19. Unexpected

1.9K 83 9
                                    

Setelah sampai di apartemennya, semua jauh terasa lebih nyaman berada di sini. Tempat dirinya bisa beristirahat setelah seharian berada di luar. 

Melihat setiap sudut apartemennya membuat Irene kembali teringat akan kejadian itu. Pertama dan terakhir kali Sehun mencium bibir Irene saat masih menjadi Daddynya. Tanpa sadar Irene menyentuh bibirnya sendiri saat membayangkan kembali semua yang terjadi saat itu. Seketika semua ingatan itu kembali. Membuat kenangan manis yang sekarang terasa pahit. 

Saat dirinya tersadar, dengan cepat Irene melemparkan tasnya ke sana. Membuyarkan semua itu. Dirinya sudah berusaha untuk tidak mengingatnya, kenapa sangat mudah mengingatnya kembali tapi sulit melupakannya. 

Tubuhnya juga terasa lelah. Di tambah lagi perutnya hanya terisi oleh beberapa cup es krim. Apa Irene harus memasak makan malam sendiri? Sekarang mungkin perutnya masih belum lapar, tapi mungkin nanti dirinya juga akan merasa lapar. Irene memutuskan untuk memasak makanannya nanti saja saat dirinya sudah lapar daripada Irene memasak sekarang dan ternyata perutnya tidak lapar sampai malam. Makanan yang dirinya masak malah akan terbuang sia-sia. 

Irene melihat ke arah jam sebentar. Sepertinya ini belum terlalu larut untuk mandi. 

Berada di bawah guyuran shower dengan air hangat itu lebih enak daripada berendam, berlama-lama di bathtub. Setidaknya ini berhasil membuat tubuhnya sedikit lebih segar dari sebelumnya. 

Selesai mandi, Irene membaringkan tubuhnya di atas kasurnya. Menatap ke langit-langit kamar. Sekilas pikirannya kembali kepada Sean, pria yang ditemuinya tadi di mall. Entah bagaimana ada pria yang sangat mengerti dirinya padahal mereka sama sekali tidak saling mengenal. 

Kringgg!!

Irene mendengar suara bel apartemennya berbunyi. Tangannya mengambil ponselnya dan melihat jam berapa sekarang. Kenapa ada orang yang datang di jam segini ke apartemennya. 

Tidak ada yang muncul di benak Irene akan ada orang yang datang jam segini. Tapi ya sudahlah. Dengan sangat berat hati, Irene harus mengangkat tubuhnya dan berjalan keluar untuk membukakan pintu. 

Begitu dirinya membuka pintu, matanya terbelalak melihat siapa yang datang. 

"Ma! Pa! Kalian disini!" 

Dengan cepat Irene memeluk kedua orang tuanya itu. 

"Tentu saja, apa kamu tidak mengharapkan kedatangan orang tuamu? Mama sakit hati Rene kalau itu benar," ledek mama. 

"Tentu saja tidak ma, ayo masuk dulu." 

Irene menarik sedikit tangan mamanya agar ikut masuk ke dalam. "Papa juga, masuk dulu pa," ajak Irena lagi. 

"Anak papa makin cantik aja nih." 

"Ih, anak mama juga. Kan mama yang lahirin. Emang nih makin cantik aja anak kesayangan mama." 

Irene menatap kedua orang tuanya itu sambil sedikit tersenyum. "Bukannya emang anak kesayangan mama papa? Orang anak kalian cuma aku doang. Ya ga ada saingannya dong." 

Kedua orang tua Irene tertawa mendengarnya. "Itu memang kenyataannya. Sudah cantik, pinter lagi. Emang anak kebanggaan kita kamu Rene," puji papa. 

"Makasih pa, lagian kan semuanya juga berkat mama papa." 

Tidak tahu seberapa besar rasa bahagia Irene sekarang. Sudah lama dirinya tidak bertemu dengan kedua orang tuanya secara langsung seperti ini. Terakhir kali mereka bertemu hanya saat Irene belum masuk kuliah. Begitu Irene mulai kuliah, keduanya memiliki pekerjaan di luar negeri yang membuat mereka tidak sempat bertemu untuk sementara waktu. Tapi sekarang mereka semua sudah berkumpul bersama. 

"Mama papa mau kesini kenapa ga bilang-bilang dulu? Aku bisa siapin makan buat kita bertiga nanti. Ya, minimal camilan gitu." 

Mama Irene duduk di sofa sambil mengajak Irene juga. "Gapapa Rene, mama ga mau repotin kamu. Lagian kamu juga baru lulus kuliah kan? Istirahat dulu aja Rene, masalah kerjaan nanti mah bisa minta sama papa aja." 

"Justru aku ga enak ma, mama papa balik aku ga siapin apa-apa. Malah kalian yang kesannya bikin kejutan buat aku." 

"Emang itu tujuan papa Rene, biar kejutan buat kamu. Pengen liat reaksi anak papa aja nih." 

Irene tersenyum ke arah papa nya. "Kalian disini sampai kapan? Nanti balik ke Korea lagi atau gimana?" tanya Irene. 

"Kalau masalah itu masih kurang pasti juga, tapi untuk sementara sih kayaknya kita disini dulu, temenin kamu sampai kamu bisa terusin kerjaan papa, jadi cabang di sini bisa kamu pegang," jawab papa. 

Irene berpura-pura cemberut. "Ga asik dong pa, masa aku pegang cabang terus mama papa urus yang di sana? Justru aku maunya sama kalian mumpung masih ada kesempatan. Nanti kalau aku sudah nikah emang masih bisa habisin banyak waktu sama mama papa? Ayo kita jalan-jalan ke mana gitu, atau makan bareng di mana juga boleh. Yang penting sama mama papa." 

"Sebenernya papa kamu masih banyak kerjaan Rene, takutnya-" 

"Gapapa kok ma, kalau gitu besok kita makan di restoran ya, Kita makan bareng-bareng abis itu kita jalan-jalan. Mama kan juga sudah lama ga shopping, Bareng aja tuh sama Irene biar belanja bareng." 

"Kalau gitu malam ini mama papa balik ke rumah?" tanya Irene. 

"Mungkin, kamu mau ikut juga? Udah lama kan ga ketemu rumah?" 

Memang sudah cukup lama,  bahkan Irene tidak yakin rumah itu bisa langsung di tinggali. Apa tidak terlalu berdebu? Apartemennya yang dirinya tinggal selama beberapa minggu saja kotornya bukan main, apalagi rumah mereka? Itu mungkin sudah hampir 4 tahun tidak disentuh. 

"Mama yakin rumahnya ga kotor?" 

"Enggak dong, kan sebelum mama balik, udah panggil orang buat bersih-bersih rumah, sekaligus servis barang-barang yang rusak. Bisa langsung di tinggalin kok. Ayo ikut aja sayang. Udah lama kamu ga tidur di kamar kamu sendiri kan?" 

"Mama maksa sih, tapi gapapa ma, aku ikut kok. Kalau gitu mama sama papa tunggu di mobil duluan aja. Aku mau beres-beres bentar, masa iya keluar apartemen cuma pakai beginian. Nanti aku nyusul ke bawah."

"Jangan lama-lama ya sayang. Mama laper nih. Nanti pulang mama mau masak dulu. Kamu udah makan belum?" tanya mama. 

"Belum sih ma, ga usah masak kali ma. Kita beli aja."

"Nanti kita pesen makan aja ma, papa udah laper banget nih. Ga kuat nunggu masak dulu, pesen sekarang aja ya, biar sampe rumah udah ada makanan nanti. Rene jangan lama-lama ya. Papa nunggu di mobil aja." 

"Iya. Iya dah. Ya sudah, mama juga temenin papa kamu dulu ya. Jangan ada yang ketinggalan nanti. Laptop, HP, dibawa aja semuanya, siapa tahu kamu mau menetap di rumah dulu. Kalau gitu mama nyusul papa kamu dulu ya. Udah nyelonong aja tuh orangnya." 

Irene tertawa melihat tingkah kedua orang tuanya yang sudah lama tidak dirinya lihat. Bisa di bilang, walaupun anak mereka sudah sebenar Irene, tapi tetap saja keduanya memiliki sifat bucin. 

To Be Continued

Baby Girl | HunReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang