16. Sakit.

144 21 3
                                    

Happy reading ✨
Jangan lupa ketuk bintang di pojok kiri bawah✨


Gadis itu masih terdiam. Pandangannya menatap jauh pada jalanan di luar sana yang terlihat ramai oleh pengendara.

Sudah lima belas menit kami sama-sama terdiam.

“Maaf.” Kata itu yang pertama kali keluar dari mulutnya.

Setelahnya kami kembali hening. Aku tak berniat memberi respon ataupun sanggahan. Tetap membiarkan gadis ini untuk melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan padaku.

Untuk kata maaf, menurutku tak ada yang perlu dibahas. Sudah berlalu. Ya, sudah berlalu! Biarlah mereka semua tak memperhatikanku. Aku yakin, aku bisa hidup tanpa perhatian ataupun kasih sayang dari mereka.

“Maaf.” Bisa kulihat matanya mulai berkaca-kaca.

Ia menatapku, memandang sendu, berusaha meraih tangan ini tapi segera kutepis. Tetesan air matanya mulai terlihat. Ia menunduk, menggenggam tangannya pada pangkuan. Gumaman maaf terus keluar dari bibirnya.

Ia mendongak. “Kakak salah paham untuk semua,” ucapnya menatapku seakan yakin dengan apa yang diucapkannya.

“Ya, gue salah paham, dan kalian semua benar!”

Gadis itu menggeleng, kepalanya kembali menunduk membuat tetesan itu jatuh pada bajunya, meninggalkan bekas air matanya yang perlahan menghilang setelah beberapa detik, tenggelam dalam gumpalan benang biru muda itu.

“Aku sakit, Kak,” lirihnya.

Aku menyandarkan tubuh pada kepala ranjang, menatap pada gadis itu. Aku juga sakit, tapi apa? Apa ayah dan bunda menjengukku?

Mataku mulai menggenang, menciptakan danau kecil kemudian perlahan tumpah saat sudut mata tak mampu menopang lagi. Tak bisa! Aku tak boleh cengeng. Segera kuusap kasar air mata sialan itu. Mengalihkan tatapan pada jendela.

Isak tangis gadis itu semakin kencang.

Akh ...!

“Diam!” Kupukul bantal yang berada di samping kananku.

Kursi yang ia duduki berderit, mundur satu buah keping keramik saat aku membentak. Mungkin, kaget. Biarlah, apa peduliku?

Tubuhnya terlihat bergetar. Wajahnya perlahan mendongak menatap padaku membuat mata sembabnya kembali mengisi retina ini.

“Kalian semua gak sayang sama gue! Ayah dan bunda gak perhatian lagi sama gue! Dan itu semua gara-gara lo!” Ku keluarkan unek-unek dalam hati.

Isaknya terdengar lagi, mata sembab itu kembali meneteskan cairan. Sialnya, kenapa mataku juga ikut berair?!

Gadis itu menunduk. Berujar dengan bahunya yang terlihat bergetar, “Semua memang salah Rissa, Kak. Ayah dan bunda gak salah, Rissa yang minta mereka untuk selalu di samping Rissa, Rissa juga yang minta Kak Reno untuk ngabisin waktu sama Rissa ... Rissa minta maaf ....”

Aku menghela nafas mencoba untuk mengontrol emosi yang entah kenapa seakan ingin dikeluarkan saat ini juga.

Kembali menatap pada gadis itu.

“Apa yang bisa membuatku memaafkanmu?”

Gadis itu mendongak, terlihat binar kecil di matanya.

Ia tersenyum. “Kak Reno cinta sama kakak,” ungkapnya dengan yakin.

Aku berdecih kecil. Hal semacam itu? Apakah dengan itu bisa membuatku memaafkannya? Kurasa tidak. Meski hati ini masih milik lelaki itu tapi hal itu tak bisa dijadikan alasan yang cukup bagus untukku.

Tetanggaku Cogan (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang