[ Irene POV ]
Sekian lama aku menunggu di dalam mobil, akhirnya aku bisa melihat Daddy. Dia keluar dari lift begitu pintu lift terbuka. Aku sangat senang, akhirnya kita bisa pergi dari basement ini. Dia memintaku menunggu disini, tapi disini sama sekali tidak ada pemandangan untuk dilihat karena hanya ada mobil disini, dan lebih parahnya lagi tidak ada signal disini. Apa yang harus aku lakukan. Sejak tadi aku memang hanya melamun entah memikirkan apa.
Mataku bisa melihat Daddy berjalan menuju mobil ini. Dia sangat tampan dan gagah. Andaikan Daddy masih seumuran ku, pasti aku akan menjadikan Daddy sebagai pacarku. Sayangnya aku dan Daddy berpaut 10 tahun. Itu perbedaan yang cukup jauh menurutku dan orang tuaku sudah pasti tidak akan setuju jika aku berpacaran apalagi menikah dengan pria yang lebih tua 10 tahun dariku.
Dan lagi-lagi aku hanya membayangkan sesuatu sambil melamun, sampai-sampai tidak sadar kalau Daddy sudah berada di dalam mobil, tepatnya di sebelah ku.
"Baby, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya khawatir.
"Hmhmm... I'm fine dad," jawabku.
Daddy tetap saja mengecek suhu tubuhku dengan menempelkan punggung tangannya di dahiku. "Memang tidak demam sih, tapi wajahmu terlihat pucat..Jangan terlalu banyak berdiam diri di rumah, keluarlah dan cari udara segar. Sedikit cahaya matahari juga bagus untukmu. Jadi apa kamu ingin jalan-jalan ke suatu tempat dulu sebelum kita pulang?"
Untuk saat ini, tidak ada tempat yang muncul di benakku. Hanya ada rumah dengan AC yang dingin dan Wi-Fi yang lancar walaupun Daddy baru saja menyuruhku untuk keluar rumah mencari sedikit udara segar. Tapi aku sudah terlalu malas untuk membuang tenagaku lagi.
"Dad, kita berada di kota, tidak ada udara segar hanya ada asap kendaraan dan debu, lagi pula aku tidak tahu juga mau jalan-jalan kemana."
Sangat jelas itu hanya sebuah alasan.
"Kalau begitu kita harus mencari waktu, kamu harus mendapatkan udara segar di luar perkotaan kalau begitu."
Kepalaku mengangguk sedikit malas ketika Daddy mulai menyalakan mobilnya dan keluar dari basement. Aku hanya tidak begitu suka aktivitas fisik yang melelahkan seperti berolahraga dan sejenisnya. Itu semua lama-lama membuatku berkeringat dan rambutku akan lepek. Rasanya tidak nyaman untukku.
"Kamu butuh sedikit olahraga sepertinya. Tubuhmu terlihat sangat lemas. Kamu sudah makan?"
Aku mengangkat kepalaku. "Belum dad, tadi Victor buru-buru menjemputku. Aku pikir Daddy punya sesuatu yang darurat."
"Maaf tentang itu, kalau gitu kamu ingin makan di restoran?"
Daddy terlalu sering mengajakku ke restoran mahal untuk makan. Entah itu sarapan, makan siang ataupun malam malam. Rasanya mulutku jadi ingin makan makanan yang sederhana saja. Makanan mahal itu memang kebanyakan lebih sehat. Aku tidak tahu apa hanya Daddy saja yang selalu memesan makanan sehat, atau memang semuanya seperti itu. Yang pasti lidahku ini merindukan jajanan murah.
"Aku ingin jajan makanan pinggir jalan Dad. Apa boleh?"
Tanpa berpikir, Daddy langsung mengangguk. "Tentu saja, tapi tidak boleh terlalu sering. Itu tidak bagus untuk kesehatanmu."
Aku tidak menyangka Daddy akan memperbolehkannya. Padahal selama ini dia selalu ketat dengan makanan yang akan aku makan.
"Serius dad? Aku boleh jajan?"
"Tentu saja, kenapa tidak. Asalkan tetap cari makanan yang higienis."
Aku berpikir sebentar. Dimana aku bisa mendapatkan jajanan pinggir jalan yang higienis? Apa mereka terjamin? Sepertinya tidak.
"Kalau begitu apa aku bisa memakan makanan dari food truck saja?" tanyaku lagi. Hanya untuk memastikan apa aku bisa memakannya. Kalau hanya beli sudah pasti aku bisa. Tapi sudah beli tidak boleh di makan, sama saja bohong.
"Boleh," jawabnya singkat.
Jujur saja, diriku merasa ada yang aneh. Tidak biasanya Daddy membebaskanku seperti ini. Bukankah biasanya Daddy selalu terikat dengan semua peraturan ketatnya tentang kesehatanku. Termasuk tidak boleh bergadang dan tidak boleh bangun terlalu siang.
"Apa hari ini ada sesuatu yang membuat Daddy bahagia?" tanyaku.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
Membalas pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Seperti biasa.
"Tidak, hanya saja aku pikir apa hari ini terjadi sesuatu yang baik selain dari wanita itu? Daddy terlihat berbeda hari ini."
Daddy sedikit tersenyum sekarang. "Ini hanya permintaan maaf Daddy karena membiarkanmu menunggu di mobil terlalu lama, juga melibatkanmu dengan Karin. Aku akan menjamin kalau dia tidak boleh mengganggumu lagi. Kalaupun dia datang menemuimu, abaikan saja dia. Karin itu tidak berbahaya. Hanya saja cukup menyusahkan dan menyebalkan."
Karin? Jadi nama wanita tadi itu Karin? Aku jadi semakin ingin tahu. Tapi apa aku boleh bertanya. Aku takut Daddy juga butuh privasi. Aku hanya Baby Girl yang dia kontrak, bukan siapa-siapa. Memangnya apa hak ku untuk tahu masalah pribadinya?
"Jangan terlalu khawatir Baby, aku serius. Dia tidak akan bisa mendekatimu lagi. Aku akan menambahkan penjaga pribadi untuk menjagamu dari kejauhan."
"Aku tidak khawatir Dad, aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku hanya sedang berpikir saja," balasku.
Aku tidak sedang berbohong. Memang aku sedang berpikir tentang wanita itu. Dia membuatku overthinking tentang hubungan mereka. Apa mereka sedekat itu? Kalau tidak salah aku mendengarnya memanggil Daddy dengan namanya langsung. Aku tebak mereka memang dekat.
"Tentang Karin?"
"Ya," jawabku singkat.
"Aku tidak ingin kamu terus memikirkan dia, tapi apa ini akan menjadi semakin rumit nantinya, aku juga tidak yakin. Jadi singkatnya Karin itu bisa dibilang mantan kekasihku. Kami sudah sepakat untuk berpisah 5 tahun lalu karena sebuah masalah besar. Tapi aku tidak tahu kenapa dia kembali lagi sekarang. Aku harap ini hanya sementara. Mungkin dia akan kembali menghilang lagi setelah ini dan semua akan kembali seperti semula. Kontrakmu juga masih tersisa 2 tahun lagi. Semoga kamu tidak bosan denganku, baby."
Mantan kekasih?
Sebuah masalah besar? Sebesar apa? Aku pikir Daddy adalah seorang duda. Apa itu mantan istrinya? Mereka sudah bercerai atau berpisah?
"Jujur saja dad, ini tidak menjawab pertanyaan di kepalaku. Malah ini menambah rasa penasaran. Aku akan berusaha melupakannya. Lagi pula juga itu tidak terlalu membuatku terganggu."
Daddy menganggukkan kepalanya. "Maaf kalau apa yang aku katakan malah membuatmu semakin kepikiran."
"Tidak masalah. Kalau begitu apa kita bisa makan siang saja? Perutku juga sudah mulai terasa lapar." Aku pikir makanan mungkin bisa menyelesaikan masalah ini. Makanan selalu menjadi jawaban atas semua masalahku.
"Tentu saja Baby, katakan saja dimana kamu mau makan? Kita akan di sana."
Aku mencari food truck di sekitar sini melalui ponselku. Aku harap ada sesuatu disini. Sudah lama aku tidak makan makanan seperti itu, jadi sama sekali tidak tahu apa mereka masih buka atau tidak.
"Sepertinya ada sesuatu di dekat sini yang cukup enak untuk dijadikan makan siang. Tidak terlalu jauh, dekat toko buku yang biasa aku datangi Dad."
Daddypun mengikuti arahanku. Untuk pertama kali dalam tiga tahun terakhir, akhirnya aku bisa memakan makanan kesukaanku lagi.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl | HunRene
Fanfiction[Hiatus] R21+ Irene Carmine, seorang wanita yang belum lama ini menginjak usia yang ke 20 tahun. Kehidupan perkuliahannya yang begitu monoton membuatnya mencari suatu hal yang baru sebagai pengalihan. Tetapi semua itu tidak berjalan dengan lancar...