14. Worried

1.7K 89 21
                                    

Sampai aku selesai makan, Daddy masih belum ada kabar sama sekali. Tadinya aku pikir dengan aku kembali ke apartemen setidaknya akan ada banyak hal yang bisa aku lakukan secara bebas. Tapi kenyataannya tidak begitu. Malah ini semakin mengganggu pikiranku. Bahkan sampai semua kegiatan beres-beresku selesai. Benar-benar tidak ada apa-apa. 

Sebagian dari diriku ingin coba untuk menelepon Daddy, tapi sebagian lagi menolaknya. Aku takut kalau aku malah akan mengganggu Daddy yang mungkin saja sedang rapat atau apa. Mungkin saja itu amat sangat penting. 

Aku hanya bisa memandangi hujan yang turun membasahi jendela kamarku dari atas ranjangku. Hujan di luar juga semakin deras seperti badai. Ini masih jam 1 tapi sudah terasa seperti jam 5 sore. 

Rasanya seperti tidak ada yang bisa aku lakukan lagi. Apa lebih baik aku tidur siang saja selagi ada kesempatan? Jarang-jarang kan aku bisa beristirahat dengan kondisi yang sangat mendukung seperti ini. Bagiku ini tidak mengganggu sama sekali. Hanya suara tetesan hujan yang mengenai kacaku dan menghasilkan suara percikan air. Tidak terlalu banyak petir yang menyambar. Jadi aku rasa ini malah terdengar nyaman untuk pengantar tidur. 

[ Irene POV END ] 

***

[ Sehun POV ]

Rasanya kepalaku ingin pecah sekarang juga. 

Mungkin sepertinya aku bisa gila sebentar lagi.

Ini tidak seperti rencana awalku. Entah ini terdengar lucu atau malah mengerikan. Diriku yang amat sangat bodoh ini sepertinya melakukan kesalahan yang sangat besar. 

Bagaimana bisa, aku tidak sadar kalau salah satu donatur dan pemegang saham terbesar di perusahaanku adalah orang tua dari Baby Girl ku sendiri. Orang tua kandung dari Irene. 

Terdengar konyol kan? 

Aku tidak tahu kalau ini semua akan terjadi. 

Sejak beberapa hari lalu, memang ada beberapa peringatan padaku. Dia hanya mengatakan untuk menjaga wanita ku sebaik mungkin karena aku tidak tahu kapan semuanya akan berakhir Aku pikir itu hanya sebuah teror murahan yang dilakukan oleh penipu kelas kakap yang ingin meminta tebusan dariku. 

Tapi aku sadar ini semua lebih dari itu. Secara tiba-tiba mereka berhenti menjadi donatur di perusahaanku. Mereka mengirimkan email padaku, ini tentang Irene. Mereka mengancamku jika sampai terjadi sesuatu pada Irene karena ulahku. Mereka akan menuntutku sesegera mungkin bahkan kalaupun kami memiliki kontrak perjanjian rahasia. 

Ini gila. 

Benar-benar gila. Bagaimana mungkin ada orang yang memberitahu semuanya, bahkan kontrak rahasiaku dengan Irene. Apa anak ini sudah membocorkannya pada orang tuanya? Tapi kenapa? Jika dia ingin berhenti, kenapa dia terlihat seperti tidak mau kemarin? Aku masih tidak mengerti. 

Aku rasa ada seseorang lainnya di belakang semua ini. Tapi aku tidak yakin dengan siapa yang melaporkan ini pada mereka. Siapa yang punya informasiku sebanyak ini? Wendy? Tidak mungkin, dia bersahabat dengan Irene, untuk apa dia melakukan itu. Victor? Lebih tidak mungkin lagi. Tentu saja dia tahu aku bisa menghancurkan hidupnya bahkan keluarganya kalau dia berani mengkhianatiku. 

Atau ada seseorang di rumahku yang menjadi mata-mata? Tapi tidak ada yang mengetahui kontrakku dengan Irene kecuali anak itu. Aku rasa aku harus coba bertanya langsung pada dia. Kalau benar dia yang melaporkan semuanya, tidak ada pilihan lain selain melepaskan dia sekarang dan memberikan kompensasi kalau mereka merasa telah dirugikan. 

Mataku melihat ke arah notifikasi di laptopku. 

Dia mengatakan ingin kembali ke apartemennya? Apa ada sesuatu di rumah? Dia mengirim pesan ini satu setengah jam yang lalu. Tidak ada kabar apa-apa juga dari Victor. Aku tidak tahu apa dia mengetahui hal ini atau tidak. 

Aku sudah coba untuk meneleponnya tapi dia tidak menjawab. Sekali lagi aku mencoba untuk menghubunginya, tapi masih tidak ada jawaban. 

Aku tidak sedang berusaha berpikir negatif tentang Irene. Malah sekarang aku khawatir kalau ada yang mengambil Irene dariku sekarang juga. 

Kringg! Kringgg!

Suara telepon di meja ku terus saja menggangguku seharian ini. 

"Ya!" jawabku dengan sedikit amarah. 

"Maaf bos, tapi kelihatannya tidak hanya satu donatur yang melepaskan perusahaan kita, tapi ada cukup banyak." 

"Banyak? Kenapa? Apa alasannya?" 

"Tidak tahu bos, masih belum ada konfirmasi terkait hal tersebut. Mereka hanya mengatakan ingin menghentikannya saja." 

Argh!

Kepalaku bisa pecah. Tidak mungkin kan ini ulah papa juga? Karena ini benar-benar tidak lucu. Mengatasi satu masalah saja tidak selesai-selesai. 

Drttt! Drttt!!!

Suara ponselku  yang bergetar memuatku mengalihkan pandangan untuk sesaat. 

Victor : Maaf telat mengabari bos, tapi dia mengatakan kalau dia telah mengatakannya pada bos, jadi saya pikir anda sudah tahu. 

Me : Jemput saya di kantor sekarang! Kita akan ke apartemen Irene.

Victor : Laksanakan bos. 

Tubuhku ini bangun dari kursiku dan keluar memanggil Wendy. "Wendy, masuk sebentar sini." 

Dia bergegas bangun dan masuk ke ruanganku. "Bisa kamu urus beberapa hal ini dulu? Irene tidak bisa di hubungi, hubungi saja kalau ada sesuatu yang darurat. Kabari juga apa pun yang terjadi di kantor." 

"Siap bos, anda tidak perlu khawatir, ini bukan yang pertama kalinya." 

"Jangan anggap remeh Wendy, ini tidak seperti biasanya, jadi saya harap kamu bisa lebih kritis kali ini. Memang akan ada beberapa hal yang janggal, tapi abaikan untuk sementara waktu seperti kamu tidak mengetahuinya. Selebihnya akan saya urus sendiri nantinya." 

"Beres bos, tenang saja." 

Aku mengangguk sekali dan mengambil ponsel dan jaketku. Victor seharusnya sudah sampai tepat waktu. Turun ke lobi juga butuh waktu kan?

Tanganku menekan tombol lift dan tidak lama kemudian lift pun terbuka. Cukup kosong. 

Sesampainya di depan lobi, sudah ada mobil yang dibawa oleh Victor dari rumah. 

"Sudah kamu coba hubungi lagi dia?" tanyaku. 

"Tidak diangkat bos." 

Sudah ku duga. Aku tidak tahu apa yang gadis itu pikirkan sampai tidak menjawab telepon dari semua orang. Aku sudah cukup pusing dengan urusan perusahaanku dan ditambah lagi dengan anak itu yang menghilang begitu saja.

Apartemennya tidak begitu jauh dari rumahku dan juga kantorku. Di luar hujan deras, tidak banyak kendaraan yang keluar di tengah hujan badai seperti ini. Jadi tidak membutuhkan waktu lama sampai aku tiba di depan apartemennya.

Aku tahu nomor apartemennya, tapi tidak dengan kuncinya. Aku tidak memiliki kuncinya dan tidak tahu passwordnya. Gadis ini masih tidak menjawab teleponku juga. Jangan sampai aku mendobrak pintu ini karena emosi.

Mungkin aku akan mencoba beberapa kemungkinan dari passwordnya. Siapa tahu ini berhasil. Semoga saja. 

[ Sehun POV END ]

To Be Continued 

Baby Girl | HunReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang