Jam enam lewat delapan belas menit. Wendy sampe pegel duduk dari tadi nungguin Irene yang nggak dateng-dateng. Lumayan kesepian karena biasanya ditemenin Jisoo, tapi adiknya itu nggak ada di sini sekarang. Jangan tanya apa alasannya, sejak hari dia bertengkar sama Irene, Jisoo jadi jaga jarak sama kakak tertuanya. Berangkat ke kampus pun sekarang sendiri-sendiri; Irene bawa mobil sendiri, sementara Wendy dipaksa Jisoo ikut sama dia.
Sebab kerenggangan hubungan antara dua saudarinya itu Wendy di sini sekarang. Bicara sama Jisoo kayaknya bakal kacau. Toh, mana mau dia maafin Irene gitu aja. Dia tipe orang yang nggak bakal maafin sebelum orang yang bersangkutan minta maaf duluan. Nggak peduli kalau Jisoo sendiri yang salah.
Leo sengaja nggak Wendy kasih tau soal ini, akhir-akhir laki-laki itu kelihatan sibuk. Meski ragu Leo nggak denger pertengkaran malam itu. Tapi dia nggak bicara apa-apa soal pertengkaran Irene sama Jisoo. Entah milih nggak mau ikut campur atau bener-bener nggak denger, Wendy lebih yakin poin nomor dua.
"Maaf ya lama." Suara Irene muncul tiba-tiba. Dia udah duduk manis di hadapan begitu lamunan Wendy pecah.
"Jisoo kok nggak ikut?" Satu pertanyaan nggak diduga sukses buat Wendy lebarin matanya.
"Kalian udah baikan?" Tapi, Wendy rasa nggak mungkin. Lihat sikap Jisoo yang masih dingin begitu Wendy sebut nama Irene tadi. Terus kenapa Irene kelihatan biasa begini?
"Dia marah betulan sama gue?"
Wendy belum ngomong apa-apa langsung dibuat mikir keras, tolonglah Irene ini nggak selow banget. Sebelum sempet buka mulut lagi, Irene lebih dulu angkat dua bahunya cuek. "Gue nggak peduli juga sih sama dia. Jadi, lo mau ngomong apa?"
Berubah, Wendy lihat ada perubahan besar di diri Irene, sesuatu hilang. Kemana sikap pedulinya dulu? Apa karena terlalu stres hadapin semuanya? Apa ada sesuatu yang dia pendam sendiri?
Nyatanya, setelah sekian tahun hidup bareng, Wendy belum tau apa-apa soal Irene.
"Lo mau bicara soal Jisoo ya?" tebak Irene.
Wendy ngangguk ragu. Rasa percaya diri kalau hari ini masalah dua saudarinya bakal selesai, pupus. Gara-gara sikap Irene yang what the fuck banget, otak pinter Wendy sampe nggak ngerti.
"Gue pikir, kemarin lo keterlaluan deh Kak sama Jisoo. Maksudnya, dia kan cuma sampein rasa nggak sukanya karena lo terlalu sibuk sama masalah Krystal."
Wajah datar Irene berubah muram seketika. Gerakan rahangnya yang dari tadi kunyah permen karet berhenti. "Sekedar sampein rasa nggak suka sampe segitunya? Bukannya dia juga keterlaluan. Buat orang yang bahkan nggak pernah gue komentarin hidupnya, itu nggak pantes."
"Dia adik lo loh, Kak. Wajar dong kalau nggak suka lo terlalu sibuk sama hal lain. Lagian tau sendiri kan Jisoo itu perlu diperhatikan lebih."
Irene pijit pangkal hidungnya, masalah apa lagi ini. Kenapa semua orang cuma bisa nyusahin aja. Alasan kenapa dia susah-susah pecahin kasus Krystal bukan cuma karena hubungan 'teman'. Dia rasa masih banyak rahasia masa lalu yang mungkin bakal kebongkar kalau Irene bisa pecahin misteri bangsat ini.
"Kalau yang dicari itu cuma perhatian penuh ya suruh sama Om Leo sana. Hidup gue nggak cuma ngurusin kalian."
Wendy berasa nggak kenal Irene di hadapannya ini.
Asing, jauh.
Beneran ini putri kandung Tiffany? Seorang Hwang Irene yang kasar begini?
"Lo kenapa sih?" Nada bicara Wendy sedikit kasar. Momen begini jarang banget Wendy tunjukin, pengecualian buat manusia yang bajingannya nggak ketulungan lagi macam Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home | BlackVelvet ✓
FanfictionSequel from Neighbor Sembilan gadis yang berusaha menemukan jalan pulang untuk kembali bersama. [Non baku] Perfect cover by: @InaGaemGyu Banner by: @kimarmyla