✍🏻 Chapter Dua Puluh Tiga

1.3K 164 48
                                    

✍🏻 Selamat Membaca.




Meski perhatian Hyunjin padanya tidak berkurang, Jisung masih merasakan lelaki itu berbeda. Seperti misalnya saat Jisung pulang cukup telat hingga tidak sempat memasak apapun, Hyunjin telah membelikannya makanan. Tapi hanya sebatas notes yang menyuruhnya untuk memakan pemberiannya.

Atau saat Jisung mulai merasakan mual saat pagi hari, Hyunjin ada disana, namun bukan untuk mengurus secara langsung. Tapi hanya membuatkannya teh dan menyuruhnya untuk minum. Lalu lelaki itu beralasan ada pemotretan atau kuliah hingga meninggalkan Jisung seorang diri.

Jisung bukannya tidak tau, sikap Hyunjin jelas menunjukkan ada sesuatu dengan lelaki itu. Awalnya ia baik-baik saja, tapi sungguh ia muak jika Hyunjin terus seperti orang asing. Hingga hampir seminggu ia merasakannya, ia berniat mengatakan apa yang menjadi beban pikirannya.

Dan lagi-lagi Jisung harus melihat Hyunjin yang meletakkan teh di nakasnya meski Jisung belum mengalami mualnya.

"Sarapan sebentar lagi di antar, kalau mual minum tehnya ya. Aku ada janji sama Lia. Nanti kalau kerumah sakit, bilang aja mau dijemput jam berapa." Ah, Jisung baru ingat tentang perempuan yang mendapat perhatian baru dari Hyunjin tersebut. Apalagi semenjak ia terus bergantian dengan Bangchan untuk menjaga Changbin yang masih tak kunjung sadar.

"Hari ini gue gak ke rumah sakit. Mau ke kantor polisi, lo gak bisa nanti aja ketemu Lia nya?"

"Mau gue telponin ayah lo? Gue gak bisa ikut sama lo, perginya sama mama juga." Jisung beranjak dari ranjang. Benar-benar menahan emosinya sebab ucapan Hyunjin.

"Hal serius kayak gini lo gak bisa?"

"Gue gak enak sama mama gue."

"Lo terlibat Hyunjin, lo.."

"Gue udah bersaksi, jadi gue gak ada urusan lagi sama polisi." Potong Hyunjin sebelum Jisung melanjutkan ucapannya. Helaan nafas cukup kuat akhirnya keluar dari bibir Jisung.

"Terserah lo." Jisung melewati Hyunjin menuju kamar mandi.

Belum sempat ia tiba di kamar mandi, Jisung merasakan perutnya terasa kram dan sakit yang cukup kuat. Tangannya segera meraih dinding untuk menopang tubuhnya.

"Jisung! Lo kenapa? Gue panggil dokter ya." Hyunjin yang tadinya segera membantu memegangi tubuh Jisung,  melepas pegangannya. Mencari gawainya dengan cepat untuk menghubungi dokter keluarga Jisung.

"Gak usah sshh.."

"Gak, lo butuh dokter, Ji."

Plak!

Jisung menepis tangan Hyunjin yang tengah berusaha menelpon dokter. Menatap lelaki itu penuh amarah, "gue gak butuh dokter, lo paham gak?!" Bentaknya penuh dengan luapan emosi yang selama ini ia tahan. Hingga Hyunjin hanya bisa terdiam karenanya.

Sembari memegang perutnya, Jisung mencoba berjalan menuju ranjangnya. Tapi sakitnya justru semakin terasa kuat, hingga Jisung hampir jatuh berlutut. Sebuah tangan menahan tubuhnya yang membuat Jisung tak sampai membentur lantai. Ia menoleh pada Hyunjin yang membantunya menuju ranjang.

Jisung yang masih merasakan sakit kini bersandar pada kepala ranjang. Pun Hyunjin yang duduk di sisinya kini mengusapi perutnya perlahan. Jisung hanya diam membiarkannya, sebab rasa sakit itu mulai berkurang karenanya.

"Jangan pergi." Hyunjin mengangkat kepalanya hingga wajah mereka bersitatap.

"Jangan pergi sama Lia." Ulang Jisung sebab melihat wajah bingung Hyunjin.

"Kenapa, Ji? Masih sakit banget?"

Jisung memejamkan matanya dan menganggukkan kepala, "masih sakit. Jangan pergi, Hyunjin. Gue butuh elo."

EXCHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang