kelulusan.
Doyoung kalau sudah berkomitmen memang tidak main main. Yedam kadang iri. Dirinya tak pernah berkomitmen dengan kesadaran pribadi. Semuanya pasti karena tuntutan orang tuanya. Terakhir kali Yedam punya komitmen teguh, itu saat ujian demi bisa bermain dengan Haruto.
Ah, omong-omong Haruto, namja jepang itu sedang sibuk berjalan ke sana ke mari dengan nampan berisi pesanan di tangannya. Ia sedang di cafe.
Yedam mengalihkan matanya dari buku miliknya dan mengamati pergerakan Haruto. Sesekali, senyum terbit di wajahnya.
"Dam, kam-"
Doyoung yang niatnya mau nanya, jadi natap Yedam heran. Sebelah alisnya terangkat. Ia pun menggerakkan netranya untuk mencari objek yang membuat Yedam teralihkan dari bukunya.
Dan yang Doyoung dapatkan adalah sosok Haruto yang berjalan dengan nampan yang sudah kosong di tangannya. Namja Jepang itu pun kemudian hilang di balik pintu dapur.
"Ekhem! Doi memang lebih indah daripada struktur senyawa kimia di buku ya."
Yedam terkejut mendengarnya. Ia hampir melompat dari kursi saat Doyoung berbicara tepat di telinganya. Btw, mereka lagi di cafe. Niatnya belajar di sana sambil nyemil. Niatnya.
"Ih. Dobby, apaan sih? Ngagetin."
Doyoung memutar bola matanya jengah. Ia mengambil sebuah kertas berisikan coretannya. Menggulungnya untuk memukul kepala Yedam.
"Ingat. Kita kemari untuk belajar. Gak usah modus ya."
Yedam mencibik kesal. Ia kembali meraih bukunya dan menggerakkan matanya untuk membaca sederet kalimat soal dan mengisi jawabannya.
Teringat dirinya hendak bertanya, Doyoung pun melontarkan pertanyaannya dan berdiskusi dengan Yedam. Tak lama, mereka lalu kembali pada buku mereka masing-masing. Sesekali mendiskusikan soal lagi yang sekiranya belum dimengerti.
Setengah jam berlalu, paket paket soal mereka sudah mulai terisi banyak. Doyoung menaruh pulpennya dan merenggangkan tubuhnya. Ia melihat Yedam yang masih bergelut dengan beberapa soal lain.
Yedam kalau udah sekali nggarap soal latihan, gilanya kumat. Semua paket soal diambis sama dia.
"Hai, hyung."
Doyoung mendongak dan tersenyum mendapati Haruto yang sudah mengganti seragam nya. Udah selesai shift pasti.
"Belum selesai?" tanya Haruto yang melihat buku Yedam dan Doyoung masih terbuka.
"Udah kok. Yedam lagi kumat ngambis tapi," ujar Doyoung sembari melirik Yedam yang seperti nya belum sadar ada Haruto.
Haruto tertawa mendengar ujaran Doyoung. Ia yang memang berniat pamit pun pamit pada Doyoung, lalu menggeser tubuhnya mendekati Yedam.
Puk
"Hyung, aku duluan ya."
Yedam menoleh saat sebuah tepukan di bahunya terasa diiringi suara Haruto.
"Eh, udah selesai shift mu?" Haruto mengangguk.
"Mau ke toko kan? Yok, sekalian. Aku mau pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
•Different• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔
FanfictionHidup setiap orang tidak sama. Bahagia dan duka setiap orang tidak sama. Status sosial selalu dipermasalahkan. Ya, intinya setiap orang punya kehidupan mereka masing-masing. .・゜゜・ "Haruto ne, hajimemashite." "Yedam?" .・゜゜・ ➷ - b×b - bhs semi...