3. Cemburu.

60 19 0
                                    

Bosan.

Satu kata yang terus berkeliaran diotakku. Duduk sendiri, seorang diri, tanpa orang yang menemani, ditambah lagi hampir seluruh meja cafe diisi oleh orang-orang yang bikin jiwa pacaranku meronta-ronta. Ayang beb manasih? Katanya cuma bentar? Jangan-jangan aku ditinggalin? Jadi janda dong! Huwa ...!

Sekarang aku lagi dicafenya papa Reno 'om Rehan'. Yah, karena berhubung om Rehan lagi ada urusan di luar negeri jadi untuk urusan cafe diserahkan pada Reno. Berakhirlah dengan begini, seorang bidadari cantik yang duduk sendiri menunggu pujaan hati menyelesaikan urusan cafe. Kalau mengurus pernikahan mah nanti. Hehe

Kualihkan pandangan keluar cafe. Banyak kendaraan yang berlewatan menyusuri hari nan malam. Begitulah kehidupan, tak ada henti-hentinya berlalu, terus berjalan tanpa kenal waktu.

Aku terkesiap saat pelayan cafe menghampiri dan menawarkan menu disini. Aih, pelayannya ganteng, kelihatannya masih muda. Kugelangkan kepala saat pikiran-pikiran buaya merasuki relung hati. Ingat Rosa! Ayang beb! Ingat!

"Mau pesen apa, Mbak?" tanya pelayan cafe dengan semyum manis nan aduhai.

"Oh, saya nggak pesen apa-apa, saya lagi nungguin calon suami eh Reno maksudnya."

"Pak Reno anak pak Rehan?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Mbak pacarnya ya?"

Kuanggukkan kepala sebagai jawaban. Aduh, ternyata pelayan ganteng ini kepo juga.

Pelayan itu pamit berlalu setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Kulihat dia berbicara pada rekannya yang lain. Sesekali mereka melihat ke arahku. Apa-apaan itu? Jangan-jangan pelayan tadi tukang gosip?

Aku tak ambil pusing tentang itu. Kurogoh ponsel didalam tas untuk menghilangkan rasa bosan. Kubuka aplikasi berwarna oranye 'wattpad', aku suka membaca cerita-cerita di aplikasi itu. Bukan hanya untuk sekedar membaca, tapi mengambil hikmah-hikmah yang tersirat disetiap cerita, juga bisa menambah wawasan tentang kepenulisan sekaligus menghilangkan rasa bosan, contohnya disaat-saat sekarang.

"Akhem."

Kualihkan pandangan kearah sumber suara. Eh, ayang beb udah duduk aja. Kusimpan kembali ponselku ke dalam tas.

"Lama ya?" tanyanya.

"Nggak kok," jawabku sambil tersenyum.

Walaupun lama, tapi tak tega rasanya untuk bilang pada yang beb. Aku tak mau hanya karena aku nanti Reno merasa bersalah.

"Maaf ya, lama," ucapnya menunduk.

Tuh 'kan?

"Sasa nggak apa kok, Reno."

Reno mengangkat wajahnya, masih terlihat raut bersalah dari sorot matanya.

"Ya udah, sebagai gantinya malam ini bawa Sasa jalan-jalan," ucapku.

Reno mengangguk sambil menarik pergelangan tangan ini menuju kemotornya.

Deg!

Lagi, dan lagi jantung ini berdetak tak karuan saat Reno memasangkan helm dikepala ini. Aku terdiam menatap wajahnya yang terlihat sempurna dimataku. Hidung mancung, mata indah, dan bibir pinknya yang terlihat menggoda. Kugelangkan kepalaku untuk mengusir bisikan-bisikan yang merapuhkan iman.

"Udah, naik," ujarnya.

Segera aku naik keatas motor Reno. Tapi ... kenapa Reno belum menjalankan motornya. Udah dua menit lho?

"Renren, kenapa belum jalan?"

"Pegangan," ujarnya.

Kuturuti ucapannya.

Tetanggaku Cogan (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang