Seorang gadis kecil memegang pisau di tangan kanannya. Ia bersiap menghunus pisau itu tepat di jantung Pak Budi.
"Aku akan membunuhmu! Kau tidak menolongku saat aku butuh. Ini, rasakan!" Jleb. Seketika darah segar mengalir ke seluruh ruangan yang temaram itu.
Pak Budi terbangun. Nafasnya tersengal-sengal memburu. Keringatnya bercucuran. Ia ketakutan.
"Pak Budi, Anda sudah sadar?" sapa seorang laki-laki berperawakan tinggi yang menemaninya sepanjang malam.
Pak Budi perlu waktu beberapa detik untuk menyadari bahwa itu adalah Detektif Osa.
"Ah, i-iya. Ma-maaf, saya tidak menyadari Anda di sini," jawab Pak Budi.
"Tidak apa-apa, Pak."
"Apa yang terjadi?" tanya Pak Budi.
" Anda tidak ingat?"
Pak Budi menggeleng. Ia benar-benar tidak ingat. Yang ia ingat adalah sebuah ruangan temaram dengan wanita psikopat yang mengerikan.
"Ja-jariku!" Pak Budi tersentak. Tersadar. Ia ingat, bahwa seseorang mengiris jari-jarinya. Benar. Telapak tangannya saat ini tertutup perban. Jari-jari tangan kanannya sudah tidak ada. "Apa? Apa yang terjadi, Detektif?"
"Pak, Anda ditemukan seseorang di sebuah stasiun kereta dengan luka cukup parah. Anda tidai ingat, apa yang terjadi?" Detektif Osa menyelidik.
Pak Budi menggeleng. Sebenarnya, ia ingat kejadian yang menimpanya. Hanya saja, dia enggan bercerita. Bagaimanapun, ia turut bersalah atas keadaan gadis kecil yang sekarang menjadi psikopat itu.
"Detektif... Ada yang ingin Saya katakan."
"Silakan, Pak."
"Kenalkah Anda pada Moreno? Seorang pengusaha paling sukses dan kaya raya di negeri ini?"
Detektif Osa mengangguk. Ia mengambil sebuah kursi, lalu ia duduk di dekat kasur Pak Budi.
"Lima belas tahun yang lalu...Moreno melakukan pembunuhan."
"Hah?! Pembunuhan?" jawab Detektif Osa sambil mengerutkan dahinya.
Pak Budi bercerita tentang kasus seorang gadis kecil yang melaporkan pembunuhan ibunya, lima belas tahun yang lalu. Bahkan, perbuatannya menerima suap, juga ia ceritakan secara gamblang pada laki-laki.yang lebih muda dua puluh tahun dari usianya itu.
"Jadi, apakah yang menyakiti Anda ini adalah Kay?"
"Aku tidak yakin." Pak Budi mencoba berbohong. Ia tidak ingin mengalami hal yang lebih buruk lagi jika ia jujur.
Detektif Osa segera menelepon Julia, seorang profiler handal yang terkenal dengan kemampuannya menganalisis tempat kejadian perkara.
Tak perlu waktu lama bagi Julia untuk sampai ke kantor polisi, tempat Detektif Osa bekerja.
Julia dan Detektif Osa mencari beekas-berkas lama tentang laporan gadis kecil bernama Kay yang diceritakan Pak Budi saat di rumah sakit tadi.
"Ah, ini dia!" seru Julia.
Julia dan Detektif Osa mengamati berkas-berkas itu, lalu membandingkannya dengan tujuh pembunuhan berantai yang terjadi beberapa bulan yang lalu.
"Ada kesamaan antara korban yang satu dengan yang lain. Yaitu kesamaan usia dan latar belakang. Mereka sama-sama pria dengan usia empat puluh tahunan dan rata-rata memiliki keluarga yang bermasalah. Mereka juga bukan orang sembarangan. Korban-korban ini...mereka sudah punya nama." Julia menjelaskan analisisnya.
"Jadi, menurutmu pelakunya adalah gadis kecil ini?" tanya Detektif Osa.
"Bisa jadi. Coba lihat usia Ayahnya ketika membunuh ibunya. Usia ini sama dengan korban-korban pembunuhan berantai. Dan yang paling kuat membuktikannya adalah jari manis yang terpotong. Pak Budi berkata bahwa gadis itu menemukan ibunya dengan jari manis terpotong, kan?"
Detektif Osa mengangguk. Ia mulai menemukan hubungan antara pembunuhan berantai itu dengan masa lalu pelaku. Ia akui, Julia memang hebat. Daya analisisnya--meski tidak seratus persen benar--tetapi sudah banyak mendekati kebenaran, dan sangat membantu penyelidikan. Julia memang handal.
"Ah, Julia. Ada sesuatu juga yang harus kita pecahkan," kata Detektif Osa.
"Apa itu?"
Detektif Osa menyalakan PC di ruangannya. Ia menunjukkan beberapa foto dengan kode-kode angka dari darah. Kode-kode itu sangat rapi. Seperti ditulis dengan kuas, dan bukan dengan jari tangan.
"Ini...seperti bukan pesan kematian," kata Julia.
"Memang bukan. Ini dibuat pelaku. Menurut analisaku, kode-kode ini menunjukkan bahwa pelaku ingin dikenal. Bahkan pembunuhannya meningkat. Yang tadinya hanya memotong jari manis, sekarang ia meningkat dengan memutilasi korbannya." Detektif Osa menjelaskan panjang lebar.
Julia mengamati kode-kode itu. Menghubungkan peristiwa-peristiwa di masa lalu dengan peristiwa pembunuhan berantai yang terjadi.
Julia menemui Pak Budi sekali lagi. Ia ingin tahu, siapa nama gadis kecil yang bertemu dengannya lima belas tahun lalu itu. Baginya, nama gadis kecil itu sangat penting. Karena merupakan kunci bagi semua peristiwa yang terjadi.
"Kalau tidak salah, nama gadis itu Kay," kata Pak Budi ketika Julia menanyakannya.
"Kay?" Julia memastikan pendengarannya lagi.
Pak Budi mengangguk. Ia tidak ingin membahas lebih banyak ketika Julia mencoba mengorek peristiwa penyekapannya beberapa hari yang lalu. Di sisi lain, Pak Budi takut dengan ancaman Kay untuk membunuhnya. Tetapi di sisi yang lain, ada rasa bersalah yang menyusupi ruang hati Pak Budi pada Kay tentang peristiwa lima belas tahun yang lalu itu.
Julia kembali ke kantor polisi. Ia menemui Joe, seorang IT cerdas yang sampai sejauh ini mampu membantu penyeledikan.
"Joe, bisa tolong aku?" tanya Julia.
"Apa yang bisa saya bantu, Bu?"
"Tolong carikan informasi tentang seseorang bernama Moreno."
Jari-jari Joe bergerak cepat di atas keyboard. Tak berapa lama, muncul sebuah foto pria berusia lima puluhan, lengkap dengan profilnya.
Julia langsung mencari sebuah nama yang ingin ia ketahui. "Kayla Zee Moreno. Kayla...Kayla...."
Ingatan Julia langsung tertuju kepada sebuah peristiwa lima belas tahun yang lalu, saat Kayla pertama kalinya masuk di panti asuhan yang ditempatinya.
Julia bukan satu-satunya anak yatim piatu. Di panti asuhan itu, ada banyak sekali anak yatim piatu sepertinya.
Sekitar pukul sepuluh pagi di tanggal 7 Juli 2005, seorang anak perempuan berusia tujuh tahun, datang dengan Kak Ika. Gadis itu terlihat lusuh, pandangan matanya menakutkan, seperti pandangan mata seorang pembunuh.
Ia ingat betul, ketika Kak Ika menempatkan Kayla sekamar dengannya. Julia mencoba akrab dengan gadis kecil itu, tetapi ia tetap diam dengan segala kemisteriusannya.
"Hai," sapa Julia saat itu.
Gadis itu hanya memandangi Julia. Dingin. Tapi Julia tak gentar. Julia mulai mengajak gadis itu mengobrol.
Tak ada tanggapan.Julia tetap sabar. Ia melakukan pendekatan pelan-pelan terhadap Kayla. Satu bulan, tak ada hasil. Hingga di bulan yang kedua, gadis itu mulai berbicara.
"Kak Jul," kata Kay untuk pertama kalinya.
"Ah, Kayla, akhirnya kamu menyapaku. Kenapa kamu kuat diam begitu lama? Apa yang membuatmu nggak bisa bicara?" selidik Julia.
Kay pun menceritakan kisahnya. Mulai dari penyiksaan yang dilakukan ayahnya terhadap ibunya, sampai Detektif Billy yang tewas akibat ditabrak oleh seseorang.
Itulah sebabnya, mengapa Julia memahami tubuh Kay yang bergetar hebat ketika mendengar kata "Ayah". Ya, sebuah trauma mendalam, yang tak mungkin bisa sembuh jika tak melewati terapi khusus.
*Jangan lupa votenya yaa..maaf kalau baru update.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAY
Gizem / GerilimKay adalah seorang perempuan 20 tahun yang cantik dan bermata indah. Banyak pria yang ingin menjadi kekasihnya. Namun Kay tidak sembarangan memilih laki-laki. Ia suka pria yang usianya jauh di atasnya, terutama yang sedang tidak harmonis dengan istr...