3. Adek

243 31 2
                                    

Jeno mengemudikan mobilnya menuju rumah dengan kecepatan sedang, sambil menunggu Adiknya yang berada disebelahnya mulai membicarakan apa yang ingin dikatakannya tadi. Awalnya Jeno ingin mengajak adiknya makan siang terlebih dahulu, tapi tidak jadi karena melihat adiknya yang sedikit frustasi.

"Bang gue mau tanya, tapi jangan marah! "

Perkataan yang keluar dari mulut Adiknya membuat Jeno menahan senyum, karena lucu menurutnya. Bagaimana mungkin orang yang sudah berusia sembilan belas tahun mengatakan hal seperti itu.

"Kayak bocah lo, pake segala ngomong kayak gitu. "

"Serius Anjir! "

Jeno berdecak lalu mendesis, sedikit menyesali perbuatannya yang sering memperdengarkan adiknya banyak umpatan sejak dini.

"Yaudah ngomong ya tinggal ngomong, gak usah kek cewek! "

"Gimana kalo gue suka cowok? "

Pertanyaan itu membuat jantung Jeno seakan mau lepas karena saking terkejutnya, juga membuatnya tanpa sadar menginjak rem secara mendadak. Untung jalan sedang sangat sepi, dan hampir tidak ada kendaraan yang melewati jalan itu. Jeno menepikan mobilnya lalu mematikan mesinnya dan menatap Adiknya dengan pandangan bertanya.

"Coba ulang! "

"Ck, gimana kalo gue ss-suka sama c-cowok? "

Jeno memperhatikan Adiknya yang mengulangi perkataan yang diucapkannya tadi dengan gugup dan terbata-bata.

"Itu bukan pertanyaan kan, tapi pernyataan. " Jeno diam sejenak.

"Lo suka cowok? "

Anggukan didapatkan Jeno, dan senyum geli langsung terukir di bibir Jeno melihat tingkah adiknya ini. Jeno lebih pendek beberapa centi dari adiknya, tapi jika sudah seperti ini, rasanya tinggi badan memang tidak berarti apapun.

Tanpa mengatakan apapun, Jeno segera melajukan mobilnya kembali. Membuat laki-laki yang sejak tadi menunduk belum berani mengangkat wajahnya, karena demi apapun dia tidak ingin melihat wajah marah sang kakak, menyeramkan. Padahal kalau dia menggerakan matanya sedikit saja pada Jeno, dia akan melihat Jeno yang sedang menahan diri untuk tidak tertawa.

Hingga sampai di pekarangan sebuah rumah yang cukup besar, Jeno menghentikan mobilnya dan menoleh kesebelah kirinya guna melihat tingkah adiknya yang hanya selisih satu tahun darinya itu.

"Yaudah sih, baru juga suka, gue malah udah jadi! "

Sontak kepala yang sejak tadi menunduk kini terangkat dan menatap bertanya, dan di hadiahi sentilan di dahinya oleh sang kakak.

"Buruan turun, kopernya bawa sendiri, gak usah manja. " Lalu Jeno pun turun dan masuk kedalam rumah terlebih dahulu meninggalkan adiknya yang masih menatap punggungnya dengan tatapan bertanya.

Mengabaikan dahinya yang sedikit berdenyut akibat sentilan yang cukup keras tadi, dia segera turun untuk mengeluarkan kopernya dan membawanya masuk kedalam kamarnya.

"Bang, bantuin kek! " Setelah teriakan keras itu ia suarakan dengan kesal, sekarang pandangan bertanya kembali ia berikan. Tapi kali ini bukan pada Jeno, tapi pada laki-laki yang tingginya hampir sama dengan sang kakak dan sedang berjalan santai kearahnya.

"Abang lo udah di ruang makan, sini gue bantuin. "

"Temennya Bang Jeno, emm? "

"Gue Jaemin, panggil Kak aja. "

"Oh, emm gue Sungchan! "

••••••

Kini mereka bertiga sedang duduk dimeja makan, dengan pandangan yang berbeda-beda. Jaemin fokus pada makanannya, Sungchan memandang Jaemin bingung sambil sesekali melempar pandangan tajam pada kakaknya disamping Jaemin, dan Jeno memandang adiknya dengan geli.

liefde  |  jenojaemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang