4. Kevin

219 29 0
                                    

"Bang ke! "

Panggil Jeno pada Kevin didepannya, membuat sang pemilik nama menghela nafasnya kesal.

"Kevin, Jenonjing! "

Sungguh, saat ini dia benar-benar ingin menendang Jeno pergi dari hadapannya jika tidak ingat kalau dia membutuhkan otak cerdas Jeno untuk proyeknya.

"Kenapa gue gak boleh ambil Hwall buat jadi asisten gue? "

"Ck, jadwalnya kan bentrok sama jadwal kuliah Jen. "

"Kalo lo lupa, gue sama Hwall itu jadwal kuliahnya sama. "

"Lo gak lulus ma gak masalah, kemampuan lo udah diakuin sama banyak perusahaan. "

"Lo juga, kenapa gak masukin Hwall ke proyek lo Bang, yang proyek kecil dulu kek. "

"Dulu gue udah pernah masukin namanya kedalam salah satu proyek gue di Bandung, buat pengalaman gitu maksud gue. Tapi dia marah, salah gue juga sih asal masukin, gue permudah lagi. "

"Terus lo gak mau coba lagi gitu? "

"Katanya dia mau ngejar gelar dulu, soalnya dia gak seberani lo kalo dalam hal ngambil resiko. "

"Oh, gue inget, gara-gara itu bukan yang bikin lo berantem sampe babak belur sama Hwall di rooftop apartemen? "

"Nah itu lo inget. "

Jeno mengangguk paham, tanganya mengambil sebungkus rokok disamping laptop yang sedang Kevin gunakan dan mengeluarkan sebatang. Menyelipkan lintingan tembakau itu di belah bibirnya lalu menyalakannya, dan menikmati setiap asap yang mengandung nikotin itu masuk kedalam paru-parunya.

Kevin mengangkat wajahnya menatap Jeno, Jeno dan rokok adalah hal yang sangat jarang terlihat bersama. Apa lagi alasannya kalau bukan Jaemin.

"Didiemin Jaemin uring-uringan lo! "

Jeno hanya tersenyum, lalu kembali menghembuskan asap rokoknya.

"Dia sibuk, gue juga, terakhir ketemu sekitar seminggu yang lalu. "

"Lo sibuk ngapain sat! " Kevin mendengus kesal pada Jeno yang malah tertawa.

Kevin menutup laptopnya setelah menyelesaikan pengecekan pada data yang dibuat oleh Jeno, tidak benar-benar dibuat oleh Jeno sebenarnya, Jeno hanya menambah beberapa hal penting yang masih kurang pada data tersebut.

Dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, tangannya mengambil lintingan tembakau yang sama dengan yang telah diambil oleh Jeno lalu menyalakannya. Sekarang mereka sedang berada di balkon apartemen Kevin, melihat pemandangan kota pada sore hari. Menikmati kebebasan sekejap, sebelum kebebasan itu tinggal angan. Karena jika sudah waktunya bekerja, entah kapan waktu istirahat akan berlaku pada mereka. Ya karena mereka pada dasarnya sama-sama keras kepala dan workaholic.

"Gue Arsitek tapi malah jadi kayak asisten lo ya Jen! "

"Gue gak bisa kerja sendirian, butuh temen debat, tapi yang harus bisa ngimbangin gue. Lagian ini kan proyek pembangunan bokap lo Bang, berarti lo wajib terjun langsung. "

"Harusnya gue jadiin lo babu, malah gue lo jadiin babu! "

Kevin sudah sering bekerja bersama Jeno, dan Jeno adalah orang yang luarbiasa menurut Kevin. Maka dari itu ketika Ayahnya berkata akan membangun sebuah hotel di Indonesia, Kevin tanpa berfikir dua kali langsung mengajak Jeno. Jujur sebenarnya kuliah hanya lah formalitas baginya, begitu pun Jeno. Tapi berbeda dengan Jeno yang menganggap gelar tidaklah penting, bagi Kevin gelar cukup penting melihat sangat Ayah yang sudah memiliki nama cukup besar di tempat kelahirannya, Kanada.

liefde  |  jenojaemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang