20. HOME

1.9K 76 13
                                    

Benar-benar sudah sangat lama semenjak terakhir kali Irene menginjakkan kakinya di rumah lamanya. Orang tuanya memang keren. Rumah yang ditinggal 4 tahun tidak terasa berbeda sama sekali. Bahkan tidak terasa panas atau sumpek. 

Makanan mereka juga tiba tepat waktu. Bersamaan dengan waktu mereka sampai. Semuanya benar-benar tepat waktu, tidak heran kedua orang tuanya sangat sukses. Dilihat dari hal-hal kecil seperti ini saja semuanya sangat tertata dan terurus dengan baik. 

"Sayang, kamu bawa makanannya masuk dulu nih, sekalian siapin piring ya, mama mau bantu papa dulu masuk-masukin barang." 

"Iya ma." 

Irene membawa makanan mereka masuk dan menyiapkannya di dapur. Untuk sesaat, kehadiran orang tua Irene memang berhasil mengalihkan pikirannya. Dia sama sekali tidak mengingat hal-hal itu bahkan saat dirinya berada di dekat sofa tadi. 

Mungkin bersama kedua orang tuanya memang pilihan yang bagus. Membuatnya hanya fokus dengan apa yang ada di depannya. 

Sekarang Irene hanya berpikir sudah berapa lama mereka tidak melakukan ini. Sepertinya cukup lama sampai Irene tidak bisa mengingat bagaimana rasanya makan di meja makan. 

Saat semuanya sudah selesai, Irene memanggil kedua orang tuanya untuk makan bersama sebelum makanan mereka jadi semakin dingin. 

"Ma, Pa, udah beres semua nih!" 

"Oke sayang, mama turun sekarang," jawab mamanya dengan suara yang cukup keras dari atas. 

Sambil menunggu semuanya turun, Irene melihat ke arah meja makan lagi. Awalnya Irene tidak mengingatnya, tapi bayang-bayang itu kembali muncul. Dirinya dan Sehun sering makan bersama di restoran ataupun di rumah Sehun. Terkadang rumah itu terasa seperti berada disini, hangat dan nyaman. Hanya saja semua itu sudah berakhir. Begitu sulit melupakan kenangan-kenangan manis yang pernah mereka lalui dulu. 

Melupakan sebuah kenangan tidak semudah menciptakannya. 

Terkadang apa yang kita lakukan secara tidak sadar membuat kita menciptakan sebuah kenangan, tapi setelah kita melalui semua itu, sangatlah tidak mudah untuk menghapusnya begitu saja. 

Tidak sadar kalau Irene sedang melamun di sana, sampai mama nya datang dengan suara yang cukup nyaring. "Sayang, kamu sudah siapin minum belum?" 

"Eh, belum ma. Ini baru makannya doang. Minumnya ga usah yang aneh-aneh ma, udah malam nanti malah susah tidur."

"Iya, mama juga udah bilang gitu ke papa kamu. Dia malah minta tes atau kopi. Nanti melek semalaman." 

Irene malah tersenyum ke arah mamanya. "Ih, itu mah mama aja yang ga peka. Papa kan cuma kasih kode itu."

Mamanya melirik ke arah anaknya itu. "Kode apaan? Ga usah mikir yang enggak-enggak Rene. Mentang-mentang udah gede, justru karena kamu udah gede, mama ga mau kasih kamu adik lagi. Nanti malah ribet." 

Dengan wajah yang masih tersenyum di sana, Irene duduk di tempat biasa dirinya duduk. "Ya kan siapa tahu aja," gumamnya. 

"Sudah ga usah mikir yang aneh-aneh lagi, makan aja duluan. Nanti papa kamu juga turun."

Tidak lama setelahnya, sang papa akhirnya turun juga. "Udah pada makan?" tanya papa. 

"Udah habis, kelamaan sih," sahut mama cepat dan terdengar cukup kesal sepertinya. 

"Masa sih? Ini di meja masih ada. Itu mama kamu kenapa dah?" tanya papa sambil melihat ke arah Irene. Irene yang sebenarnya tau dari tadi mamanya kesal karena dirinya hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban. 

"Oh iya, besok kamu ada rencana apa ga rene?" tanya papa. 

"Ga ada sih pa kayaknya, kenapa tuh?" 

"Besok papa ada undangan acara gitu, mama kamu besok sibuk, kamu mau temenin papa ga ke sana?" 

"Yakin pa? Nanti papa dikira pedofil ga nih ajak anak kecil?" 

"Kata siapa kamu kecil? Gede begini, lagian tuh kamu anak papa, anak kandung lagi. Kan cuma kesana, ketemu rekan kerja papa, makan-makan terus balik, kenapa harus mikir gitu?" 

"Iya Rene, daripada kamu planga-plongo di rumah, mending kamu temenin papa kamu tuh, sekalian jagain, jangan kasih deket-deket sama cewek kegatelan di sana." 

"Astaga, sudah 20 tahun lebih loh ma, masih aja curigaan begitu. Lagian emang masih ada yang mau sama papa?"

Di sana Irene hanya berusaha menahan tawanya atau makanan yang ada di mulutnya bisa tersembur keluar saat dirinya tertawa. Sudah sangat lama dirinya tidak mendengarkan perdebatan lucu kedua orang tuanya itu. Mereka tidak bertengkar, hanya berdebat saja ketika salah satunya sedang cemburu atau ngambek. 

"Sudah-sudah, nanti Irene keselek malah ribet. Jangan ketawa lagi. Makan dulu, kalau mau ngobrol masih bisa habis makan aja," tegur mama.

Irene mengangguk dan menelan semua makanan yang ada di mulutnya. 

"Tapi kamu mau ikut kan? Siapa tau juga ketemu anak rekan papa, mungkin ada yang ganteng. Siapa tau." 

"Kalau memang ada cowok ganteng pasti ikut dong pa, nanti keburu di ambil orang kalau ga duluan." 

Mama Irene cuma bisa melihat kelakuan anak gadisnya itu. Sebenarnya sesuatu langsung terlintas di kepalanya. Walaupun keduanya sebenarnya sudah tahu mengenai hubungan Irene dan Sehun. Tapi rasanya kalau mereka membicarakannya, mereka tahu Irene pasti akan sangat ketakutan. Meskipun memang itu tidak membuat mereka senang, memarahi Irene juga tidak akan mengubah apapun. Mereka tahu Sehun tidak akan mengganggu Irene lagi, jadi lebih baik dilupakan saja, toh juga Irene kehilangan apa pun dari dirinya. 

"Kamu kalau cari cowok, yang seumuran ya Rene, lebih asik sama yang seumuran kok," pesan mama. 

Irene menatap mamanya itu. Seketika dirinya juga merasakan sesuatu di sana. 'Mama tahu aku sama Sehun waktu itu? Kok mama tiba-tiba ngomongin umur?' batin Irene. 

"Iya ma," jawab Irene pelan. 

Seketika nafsu makan Irene jadi menurun. Untung saja makanannya sudah hampir habis. 

"Ma, aku sudah selesai makan. Besok aku ikut papa kok, sekarang aku mau istirahat dulu. Lumayan cape hari ini." 

"Yaudah, jangan lupa bersih-bersih dulu sebelum tidur." 

"Iya ma. Aku inget kok." 

****

[ Irene POV ]

Tadinya aku pikir di rumah ini ga bakal kepikiran lagi tentang Sehun, tapi karena mama ngomong gitu, aku bener-bener ga tau harus gimana. Mereka tahu tentang hal itu? 

Tapi kalau memang benar, itu jadi masuk akal. Kenapa Sehun putusin kontrak gitu aja, kenapa dia ga ada perjuangan apa-apa walaupun perasaan kita sama. 

Jawaban dia waktu itu jadi masuk akal kalau memang mama sama papa udah tahu semuanya dan suruh Sehun buat ngejauhin aku. 

Tapi kenapa ga langsung tegur aku? Kalau itu memang benar kan bisa di cari jalan keluarnya. Mereka belum tahu seluk beluknya, Apa memang benar Cinta harus dilihat dari usia, bukan dari ketulusan? Memangnya salah kalau aku memang jatuh cinta sama pria yang lebih tua dari aku sendiri? Itu bukan sebuah tindak kriminal kan? Lalu ... kenapa? 

[ Irene POV END ]

To Be Continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baby Girl | HunReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang