Joy resah banget hari ini. Padahal nggak ada sesuatu aneh, tapi rasanya khawatir luar biasa sama sesuatu.
Chungha, yang duduk di sebelah Joy, ngerasa keganggu gara-gara suara berisik dari meja anak itu. Begitu dilihat kebawah, kaki si jerapah jadi-jadian getar luar biasa. Agak nggak sinkron sama muka yang ngelamun.
Kebetulan dosen di depan sibuk sendiri, Chungha diem-diem colek lengan Joy. "Heh, lo ngapain sih?"
Joy yang kaget hampir aja jadi pusat perhatian seisi kelas gara-gara senggol kaki meja, tau kan gimana bunyinya. "Apaan?"
Chungha dengus sedikit kesel ucapannya tadi nggak didengerin. "Lo ngapain sih? Dari tadi berisik tau."
"Oh, emang iya? Maaf, bosen gue."
"Bohong. Nanti istirahat ke taman belakang, nggak terima penolakan!" tegas Chungha bisik-bisik. Lalu fokus lagi sama dosen.
Joy pasrah aja, temennya yang satu ini emang gampang banget curiga. Juga kalau permintaannya nggak dituruti bakal dikejar sampe ke akhirat kayak Debt Collector.
Beberapa menit habis itu, bel istirahat bunyi. Chungha langsung seret Joy keluar, kantin yang jelas jadi tujuan utama pertama justru dilewatin begitu aja.
"Gue mau makan dulu woy!" protes Joy tepis tangan Chungha di lengannya.
"Ya udah, lo ke taman belakang duluan. Gue beliin makan. Mau apa?"
"Nasi goreng sama es teh satu. Nggak pake lama, lo yang bayar. Deal!" Joy langsung ngacir ke taman belakang. Bersyukur banget uang jajannya hari ini tetep aman. Teriakan Chungha dia cuekin aja, siapa suruh paksa-paksa begini?
Suasana taman belakang bener-bener sepi. Sebabnya karena ada rumor hantu beberapa bulan lalu, padahal hantu yang dimaksud itu Joy. Masa ada hantu di siang bolong terang-terangan ngakak, aslinya mah lagi nonton YouTube. Mungkin karena waktu itu Joy duduk sendirian di balik pohon tinggi dan sekitaran sepi.
Oke, lupain aja.
Entah Joy yang asik ngelamun sampe lupa waktu apa gimana, tau-tau Chungha udah ada di sebelah. Sodorin piring isi nasi goreng penuh sama gelas plastik es teh.
"Enak nggak?" tanya Chungha sambil aduk nasi gorengnya sendiri.
"Belum juga masuk mulut setan!"
"Nggak usah ngegas juga su!"
Suasana hening sebentar, sebelum mulai ribut lagi karena Chungha dengan kurang ajarnya asal nyomot telur ceplok Joy yang masih utuh. Setelah debat panjang sampe nggak sadar nasi goreng udah habis, baru mereka diem.
"Jadi, lo kenapa tadi di kelas?"
Joy mendadak bimbang harus cerita masalahnya ke Chungha atau nggak. Tau sendiri kan masalah ini udah kayak rahasia yang cuma boleh diurus sembilan cewek itu. Mereka aja belum saling percaya apalagi sampe orang luar tau, bisa rumit. Tapi, dia butuh saran. Joy tau Irene atau siapapun itu pasti lagi curigain dia---ini 'sesuatu' yang buat resah luar biasa sepanjang hari.
"Malah diem. Denger nggak?"
Joy tunjukin senyum terpaksa yang dibuat senatural mungkin. "Bukan hal besar. Cuma gue sama Rose lagi bertengkar. Gue nggak tau gimana mau minta maaf."
Chungha ngangguk percaya. "Beliin aja makanan, bukannya biasanya lo juga gitu?"
"Oh, i-iya ya. Gue lupa, haha."
Rasa percaya Chungha kalau Joy cuma bertengkar sama Rose, hilang begitu denger nada ragu barusan. Dia sipitin matanya sok curiga, deketin wajah ke arah Joy. "Lo bohong ya?"
"Apaan sih. Cuma itu masalah gue," tepis Joy dorong pelan bahu Chungha.
Belum sempet bacot lagi, waktu istirahat yang udah selesai paksa mereka harus balik lagi.
••••
"Gue pulang telat."
Joy susul adiknya yang udah duduk manis di kursi kemudi mobil. Nunduk biar bisa tatap langsung wajah Rose. "Kemana?"
"Ada urusan sebentar," jawab Rose tanpa noleh. Hubungan mereka masih agak canggung sejak kejadian berantem itu.
"Hati-hati."
Rose nggak jawab, langsung mundurin mobilnya lalu pergi dari parkiran yang udah sepi. Sementara Joy juga mau masuk mobilnya sendiri. Tapi, hal nggak diduga bakal muncul kagetin Joy begitu balik badan.
Irene.
Perasaan tadi nggak ada siapa-siapa.
"Ngapain di sini?" tanya Joy bodoh, dia tahu rasa resahnya seharian ini beneran kenyataan.
Irene tengok sekitar dulu pastiin nggak ada orang, biar nggak ada pengganggu kalau-kalau nanti mereka ribut.
"Jadi, apa alasan lo?"
Pertanyaan yang sama sekali nggak bisa diartikan sama Joy. Lebih tepatnya pura-pura nggak ngerti, biar greget. Tapi, apa yang dibilang Irene selanjutnya seolah bisa baca pikiran Joy.
"Lo tau betul apa yang gue maksud."
Cewek Choi itu cuma bisa dengus kesel. Ngomong sama Irene yang sekarang tuh perlu mikir lagi dua kali, harus waspada tingkat tinggi.
"Gue nggak ngelakuin apa-apa, kalo itu yang mau lo tanyain."
"Oh ya?" Irene angkat alis nggak percaya. Utak-atik hp-nya, lalu dilempar ke arah Joy. Beruntung reflek si cewek jangkung cepet, dia tangkap hp Irene dan lihat apa yang ada di layar.
Video.
Video Joy lagi geledah-geledah kamar Krystal. Kemudian dia sadar, ternyata feeling-nya yang kayak diikutin orang itu bener. Itu Irene?
Berusaha tenang, Joy kembaliin lagi hp ke pemiliknya. "Menurut lo, yang bunuh Kak Krystal itu gue?
Irene nggak jawab. Karena tujuannya kesini cuma mau tanya penjelasan, tapi Joy malah kelihatan tepis semua fakta.
Suara tawa kedengeran. Entah apa yang lucu sampe Joy ketawa begitu. "Ya ampun, gue kira orang kayak lo pikirannya tajam. Ternyata cetek."
Irene sedikit kesel diejek. Tapi dia cuma milih bungkam. Keputusannya buat ribut nggak jadi.
"Gini ya, Hwang Irene. Bukan karena gue yang nggak mau balikan ini langsung lo curigain. Siapapun yang ada di sekitar bisa jadi pelakunya, bahkan yang lo percaya banget. Jadi pikirin baik-baik, oke?"
"Intinya apa?" tanya Irene.
Joy hela napas. Kenapa Irene yang dulu cerdas jadi goblok luar biasa kayak gini?
"Sekali lo taruh kepercayaan ke seseorang, artinya lo udah terjerumus ke jalan yang salah. Sadar nggak, pemikiran lo mulai cetek begini. Hati-hati ya, Hwang."
Irene bungkam, sampe Joy pergi sama mobilnya.
Jadi, apa dia salah percaya sama Jennie, Wendy, dan lainnya?
Nggak tau nulis apaan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home | BlackVelvet ✓
FanfictionSequel from Neighbor Sembilan gadis yang berusaha menemukan jalan pulang untuk kembali bersama. [Non baku] Perfect cover by: @InaGaemGyu Banner by: @kimarmyla