"Vampir bukan musuh, mereka sama seperti kita."
.
.Aku telah lama menyakiti orang-orang, melawan lima tahun hidup sebagai penipu dan pembunuh bayaran.
Mengingatnya saja aku ingin tertawa, sebab hari itu belas kasihku kembali. Saat melihat tubuh tidak berdayanya, dia vampir dan aku membutuhkannya.
Mati tanpa menderita sepertinya bukan untukku.
Jadi aku menyiksa diri dengan memberikan darahku secara percuma. Taringnya yang tertancap di leherku menyakitkan, dan aku menyukainya.
"Kuroo-san."
Kuroo Tetsurou menoleh, ngomong-ngomong aku tahu dia karena dulu tidak sengaja menyaksikan dirinya yang sedang berburu mangsa.
Ya manusia.
Matanya merah, dan rasa hausnya sepertinya hanya bisa dipenuhi dengan darah seseorang hingga lemas.
Namun anehnya dia tidak langsung melakukannya pada diriku.
"Ya Tsukki?"
Dia menggigit ikan salmon yang baru kumasak, aku baru tahu jika Vampir bisa makan makanan manusia.
Sayangnya tetap saja hal itu tidak memuaskan rasa lapar mereka.
"Ingin saos?"
"Ide bagus."
Dia menyodorkan makanan yang tinggal setengah, aku mengambil pisau dan melukai tanganku dengan benda itu.
Darah jatuh kepiring itu.
Aku menatap darah itu lekat, apa darah korbanku juga semerah itu.
Fokusku terbelah ketika Kuroo berdiri dan mengambil serbet, menjilat nekat darah ditanganku lalu mengikat kain itu padaku.
Matanya menyalak.
"Darah dan saos itu hal yang berbeda."
"Aku memberikan yang kau mau, mereka sama merah."
"Jangan lakukan itu lagi!"
"Kenapa?" Aku berpangku tangan, kalau seperti ini terus kapan aku bisa berguna bagi vampir itu.
"Itu sangat berbeda."
"Kau butuh darah."
"Aku memang butuh darah."
"Nah aku memberikannya."
Kuroo memijit kepalanya, Vampir bisa sakit kepala?
"Tsukki, aku sedang tidak perlu darahmu." Kuroo bersimpuh di samping, menatap lekat-lekat padaku.
"Tapi aku mau kamu menghisap darahku, di sini." Aku menunjuk bagian leher, tempat biasa Kuroo menggigitku.
"Tidak perlu."
Dia pergi, masuk ke kamar dan menguncinya.
______
"Hei Kuroo, kau ini sialan sekali."
Aku memandangi tubuh Kuroo Tetsurou yang tertidur di ranjang, tubuhnya melepuh tertekana sinar matahari.
"Kalau ingin mati ajak aku juga."
Dia tertawa, aku mengipasi tubuhnya perlahan.
"Aku hanya menguji sunblock yang aku temukan, aku kira kebal matahari."
"Kau bodoh?"
"Tidak, aku pintar."
Menggeleng-gelengkan kepala tidak habis pikir, aku menemukan Kuroo kembali tertawa.
Seolah mengejek.
Aku hanya balas berdecih.
"Hei Tsukki, sejak kapan kamu memakai Sunblock?"
"Seminggu yang lalu, dari kemarin kulitku sering iritasi."
"Kau sering kepanasan?"
"Iya, sering."
Aku tidak tahu kenapa tubuhku jadi sensitif matahari, yang kutahu setelah aku mengatakan hal itu. Kuroo kembali mencercaku dengan pertanyaan.
"Apa kau tidak napsu makan, Tsukki?"
Aku mengangguk, aku memang tidak napsu makan.
"Apa kau selalu haus? selalu minum tetapi masih haus."
Aku lagi-lagi mengangguk.
Kuroo berdiri dan mendekat, mengendus leherku.
Dingin, kulitnya sedingin es batu.
"Kau ingin aku gigit?"
"Ya, terserah."
Untuk yang terakhir kalianya, firasatku mulai tidak enak.
Ah ... Kematian tidak cocok untukku.
Tugasku sebagai makanannya kini berakhir.
Kuroo-san saat aku menjadi sama denganmu, izinkan aku untuk menamparmu sekali saja.
_____
Kini Tsukishima Kei tahu, mengapa keberadaan vampir tidak pernah habis.
-Fin-
Ditulis part duanya karena kebetulan tadi baca ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurotsuki Fanbook
FanfictionCuma cerita singkat antara Kuroo Tetsurou dan Tsukishima Kei dalam berbagai tema. Mungkin senang, mungkin sedih atau bahkan melukai hati? Nggak tahu deh, suka-suka Saya. Haikyuu ©Furudate Haruichi Cover Art ©Shigurefusawa