Perutku akhirnya sudah terisi kenyang. Aku juga sudah menyikat gigiku tepat setelah selesai makan. Para pegawai hotel langsung datang untuk membersihkan tempat kami makan begitu Daddy memanggilnya tadi. Sekarang aku sedang memperhatikan mereka membersihkan tempat itu sambil menunggu Daddy yang sedang membersihkan badannya. Sekarang aku hanya sedang menunggu sambil melihat-lihat isi sosial mediaku. Tidak terlalu banyak yang menarik menurutku. Isinya hanya foto-foto yang dibagikan oleh teman-temanku setiap kali mereka berlibur bersama sugar daddy mereka, atau hanya berbelanja barang baru dan memamerkannya di sosial media mereka. Aku tidak tahu apa hanya aku saja, tapi jika aku mendapatkan barang-barang itu dari hasil bermain dengan Daddy, aku rasa aku tidak akan berani membagikannya. Malah aku merasa malu karena hal itu.
Sesaat kemudian, Daddy sudah muncul begitu saja di depanku dengan pakaian yang lebih santai. "Sudah puas makannya?"
Kepalaku mengangguk. "Dengan makanan sebanyak itu, tentu saja aku pasti kenyang dad," jawabku dengan nada bercanda.
Daddy tersenyum ke arahku. "Jangan bermain ponsel terus, sudah berapa jam kamu menatap layar itu? Nanti matamu bisa rusak."
"Tapi bermain ponsel itu memang sudah menjadi kebiasaan semua remaja sekarang Dad."
"Bukan kebiasaan, itu namanya kecanduan. Simpan dulu ponselmu untuk malam ini. Ponsel itu gunanya untuk berkomunikasi baby. Jangan menyalahgunakannya."
Tanpa sadar, aku memutar mataku di depan Daddy. Raut wajah Daddy seketika berubah menjadi tidak senang. "Baby," panggilnya pelan dengan suara yang terdengar sedikit serak.
Dengan susah payah aku berusaha menelan salivaku sendiri. Sepertinya itu bukan pertanda baik. Aku sadar diriku ini baru saja melakukan sebuah kesalahan kecil yang berdampak besar. "Apa kamu sadar dengan apa yang barusan kamu lakukan baby?" tanya Daddy dengan nada yang tidak begitu senang.
Aku terdiam di posisiku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tahu daddy sudah sering mengatakannya. Dia tidak suka orang lain memutar mata padanya. Daddy bilang itu tidak sopan. Tapi itu sudah menjadi kebiasaanku saat bersama teman-temanku. Sulit diubah karena aku masih sering bertemu dengan mereka. Terkadang itu hanya menjadi memeri otot.
"Apa sekarang baby ku sudah berani mengabaikan Daddy nya? Sejak kapan dia menjadi baby girl yang nakal seperti ini?"
Daddy duduk sambil bersandar di ranjangnya sendiri sambil terus menatapku. "Matikan ponselmu dan tidur baby! Besok kita harus bangun pagi."
Mataku melihat ke arah jam yang tergantung di dinding sana. Jarum jam masih menunjukkan pukul sembilan malam. Ini masih terlalu awal untuk tidur. Tapi melihat tatapan Daddy membuatku sulit untuk menawar lagi.
Aku memutuskan untuk bangun dari posisiku tadi dan menaruh ponselku di meja nakas sebelah ranjang. Tapi aku masih belum bisa tidur, ini bukan jam tidurku.
"Dad, maaf tentang yang tadi. Aku tidak sengaja melakukannya," ucapku.
"Belajar mengendalikan dirimu sendiri baby, kamu sudah hampir lulus kuliah, apa mungkin kamu akan melakukan hal seperti itu di depan bos kerjamu nanti?"
"Aku akan lebih berhati-hati lain kali Dad."
Daddy mengangguk di sana. "Kalau begitu tidurlah. Kamu butuh banyak istirahat."
"Tapi aku masih belum bisa tidur, ini terlalu awal untukku."
"Lalu apa yang ingin kamu lakukan sekarang?" tanya Daddy.
Aku rasa mood daddy sudah kembali seperti semula. Dia sudah tidak terlihat terlalu marah sepertinya. Mataku melirik ke arah TV. Entah apa aku boleh nonton TV malam-malam? Selama ini aku selalu diam-diam nonton drama di kamarku sendiri lewat ponsel.
"Bagaimana kalau menonton TV dad? Kita bisa mencari sebuah film untuk di tonton."
"Nonton TV malam-malam?"
"Iya dad, itu cukup seru. Karena di luar juga sudah gelap, jadi bisa terasa seperti berada di bioskop pribadi. Daddy harus mencobanya sesekali."
"Kalau menurutmu itu memang menyenangkan, kita bisa mencobanya malam ini."
Aku tidak menyangka Daddy bisa langsung menyetujuinya tanpa banyak berdebat. Aku pikir Daddy mungkin masih belum mengantuk juga dan tidak tahu apa yang harus dia kerjakan lagi. Biasanya Daddy akan membawa laptopnya kemana-mana dan bekerja kapan pun dia sempat. Tapi hari ini tidak. Aku sama sekali tidak melihat keberadaan benda yang satu itu.
Aku bangun dari tempatku dan mengambil remot TV yang berada tidak jauh dari TV itu. "Apa kamu nyaman nonton dari ranjangmu? Kemarilah dan kita nonton dari sini," ajaknya.
Aku tidak kembali ke ranjangku, tapi aku duduk di ranjang Daddy. Tepat di sebelahnya. Memang posisi ranjangku sangat tidak bagus untuk menonton TV. Leherku pasti sakit jika aku berada di sana. Bagaimana mungkin ranjang Daddy menghadap langsung ke arah TV sedangkan ranjangku menghadap keluar jendela dan menyamping dengan TV.
Tadinya tidak terpikirkan kalau kita akan menonton film malam ini di hotel. Padahal kan nonton film bisa di rumah saja. Tapi aku dan Daddy sudah bosan berada di sini padahal baru sebentar.
Aku masih ingat dengan yang Daddy bilang tentang kamar yang memiliki jendela yang menghadap langit. Memang benar sih. Tapi langit sama sekali tidak mendukung hari ini. Tidak ada satupun cahaya bintang yang muncul di langit. Tidak sesuai seperti bayanganku. Itu sebabnya sekarang aku memilik untuk menonton film yang sudah pasti saja. Bulan dan bintang tidak pasti muncul juga jika aku hanya berharap.
Setelah mencari-cari film yang kira-kira bagus, akhirnya kita memutuskan untuk menonton film horror. Sebenarnya aku takut dengan film horror. Tapi daddy tidak suka dengan film komedi atau romantis. Bukannya tidak suka, tapi Daddy bilang dia hanya sedang tidak minat menonton salah satunya, tapi tidak masalah dengan horror. Mungkin aku akan banyak berteriak sepanjang film.
Baru saja film ini dimulai, efek-efek suara dari film ini membuatku kesal. Ini bahkan belum dimulai dan aku sudah takut dengan awal film nya.
"Apa yang kamu takutkan dari film horror? Semua itu kan hanya akting dan settingan."
"Tetap saja sound effect dan jumpscare nya membuatku takut dan kaget sepanjang film."
"Memang itu tujuannya baby, kalau penontonnya tidak takut, maka film horror itu pasti jelek."
Sudah aku bilang, aku akan menyerah berdebat dengan Daddy. Dia akan selalu memang. Baru saja mataku melihat ke arah TV, lagi-lagi film itu membuatku berteriak saat sesosok makhluk itu muncul di dalam film.
Daddy hanya tertawa melihatku ketakutan. Setiap aku takut, daddy akan melihatku sambil tersenyum geli. Tanganku mengambil selimut di ranjang itu dan menariknya hingga menutupi wajahku. Aku rasa aku tidak ingin menonton lagi.
"Jadi kamu masih mau nonton atau enggak ini?" tanya Daddy sambil menarik sedikit selimutku untuk melihatku di bawah selimut.
"Sepertinya tidak, aku lebih baik tidur saja."
"Kalau begitu matikan dulu TV nya, besok kita harus bangun pagi baby. Jangan lupa."
Aku bangun dan mematikan TV itu. Sepertinya ini hanya akal-akalan daddy saja. Sudah tahu aku takut, tapi kalau aku juga yang mematikan TV nya, sudah pasti aku harus melihat ke arah TV nya dulu baru mematikannya.
Secepatnya aku mematikannya dan berlari ke ranjangku. Daddy melihatku dan mematikan lampu kamar ini. Aku berbaring dan melihat ke langit-langit. Mungkin tadi efek dari lampu yang menyala jadinya langit terlihat lebih gelap. Tapi begitu kamar ini lebih gelap, mulailah langit terlihat lebih terang.
"Goodnight and have a nice dream baby."
"Goodnight too daddy."
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl | HunRene
Fanfiction[Hiatus] R21+ Irene Carmine, seorang wanita yang belum lama ini menginjak usia yang ke 20 tahun. Kehidupan perkuliahannya yang begitu monoton membuatnya mencari suatu hal yang baru sebagai pengalihan. Tetapi semua itu tidak berjalan dengan lancar...