✍🏻 Chapter Empat

1.6K 200 78
                                    


✍🏻Selamat membaca.

Rasanya, pagi ini terasa malas untuk sekedar bergerak dari posisinya tidurnya. Selain karena ia masih lelah mengurus pasangan yang semalam menguras emosinya, juga karena di luar sana terdengar dua orang yang tengah bercengkerama hangat.

Ia benci harus mengakuinya, tapi ia cemburu. Hanya saja ia bisa apa? Ia tidak memiliki hak untuk merasakan itu.

Tangannya bergerak menarik selimut yang tadi hanya menutupi sebatas perutnya menuju kepala.

Namun, sebuah ketukan di kamarnya membuat ia menghela nafas berat. Tapi daripada bangun, ia memilih mengabaikan panggilan di luar sana.

"Fel? Udah bangun belum? Kakak masuk ya." Felix masih mengabaikan ketukan tersebut. Ia kian memeluk gulingnya dan memejamkan mata.

Tak lama pintu kamarnya pun terbuka, seorang lelaki masuk kedalam kamarnya. Menghampirinya yang masih bergelung dalam selimut. Lelaki itu kini duduk di pinggir ranjangnya dan mengusap lembut lengannya.

"Fel, bangun yuk. Sarapan dulu, baru lanjut tidur lagi." Kalau sudah selembut ini, Felix mana bisa menolak. Ia membuka selimutnya perlahan untuk melihat lelaki yang lebih tua darinya itu.

"Kak Minho duluan aja. Felix masih ngantuk kak." Tetapi lelaki bernama Minho itu menggelengkan kepalanya.

"Ayolah Fel, sekali aja. Besok dia udah gak disini kok. Segan katanya sama lo." Suara lelaki itu terdengar lebih pelan. Felix menghela nafas sebelum beranjak bangun.

"Keliatan ya kak, gue gak suka dia?" Minho menganggukkan kepalanya pelan.

"Kakak ngerti kok, maaf ya udah buat lo keganggu sama kehadiran dia." Felix terdiam mendengar ucapan Minho, lelaki yang berstatus sebagai kakak sepupunya.

"Kalian belum nikah kak, makanya gue gak suka dia tinggal disini. Kalau bisa, suruh dia di tempat lain aja. Jangan di rumah kita." Minho menundukkan kepalanya sebelum mengangguk mengerti.

"Lo bener Fel, tapi tenang aja. Gue udah nemuin tempat baru buat dia." Felix tersenyum sembari menepuk bahu kakak sepupunya tersebut.

"Ya udah ayo, kita sarapan." Ujar Felix.

Melihat Felix yang luluh lagi, membuat Minho senang. Karena ia jelas mengerti bagaimana Felix saat ia membawa kekasihnya ke rumah mereka.

Keduanya kini berjalan beriringan keluar dari kamar Felix. Menuju meja makan yang telah terisi oleh seorang gadis yang menyambut mereka dengan senyuman.

"Selamat pagi Felix." Sapanya ramah dan diikuti dengan senyuman.

"Selamat pagi juga Yeji." Balas Felix yang juga tersenyum. Ia kemudian duduk di hadapan Yeji. Sementara Minho berada di tengah-tengah mereka.

Gadis itu tampak begitu bersemangat pagi ini, apalagi Felix mau menerima permintaannya untuk sarapan bersama. Yeji mengambilkan sarapan untuk kedua Lee bersaudara itu. Sarapan hasil buatannya sendiri yang ia persiapkan sejak sebelum mentari pagi terbit.

"Makasih, Ji." Ucap Felix saat Yeji menghidangkan makanan di depannya.

"Sama-sama, Fel. Habisin ya, spesial nih buat kalian." Ucapnya diiringi dengan senyuman hingga matanya terlihat segaris. Membuat sang kekasih yang melihatnya mengusap pipi Yeji lembut.

"Manis banget sih. Udah cocok kayaknya kalau dijadikan istri, ya gak Fel?" Ucapan Minho di tanggapi Felix dengan anggukan.

"Makanya buruan lamar, biar bisa tinggal bareng disini." Ucap Felix sembari menyantap makanannya.

Sementara kedua orang yang ada di dekatnya hanya tersenyum dengan sedikit hati yang tercubit. Ah, padahal Felix pun mengatakannya dengan hati yang teriris.






EXCHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang