11. Dilupakan.

59 20 0
                                    

Happy reading ✨
Part pendek.

Setelah kejadian itu, kupikir semua akan baik-baik saja. Tapi nyatanya, entah itu memang benar atau hanya perasaanku saja. Aku merasa dilupakan, semua orang lebih memperhatikan Rissa. Entah itu bunda, ayah, Zain, Bang Zidan, bahkan Reno.

Ada setitik iri yang hadir dalam diriku, melihat bagaimana mereka menyayangi Rissa. Aku tak tahu pasti, yang jelas rasa itu mulai datang saat melihat bunda yang makin menjadi-jadi memuji Rissa, ayah yang lebih sering memanjakan Rissa dariku, dan Reno yang semakin hari rasanya semakin berubah. Entah perasaanku saja, atau bagaimana?

Pernah kemarin, saat akan berangkat sekolah. Aku yang biasanya dibonceng Reno ke sekolah, sekarang digantikan oleh Rissa. Gadis itu sekarang memang sudah bersekolah ditempat kami. Meskipun sebentar lagi akan diadakan ujian semester kedua, pihak sekolah tetap menerima, tentunya dengan kepintaran Rissa dan berkat tangan ayah.

Aku hanya menatap pada motor Reno yang berjalan meninggalkanku di halaman rumahnya. Rasanya sesak melihat Rissa memegang pinggang Reno. Dulu, aku yang setiap pagi memeluk pinggang itu, berboncengan dengannya ke sekolah.

Semenjak Reno tahu kejadian tentang Rissa, ia lebih banyak perhatian pada gadis itu. Entah hanya simpati atau karena hal lain. Aku tak tahu.

Beruntung kemarin Bang Rey datang jadi aku tak perlu mencari taksi di pagi hari.

Ngomong-ngomong tentang pernikahanku dan Reno, ayah tak mengizinkan. Beliau menentang keras untuk itu, dengan dalih ia tak mau putrinya ini mengalami hal pahit dalam kehidupan berumah tangga. Tapi menurutku, itu bukan masalah yang berarti, selama aku dan Reno masih saling mencintai. Sedikit tercenung mengingat itu, apakah rasa Reno akan berubah padaku? Bukankah sebuah rasa dapat berubah kapan saja?

Hari Minggu ini, rencananya aku akan mengajak Reno pergi jalan-jalan. Entah itu ke rumah Rendi atau ke mana saja, asalkan pergi dengannya.

Sedikit bersenandung menatap diri di cermin yang terlihat sudah sempurna. Lantas berlari ke bawah dan segera ke rumah Reno.

Baru ingin membuka suara, tante Renata sudah berdiri di depan pintu rumahnya.

“Sasa?”

Aku tersenyum kemudian menyalami tangan tante Renata.

“Renren mana, Ma?”

Tante Renata terlihat bingung.

“Lho, Reno nggak bilang sama Sasa?”

“Bilang apa, Ma?”

“Pagi-pagi tadi, Reno pergi sama Rissa, katanya mau ke rumah Rendi.”

Aku tercenung. Lagi dan lagi Rissa. Mencoba berfikir positif, mungkin cuma hari ini. Aku tersenyum meski hati rasanya sesak.

Berpamitan pada tante Renata untuk pulang ke rumah.

Meski sudah ditahan sekuat tenaga, air mata tetap jatuh jua. Segera ku percepat langkah menuju rumah.

Membanting diri pada kasur, dan mengeluarkan semua beban yang kurasa. Kenapa jadi seperti ini, ya, Tuhan?

Dering ponsel mengalihkan perhatianku. Pasti Reno. Cepat-cepat aku bangkit dan segera menyambar ponsel.

Senyuman luntur. Bukan Reno. Hanya notifikasi dari Telkomsel. Apa-apaan?

Pergerakan tangan terhenti saat ponsel kembali berdering. Bang Rey.

“Ya, Bang?”

“Lagi di mana?”

“Sasa cuma di rumah aja, Bang.”

Tetanggaku Cogan (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang