Daddy masih menatapku di sana dan aku masih menunggu jawaban darinya.
"Dad, aku butuh kepastian. Kalau memang Daddy tidak memiliki perasaan padaku, tinggal katakan saja. Aku bisa berhenti sekarang sebelum semua semakin rumit."
"Baby, aku selalu ingin kita lebih dari sekedar partner. Bahkan aku tidak masalah jika menjadikanmu istriku. Tapi itu semua terlalu jauh. Banyak hal yang menjadi alasan untukmu tidak selamanya bersamaku Baby. Apa kamu tidak mengerti?"
"Katakan padaku alasannya Dad, aku ingin tahu bagaimana perasaanmu. Aku tulus mencintaimu Dad, tanpa melihat uangmu. Tapi kenapa semuanya begitu sulit untukku? Aku hanya ingin jawaban Ya atau Tidak. Hanya itu saja."
"Irene! Tidak semudah itu menjawab pertanyaanmu Baby."
"Apa Daddy mencintaiku? Ya atau Tidak? Sekali lagi Daddy tidak menjawabnya, aku akan membuat keputusanku sendiri. Lagi pula kontrak kita hanya tinggal kurang dari satu bulan lagi kan?"
Tanpa ragu, Daddy membawaku ke dekat sofa. Mendesakku pelan hingga aku terduduk di sofa. Tangannya yang hangat mengelus sebagian dari wajahku dengan lembut. "Aku sudah menahannya juga Baby, ini juga sulit untukku melepaskanmu. Aku tidak ingin membuat kesalahan fatal dengan dirimu dan juga tubuhmu. Tapi aku tidak bisa menjawabnya seperti itu. Tapi aku harap kamu bisa mengerti setelah ini."
Daddy mendekati wajahnya dengan wajahku. Memberikanku sebuah ciuman lembut disertai lumayan yang lembut dan teratur.
Mataku terbelalak dengan apa yang Daddy lakukan sekarang. Aku tidak tahu Daddy akan melakukan ini secepat ini. Kita tidak pernah bersentuhan secara fisik sejauh ini.
Semakin lama aku merasa seperti Daddy mendorongku ke satu sisi sofa hingga tubuhku yang awalnya terduduk menjadi berbaring di sana dengan Daddy berasa di atasku. Salah satu tangannya berasa di sekeliling tubuhku, memeluknya dengan lembut dan sisanya membelai lembut wajahku sambil terus menciumku.
Aku membalas ciumannya. Ini pertama kali untukku, aku tidak pernah tahu rasanya berciuman itu seperti ini. Semakin lama, aku bisa merasakan ciuman ini semakin dalam dan intens. Pikiranku semakin hanyut ke dalam kenikmatan ini. Aku bahkan tidak sadar dengan keberadaan kita di ruang tamu seperti ini. Yang terasa hanya perutku yang semakin geli di dalam. Aku rasa maksud teman-temanku akan ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutku seperti ini.
Mataku terbuka saat daddy menghentikan kegiatannya. Aku melihat Daddy di depanku. Terasa sangat dekat denganku. Wajahku bisa merasakan hembusan nafas yang hangat dari hidungnya.
Matanya.
Aku tidak pernah menatapnya sedekat ini. Nafasnya terengah di atasku.
"Aku juga memiliki perasaan yang sama Baby. Jawabanku adalah Ya, I also love u, sayangnya itu tidak akan berjalan dengan baik. Untukmu, kamu mungkin hanya akan merasakan patah hati untuk sementara, tapi untukku? Aku akan kehilangan segalanya. Jadi aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita lebih jauh lagi seperti yang kamu harapkan baby. I'm really sorry. Aku melakukan ini untuk kita. Kamu masih mudah Irene, masih banyak laki-laki yang menginginkanmu, tidak perlu khawatir tentang itu. Suatu saat nanti, kamu pasti akan menemukan laki-laki yang tepat itu. Pastinya bukan aku."
Apa?
"What do you mean? Kalau Daddy juga memiliki perasaan yang sama, kenapa tidak coba untuk memperjuangkannya? Kenapa melepasnya seperti itu? Aku sudah sangat nyaman dengan Daddy selama beberapa tahun terakhir, tapi sekarang malah berakhir seperti ini saja. Tidak ada satu pun dari teman-temanku yang dikontrak selama diriku. Aku pikir Daddy memiliki rencana lain sebelumnya."
"Baby, dari awal hubungan kita hanya sebatas kontrak itu. Kenapa kamu terus berharap lebih? Aku sudah memperingatimu ratusan kali untuk tidak seperti ini. Kenapa kamu sangat keras kepala? Ini hanya akan menyakiti dirimu sendiri."
Rasanya sesak.
Baru saja aku merasa senang karena Daddy menciumku seperti tadi, tapi rasanya diriku kembali di lemparkan ke bumi setelah di bawa terbang tinggi ke langit. Sakit.
Kalau benar ini semua kesalahanku, kenapa Daddy juga merasakan hal yang sama?
Aku melihat ke arah lain. Rasanya tidak kuat lagi menahan air mataku yang hampir menerobos keluar dari mataku. Tanganku mendorong Daddy untuk tidak berasa terlalu dekat denganku. Sekarang rasanya tidak senyaman tadi.
"Kalau begitu kapan Daddy akan pergi?" tanyaku.
"Sekitar satu atau dua minggu lagi."
Aku mengangguk pelan. Sebenarnya aku juga tidak ingin melakukan ini. Tapi ya mau bagaimana lagi? Apakah memperjuangkan semuanya sendirian akan berhasil? Sebuah hubungan harus di dasari oleh kesepakatan antara keduanya kan? Bukan berasa dari sebelah pihak.
"Kalau begitu apa aku boleh meminta satu hal pada Daddy? Anggap saja ini permintaan terakhirku. Selama ini aku jarang meminta sesuatu pada Daddy kan?"
Aku sedikit tersenyum padanya.
"Tentu saja Baby, katakan saja, dan aku pasti akan berusaha memenuhinya," balas Daddy dengan sangat yakin.
Ya aku harap juga begitu.
Berat rasanya mengatakan ini. Aku sangat ingin menangis sekencang-kencangnya. Tapi tidak di depan Daddy.
"Aku .... ingin Daddy ... menghilang dari hidupku."
Sepertinya aku butuh udara lagi. Semuanya benar-benar terasa sesak dan sulit untuk melanjutkan kalimatku.
"Dan aku juga begitu."
"Kita tidak perlu bertemu lagi."
"Aku akan berusaha melupakan dan melenyapkan perasaanku pada Daddy."
"Lagi pula itu juga tidak akan berhasil kan kata Daddy? Kalau begitu aku akan menyerah saja."
Daddy menatapku penuh kesedihan juga. Sama seperti diriku.
"Kamu yakin kita tidak perlu bertemu lagi? Kita bisa menghabiskan waktu bersama untuk sebenar lagi selama kita masih ada kesempatan baby."
Tidak.
Aku tidak bisa.
"Maaf Dad. Aku tidak bisa lagi. Semakin kita dekat, akan semakin sulit aku melepasmu dengan cara apapun. Selama beberapa minggu aku akan memulihkan diriku dan aku harap setelah itu Daddy benar-benar pergi jadi kita tidak akan bertemu lagi. Dengan begitu kita berdua tidak akan ada yang salin tersakiti lagi. Aku juga berharap Daddy bisa menemukan wanita yang tepat untukmu, carilah wanita itu, nikahi dia dan berilah hidup yang baik padanya. Memiliki anak juga mungkin bisa menjadi pilihan yang baik untuk mengisi keluarga kalian nanti. Kita akan menjadi orang asing setelah ini."
Daddy menatap dalam ke mataku.
"Kalau kamu memang sudah membuat keputusan, aku akan pergi jauh darimu agar kamu bisa secepatnya pulih Baby. Tidak akan ada kali gangguan dariku. Aku harap kamu menemukan kebahagianmu lagi Baby. Kalau begitu, Goodbye Baby. Thank you so much for being my BabyGirl all this time. I love u Baby."
[ Irene POV END ]
To Be Continued
Huhuuu...
Author sendiri mewek banget bikin part yang ini. Nyesek juga. Kalian gimana nih kesannya part ini? Jadi BabyGirl itu ga selalu tentang hubungan badan, bisa juga cuma jadi temen curhat atau sejenisnya. Jadi kalau kalian nungguin adengan dewasanya doang kayaknya bakal lama banget baru terkabul di cerita ini. Semoga kalian ga ngincer part gituannya doang ya.
Terus kalian tim yang mana nih?
- Happy Ending
- Sad Ending
Di vote loh, kalau enggak nanti semua sesuai author jadi kalian jangan kecewa kalau udh di pilihin. See ya guysss....
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl | HunRene
Fanfiction[Hiatus] R21+ Irene Carmine, seorang wanita yang belum lama ini menginjak usia yang ke 20 tahun. Kehidupan perkuliahannya yang begitu monoton membuatnya mencari suatu hal yang baru sebagai pengalihan. Tetapi semua itu tidak berjalan dengan lancar...