✍🏻 Chapter Sembilan Belas

1.3K 167 53
                                    

✍🏻 Selamat Membaca.





Pikirnya, ia akan biasa saja setelah mengetahui orang yang masih mengisi hatinya, terbaring lemah setelah operasi yang harus di lakukan. Nyatanya, hatinya masih teriris ketika tadi sempat melihat selang yang membantu mengalirkan penyokong nyawa orang itu.

Seharusnya ia bisa mencegah, atau setidaknya berada di sisinya. Tapi, ia akan merasa semakin jahat jika melakukannya. Pun dengan melihat dari kejauhan saja sudah tidak pantas.

Kakinya kini beranjak pergi dari sana, ia tak akan bisa berlama-lama disini. Lebih baik menemui yang menjadi penyebab sang mantan kekasih berada disana.

Cukup mudah untuknya menemui orang itu, karena memang ia berada di sekitarnya. Ia menarik tangan seorang lelaki yang hendak mengunjungi si korban penusukan siang tadi.

"Ikut gue." Dan yang ditariknya tak membantah, mengikuti langkah cepatnya mencari tempat aman untuk berbicara.

Setibanya disana, yang lebih tua menghempaskan tangan yang tadi ditariknya. Menghela nafas berat sembari memegang kedua pinggangnya.

"Apa perlu sampai begini dek? Kalau lo ketahuan, lo gak bakal selamat." Orang itu tersenyum sembari perlahan memeluk tubuh lelaki itu.

"Adek gak berniat bunuh dia kok kak, cuma ngasih kejutan aja sedikit ke dia."

"Lo beneran gila dek!" Bentaknya sembari melepas pelukan itu. Menatap marah dan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Bukannya takut, lelaki itu justru tertawa. Tertawa miris sembari mengusap air di sudut matanya. "Ya, kakak benar. Adek udah gila. Tapi, apa itu keinginan adek, kak? Siapa yang buat adek jadi monster gini? Mereka kak, mereka yang ngebuang adek dan jadikan adek kayak gini."

"Tapi Jisung gak ada hubungannya sama masalah ini dek."

"Justru karena dia ada, makanya adek ngalamin ini kak. Kakak ngerti apa rasanya dibuang oleh orang yang ngelahirin kakak? Kakak gak ngerti, kan?!" Bentaknya dengan mata menyalang penuh luka itu. Hingga akhirnya yang lebih tua memeluk yang lebih muda lagi. Pun ia salah sebab pernah membantu perbuatan si adek yang berada di pelukannya.

"Maaf, kakak jangan terlibat lagi. Cukup aku aja yang nyelesaikan ini." Pelukan itu ia lepas dengan paksa. Kemudian ia berjalan pergi meninggalkan lelaki yang kini memijat kepalanya.

Rasa was-was semakin menghantuinya. Memang seorang yang baru saja pergi itu tidak akan berbuat lebih jauh, tapi tak menutup kemungkinan jika Jisung akan mengalami rasa sakit lebih dari ini.

Akhirnya ia memilih berjalan mengikuti yang lebih muda. Berharap jika yang lebih muda tak kalap dalam membalas dendamnya pada seorang yang jelas tak bersalah.

Sementara itu, seorang yang tadinya sebatas penasaran dan akhirnya mendengar semua percakapan mereka merasakan tubuhnya gemetar.

"M-Mereka yang nyakitin Jisung? Tapi kenapa?" Gumamnya.

Dengan rasa gugupnya ia segera meninggalkan tempat itu. Menghubungi satu-satunya orang yang terlintas dalam pikirannya.

Begitu panggilan itu terhubung, "Hallo Seungmin, lo dimana?"

"Masih di tempat Jisung, lo dimana Lix?"

"C-Cepet ke lobi sekarang, gue mau pulang."

"Ada apa Lix?"

"Please, gue bakal cerita nanti. Gue..."

"Lix? Lo kenapa Lix? Felix?!"

Tut.. tut..

EXCHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang