[ Sehun POV ]
Aku benar-benar kesal dengan kelakuan Karin. Ini sudah kelewatan. Dia tidak hanya menggangguku tapi juga sempat mengganggu Irene di lift. Aku sudah melihat semuanya.
Entah apa masalahnya. Kami sudah tidak memiliki hubungan sejak 5 tahun yang lalu. Aku pikir semuanya sudah beres. Kita berdua sudah sepakat untuk tidak berhubungan apa pun lagi. Aku sudah muak dengan semua tingkah manisnya dan juga sikap busuknya. Bahkan aku pikir, semua keburukan manusia ada padanya.
Sejak pagi tadi, Karin tiba-tiba menghubungiku lewat nomor pribadiku. Padahal seingatku, Karin hanya memiliki nomor lamaku, aku sudah menggantinya tahun lalu karena terlalu banyak masalah dengan nomor yang lama. Tapi bagaimana Karin tahu nomor baruku padahal aku tidak memberitahunya. Hanya beberapa orang saja yang tahu dan semua itu hanya yang memiliki urusan pribadi denganku.
Sepanjang hari, aku sama sekali tidak bisa fokus. Ponselku terus mendapatkan notifikasi spam dari dia. Bahkan komputer ku pun tidak bisa di ajak bekerja sana. Notifikasi itu benar-benar menggangguku bahkah di saat rapat tadi.
Dan aku sama sekali tidak menduganya kalau Karin akan mendatangiku ke kantor. Lebih sialnya lagi, kedatangannya itu bertepatan dengan saat Irene sampa di kantorku.
Padahal tujuan awalku memanggilnya ke sini agar Irene bisa memberiku sedikit saran untuk mengabaikan seseorang tanpa menyakiti perasaannya. Tapi orang itu malah tidak tahu diri dan membuatku emosi. Mendatangi kantorku tanpa membuat mengatakan apa-apa lebih dulu, lalu mengganggu baby girl ku di lift dan menyerobot masuk ke ruanganku. Sudah jelas itu di luar kendali.
Aku sama sekali tidak ingin berdebat dengan Karin di hadapan Irene. Dia tidak perlu mendengar perdebatan kami. Ini sama sekali tidak ada urusannya dengan dia dan aku juga tidak ingin menariknya ke dalam masalah ini. Jadi aku menyuruhnya untuk menungguku di mobil. Seharusnya dia tahu yang mana mobilku.
Begitu Irene keluar dari ruanganku, dia juga tidak lupa menutup pintuku dengan rapat. Memang gadis pintar.
"Sehun, kenapa kamu lari begitu saja? Urusan kita belum selesai."
"Apanya yang belum selesai Karin? Ini sudah 5 tahun. Aku sudah melupakannya dan kita sudah sepakat saat itu."
"Tidak! Hanya kamu yang sepakat, aku tidak."
Aku mengerutkan alisku. Ini tidak seperti yang terjadi 5 tahun lalu. Aku berusaha untuk tetap tenang dan memperbaiki posisi dudukku. Mungkin ini masih bisa dibicarakan baik-baik. Entahlah, aku tidak tahu apa Karin masih waras atau tidak. Tapi mari kita coba dulu.
"Hei, Karin. Dengarkan aku baik-baik. Aku sudah kehilangan seseorang, sekarang aku memulai semuanya lagi dari awal. Aku harap kamu juga begitu. Kita bisa menjalani kehidupan baru masing-masing. Carilah pacar atau suami yang tulus denganmu. Kamu pasti akan bahagia dengannya."
Karin menatapku dengan tatapan kesal.
"Aku tidak ingin seseorang yang baru. Apa susahnya kita tinggal kembali seperti dulu lagi? Bukankah aku cantik? Tubuhku bagus, aku juga bisa memuaskanmu. Kamu selalu puas dengan semua yang aku berikan padamu. Kenapa kamu malah meninggalkanku seperti ini? Memangnya ada orang yang mau barang bekas?"
"Karin, jangan mencari masalah denganku. Apa kamu pikir kamu itu virgin saat kita pertama kali melakukannya?" Diriku sudah sengaja mengatakannya pelan-pelan agar tidak terdengar sampai keluar. Ini benar-benar bukan topik yang bagus untuk di bahas saat di kantor.
"Tapi bukannya kamu bilang tidak masalah dengan itu? Kamu menerimaku apa adanya?"
"I was drunk at that time."
Entah apa yang terjadi padanya, ini sudah kelewatan. Sekarang seluruh isi kantorku heboh dengan berita seorang wanita yang menyerobot masuk ke ruanganku dan membuat keributan disini. Pasti akan ada berita-berita tidak benar lagi besok.
"Aku tahu, tapi bukankah orang mabuk malah mengatakan yang sebenarnya?"
Aku menghela nafas sebentar. Menyandarkan tubuhku ke sandaran kursi sambil memijat dahiku sendiri. Sepertinya aku sakit kepala menghadapi wanita satu ini.
"Kalau begitu apa mau mu?"
Jika dia hanya ingin uang, atau jabatan, aku lebih mudah memberikannya daripada memperpanjang urusan ini.
"Aku ingin kita kembali seperti dulu. Kita hanya perlu menikah dan aku akan mengurus rumah saat kamu bekerja. Aku akan menjadi istri yang baik untukmu. Aku bisa menjamin kea-"
Oke.
Aku harus menghentikannya di sana. Memperjelas apa yang tidak dia mengerti.
"Apa bedanya dirimu dengan pembantu di rumahku? Aku punya pelayan di rumah, ada koki untuk memasak makananku, ada sopir untuk mengantarku. Aku tidak butuh kamu untuk mengurusku Karin. Aku bisa sendiri."
Sepertinya apa yang aku katakan sudah cukup jelas. Aku harap jika dia masih waras, dia akan mengerti. Tapi seharusnya dia punya hati dan juga rasa malu.
"Tapi aku masih menyayangimu. Kamu tahu aku tulus denganmu Sehun. Apa salahnya kita kembali seperti dulu?"
"Sudah aku katakan berapa kali, aku tidak ingin kembali seperti dulu. Kamu bertanya apa salahnya? Salahnya karena kamu membunuh istriku dulu. Sudah bagus aku memaafkanmu. Tapi kamu benar-benar tidak tahu diri dan tidak tahu malu ternyata. Masih berani datang ke depanku dan membuat keributan disini."
"Bukankah itu sudah sangat lama? Kamu masih mengingatnya?"
Pertanyaan apa itu? Aku serius. Maksudku dia membunuh istriku. Rencananya aku ingin melemparnya ke penjara, tapi saat itu aku sadar kalau aku juga salah karena telah berselingkuh dengan Karin. Oleh karena itu sampai sekarang aku masih merasa bersalah pada istriku. Jika saja aku tidak melakukan semua itu, mungkin kami masih hidup bahagia dengan anak-anak kami.
"Karin, pulanglah, atau aku akan memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar dari sini. Jangan menemuiku lagi atau aku tidak akan segan-segan melaporkanmu ke polisi atas tindakan pembunuhan 5 tahun yang lalu."
"Aku sudah minta maaf Sehun."
"Maaf tidak bisa mengembalikan nyawa seseorang Karin! Dia adalah istriku dan kamu hanya selingkuhanku saat itu. Entah keberanian dari mana kamu berani membunuhnya. Apa kamu pikir dengan membunuhnya itu akan menggantikan posisinya? Jangan bodoh."
Aku sudah tidak tahan sekarang. Wanita ini memang tidak waras. Tanganku menekan tombol di ponselku dan tidak perlu di jawab, para penjaga keamanan pasti tahu tujuanku menelepon mereka. Tidak lama setelahnya, pintu ruanganku terbuka. Beberapa petugas keamanan akhirnya datang.
"Bawa wanita ini keluar, dan jangan biarkan dia masuk ke sini lagi," perintahku.
Karin menatapku dengan tatapan marah. Dia masih berani marah denganku? Wow, cukup terkejut. Mereka menyeretnya keluar secara paksa dari ruanganku, dan mungkin dari kantorku. Itu bagus. Aku tidak ingin diganggu lagi. Tanganku mengambil dompet dan juga ponselku. Baby girl ku di bawah pasti sudah menungguku cukup lama. Kasihan dia sendirian menunggu di mobil. Sudah waktunya membayar waktunya yang terbuang sia-sia. AKu harap Irene tidak marah karena aku terlalu lama. Mungkin aku akan memberikannya sedikit kompensasi lagi setelah ini. Setidaknya untuk permintaan maafku atas kejadian hari ini. Dia tidak seharusnya terlibat dengan wanita gila itu.
[ Sehun POV END ]
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl | HunRene
Fanfiction[Hiatus] R21+ Irene Carmine, seorang wanita yang belum lama ini menginjak usia yang ke 20 tahun. Kehidupan perkuliahannya yang begitu monoton membuatnya mencari suatu hal yang baru sebagai pengalihan. Tetapi semua itu tidak berjalan dengan lancar...